"Saudara-saudara, mari kita pikir dengan kepala dingin. Sesakti apakah para manusia itu sehingga kita para Dewa perlu turun tangan ramai-ramai seperti ini? Mereka itu sekali kepret juga habis, apa perlu sampai sekian banyak Dewa meluruk ke Bumi? Bukankah selama ini kita menganggap para manusia Bumi itu ecek-ecek? Katakanlah mereka itu anak-anak kecil yang sedang belajar. Namanya juga anak kecil, anak TK kata Gus Dur, sesepuh mereka sendiri, maka ya kurang lebih seperti itulah tingkahnya. Apa perlu kita tanggapi secara berlebihan?"
Sejenak semua Dewa diam, tapi pelan-pelan mulai gaduh lagi sendiri-sendiri. Dewa Matahari yang selalu panas dari sononya mengeluarkan suaranya yang lantang.
"Mereka itu memang kita anggap anak kecil! Tetapi anak kecil yang kelewat kurang ajarpun perlu kita kasih pelajaran!" Bagai dikomando, sebagian besar menyahut bak koor:
"Setujuuuuu...!!"
Dewa Dharma sedikit mati kutu, untunglah ia didukung Dewa tanah yang juga lebih senang suasana adem-ayem. Dewa tanahpun menginterupsi:
"Sebentar saudara-saudara. Saya bisa memaklumi persetujuan kalian. Tetapi mohon menjaga nama baik para Dewata. Jangan mencoreng nama baik para Dewata yang terkenal bijaksana dengan tindakan ugal-ugalan kepada mereka yang lemah! Kita harus tahu menghargai diri sendiri, jangan malah meniru-niru ‘geblek'nya ulah para oknum manusia Bumi itu! Kalau saudara berbuat sok kuasa dan semuanya bersama-sama menghajar para oknum manusia Bumi yang norak itu, apa nanti kata Sri Paduka kepada kita semua? Bukankah kita akan dianggap sama ‘geblek'nya dengan mereka? Pikirlah dengan nalar Dewa sebelum bertindak!"
Semua ‘cep-klakep' tak ada yang bersuara, bahkan Dewa Humor yang biasanya ‘cengengesan' terus kali inipun sulit mencari celah untuk berhumor-ria. Terpaksa iapun diam saja. Mendapat kesempatan baik itu, Dewa Dharma kembali mengeluarkan suaranya yang mantap:
"Yang dikatakan Dewa tanah itu seratus persen benar. Kita tidak boleh merendahkan martabat sendiri dengan sembarangan memberi pelajaran keras kepada para oknum manusia Bumi itu. Saya percaya, bahwa masih banyak manusia baik di Bumi yang tak akan tinggal diam melihat nilai-nilai luhur mereka sendiri diacak-acak oleh para oknum tersebut. Saya bukannya tidak mengerti bahwa para oknum itu jumlahnya amat banyak dan memiliki kuasa besar di Bumi. Tetapi untuk kelas kita, mereka itu tetap anak kecil yang tidak perlu dihajar ramai-ramai agar terpaksa bertobat. Sri Paduka sendiri tidak pernah menerima pertobatan yang terpaksa. Ingatlah, bahwa kalian sendiri bisa sampai ke tingkatan para Dewa juga karena belajar sedikit demi sedikit. Jarang ada sosok Dewa sekalipun yang bisa mencapai kemajuan rohaniah dengan cepat karena tingkat kematangannya yang amat mantap, sebagian besar karena belajar dengan amat keras. Maka jangan gampang menghancurkan diri sendiri dengan tindakan bodoh yang keterlaluan!"
Suasana kembali tenang. Kali ini Pat Kay sendiri yang berbicara:
"Terima Kasih pencerahannya Dewa Tanah dan Dewa Dharma. Saya yakin Guru Tong juga akan berkata seperti itu kalau dia bangun. Tetapi hati hamba ini benar-benar sakit rasanya dilecehkan terus-menerus oleh banyak manusia Bumi. Hamba juga sudah kehilangan banyak anak buah di Bumi karena dibantai begitu saja gara-gara virus yang mereka sebut "flu babi", padahal hal itu terjadi kan karena gobloknya mereka sendiri yang kalah sama virus. Sekarang para oknum polisi itu seenaknya melecehkan hamba dengan ulahnya yang sembarangan seperti itu. Hamba ingin mereka ditindak dan tidak dibiarkan terus menerus melecehkan nilai-nilai luhur yang seharusnya mereka junjung sendiri setinggi-tingginya sebagai kaum Satria. Hamba mohon keadilan segera ditegakkan!"
Dewa Tanah dan Dewa Dharma saling pandang. Tetapi Dewa Indra yang adalah ayah Arjuna dan sering diutus oleh Dewa Wisnu turun ke Bumi mengemban berbagai tugas segera angkat bicara: