“AAAAAAAAARGH,” aku berteriak melihat boneka jailangkung tersebut melepas gigitan, menyeringai, dan kembali menggigit. Alangkah menyebalkannya! Sebenarnya, dibanding disebut menggigit, lebih tepatnya mulutnya menjepit karena tidak ada jailangkung yang punya gigi.
“Ada apa sih, Rom? Teriak-teriak saat tengah malam begini?” Tanya Anto sembari mengucek-ngucekkan matanya. Ia baru tersadar, “JAILANGKUNGNYA HIDUP.” Kemudian, Anto pingsan. Sementara Aril, si biang kerok masalah ini tidur seperti orang mati.
***
Aku bangun dengan pandangan nanar. Aril dan Anto sedang duduk khusuk, menghadap si jailangkung yang terikat rapi dengan tali rami. Bahkan, rongga di batok kelapa yang berupa mulut jailangkung pun distempel dengan lakban hitam besar. Boneka jailangkung tersebut terus meronta dan divideokan oleh Anto.
Akhirnya, Aril membuka lakbannya dan mulai menginterogasi.
“Siapa namamu?”
“Lepaskan dulu ikatanku.”
“Sekarang kami tuanmu. Jadi, kau jangan banyak tingkah atau kupaku tempurung kelapa kau,” ancam Aril.
Ekspresi jailangkung yang terkejut itu begitu lucu. “Baiklah, Tuan. Namaku Derek Sebastian. Mengapa Tuan sekalian memanggil rohku?”
“Aku hanya penasaran saja. Setelah kami membuat video mengenai dirimu, silakan kau pulang sendiri ke alammu,” jawab Aril.
“Tidak semudah itu, Tuan. Aku baru saja meninggal dunia tepat di hari Tuan memanggilku. Mau tak mau kalian semua harus bertanggung jawab atas diriku hingga aku bisa pulang setelah tak ada hal lagi yang kusesali dalam hidupku.”