Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... Freelancer - A freelancer

just ordinary person

Selanjutnya

Tutup

Horor

Pocong Milenial

23 Mei 2024   21:34 Diperbarui: 23 Mei 2024   21:42 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tercengang mendengar jeritan keluarga dan sahabat-sahabatku. Pocong? Masa aku yang super ganteng ini jadi pocong? Aku, Raden Rangga Suryabrata Natakusuma Purwarajadilangit, keturunan kesepuluh terah Purwarajadilangit, menjadi hantu lompat kelinci. TIDAAAAAAK. Lebih baik aku mati. Aku jatuh terkapar dari posisiku yang melayang di udara.

"Wah, pocongnya mati," seru Doni, sahabatku. Anak kurang ajar itu membuka kaus kakinya yang belum dicuci seminggu dan mendekatkan ke hidungku. Tentu saja mataku langsung terbuka lebar ketika mencium bau comberan.

"BACOOOOT," teriakku jengkel. "Mengapa kalian berkata bahwa aku sudah meninggal dunia? Aku masih hidup dan bernapas."

"Tapi, kamu memang sudah tiada, Nak, " kata Pak Brata. Keringat dingin sebesar telur bebek jatuh bercucuran di dahinya yang lebar. "Mari kucabut dulu tali pocongmu. Jika kamu masih hidup, tentu hal ini tidak berpengaruh."

Semua orang tercengang dengan mulut melongo. Jika kejadian tragis ini tidak menimpa diriku, tentu aku akan terbahak melihat ekspresi mereka yang jenaka.

"Tidak terjadi apa-apa. Aku masih hidup. Tolong bantu aku melepaskan kain kafan ini."

"Aneh, kain kafan ini melekat seperti lem," gumam Rudi.

Aku menghela napas kesal. Kain ini semakin ditarik malah semakin melekat.  

"Mana pasien yang harus saya periksa?" Tanya dokter Fadli penuh semangat. "Hebat, ini kejadian langka. Rupanya Rangga hanya mati suri."

Dokter setampan Reza Rahardian ini memeriksa detak jantungku. Keningnya mengernyit. Dengan geram, ia menyingkirkan stetoskop tak berguna. Ia mendengus dan mendengarkan detak jantungku langsung dengan telinganya. Kemudian, memeriksa denyut nadiku. Ia menatapku tak percaya dan berteriak sebelum jatuh pingsan, "TAK ADA DETAK JANTUNG ATAUPUN DENYUT NADI. IA SUDAH MATI."

"Dokternya pingsan," gerutu Rudi. "Pak Ustaz pingsan. Aku juga pingsan saja." Setelah berkata seperti itu, ia pingsan dengan sukses! Wajahnya tersungkur tepat di depan onggokan kotoran kucing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun