"Susah memang bicara dengan alien sableng," tukas Nisa.
"Aku ini memang alien spesies unggul alias ganteng," balas Indra penuh percaya diri. Tawa cemprengnya menyakitkan telinga Nisa. Indra pun masuk ke dalam rumah kelompoknya dengan perasaan riang.
***
"Bu Iman, mengapa ya kloset rumah sebelah yang dihuni kelompok KKN mahasiswi macet semua? Ada 3 kloset yang macet. Apa suami Ibu bisa mengatasi masalah kloset macet?" Tanya Alam dengan serius.
"Pak Iman pandai merenovasi. Kalian sudah buktikan sendiri kloset di rumah yang kalian tempati, lancar."
Alam menganggukkan kepala. "Iya, lancar banget, Bu. Tapi kasihan mahasiswi sebelah yang sulit menggunakan kloset. Jika antri toilet kami, mereka terlambat mengikuti kegiatan KKN. Sementara jadwal kami padat karena mengejar target program yang sudah ditetapkan pihak Universitas. Apalagi kloset kami merupakan bangunan setengah jadi. Mahasiswi takut diintip jika memakainya."
Bu Iman tersenyum bangga. "Pak Iman memang jenius. Tak seperti Pak Ujang, pemilik rumah sebelah. Dari zaman dulu juga klosetnya selalu macet. Yah, maklum salah desain. Septic tank rumah sebelah ada di bagian belakang rumah. Kabarnya, sudah 30 tahun tak pernah disedot."
Alam terperangah. "Waduh! Pup-nya sudah jadi mumi itu."
"Mumi?"
"Maksudnya, awet, Bu. Sedot septic tank sebaiknya setahun sekali. Ada juga septic tank yang tak perlu disedot, tapi pembuatannya harus sesuai ketentuan. Ada dua chamber, filter, dan pipa pembuangan gas metananya."
"Oh, begitu. Beda banget dengan kloset kalian," ujar Bu Iman. "Surulung. Plung! Lancar. Pakai pipa paralon. Langsung tinja masuk ke dalam sungai." Bahkan, Bu Iman pun mengacungkan jempol tangan kanannya.
"Apa, Bu? Rumah yang kami tempati tidak memiliki septic tank?"
Bu Iman mencibir. "Untuk apa? Jika ada septic tank, nanti malah macet. Lebih baik pakai pipa paralon. Harus miring posisi pipanya agar tinja meluncur bebas hambatan ke sungai yang berada di depan rumah yang kalian tempati."