"Di balik kain merah bertuliskan kanji ini apa, Pak?" Tanyaku sembari menunjuk area di bawah anak tangga.
"Itu ruangan penyimpanan sapu dan tongkat pel," jawab Pak Doni.
Ranko menyibak kain merah tersebut dan terkesiap. "Ada telapak tangan darah. Ray, coba kau lihat juga."
Aku pun menyentuh telapak tangan darah yang tercetak di atas pintu. Tama mendengus dan berkata, "Permainan hantu ini mulai serius. Berhati-hatilah."
"Aku tak melihat apa-apa?" Tanya Fina penuh rasa heran. "Lagipula ruangan itu begitu kecil. Mana mungkin Linda bersembunyi di sana?"
"Ranko indigo," jawabku singkat. "Bolehkah kami memeriksa?" Tanyaku pada Pak Doni.
Sejenak Pak Doni ragu. Ia memilin-milin kumisnya yang tebal. Tapi akhirnya, ia mengeluarkan serenceng kunci dari saku kemejanya dan memutar kunci. Pintunya tetap tidak terbuka walaupun aku mencoba memutar kunci lebih keras.
Setelah aku dan Pak Doni mendobrak 3 kali dengan bahu kami, pintu ruangan tersebut pun berhasil terbuka. Ruangan kecil tersebut sangat gelap dan pengap. Bau amis menyeruak begitu kami membuka pintu.
Aku mengarahkan senter ke sekeliling ruangan. Kami semua terpana melihat pemandangan mengejutkan itu. Si kunti merah melekat di langit-langit ruangan.
HIHIHI.
HIHIHI.