Indra memutar-mutar kedua bola matanya seperti bola bekel. "Ada sih, tapi di warung."
"Nyebelin," tukas Nisa sembari memonyongkan bibir mungilnya.
"Kau juga aneh. Mana mungkin aku membawa cuka dan baking soda."
"Kloset di rumah yang ditempati kalian lancar?"
"Lancar dong! Seperti pedekate kita."
Nisa meleletkan lidah. Rayuan gombal Indra memang sebasi susu asam.
"Yah, semua kelancaran dalam hidup itu tergantung amal kita," ujar Indra dengan ekspresi sok tahu-nya yang super menyebalkan. "Hey, kalian harus ke sini saja jika ada panggilan alam."
"Maksudmu Alam hendak mengadakan rapat lagi?"
Indra menggeleng-gelengkan kepala dengan ekspresi wajah sendu. "Kasihan kau. Telmi (telat mikir). Rupanya, kau sudah keracunan gas metana dari pup-mu. Panggilan alam itu ya kebutuhan pup, bukan Alam, ketua kelompok KKN kita."
Kontan saja Nisa cemberut karena disebut telmi. "Dasar Indra jorok! Kau suka sekali mengatakan kata 'pup'."
Indra pun mendecak-decakkan lidah. "Lah, terus aku sebaiknya berkata apa? Aktivitas sekresi zat-zat sisa dari tubuh yang dikeluarkan dari...kau tahu sendiri. Kepanjangan, kan? Lebih efisien berkata pup."