Barang selalu memiliki nilai guna, sering kali barang-barang yang dibeli tertumpuk di kamar, entah setelah memakainya atau sudah tidak ada manfaatnya.Â
Perilaku seseorang yang selalu menimbun barang-barang disebut dengan hoarding disorder.
Penderita hoarding disorder sukar untuk membuang atau menyikirkan barang yang ada di tempat tinggalnya. Hal ini berdampak buruk pada ruangan yang menjadi sempit, menimbulkan penyakit, dan mengeluarkan bau.
Hoarding disorder, secara umum dikenali dengan gangguan mental seseorang yang menyebabkan hidup berantakan dan kacau.Â
Penyebabnya masih belum diketahui pasti, para dokter psikologi menyatakan kemungkinan besar diakibatkan genetik, fungsi otak, maupun peristiwa buruk yang pernah dialami.
Sementara itu, adakah cara mengatasi penderita hoarding disorder pada seseorang?
Seseorang sering berpikir dan percaya barang apa pun yang dibeli dan disimpan masih memiliki nilai guna, meskipun bentuk fisik yang rusak atau berantakan. Padahal barang-barang tersebut tidak terlalu dibutuhkan.
Sebenarnya, menimbun barang begitu banyak akan mengurangi rasa kenyamanan dan memperkuat perasaan cemas.Â
Dikarenakan penderitanya juga mengalami perasaan tersebut dan mencari tempat yang lebih nyaman untuk ditinggali sementara waktu.
Akhirnya, kecemasan itu semakin kuat dan stres ketika hendak membuang barang. Maka, gaya hidup yang minimalis selain menyimpan barang yang lebih bermanfaat, aktivitas sehari-hari perlu digunakan secara minimalis, dan jangan mengejar sesuatu hal terburu-buru.
Usia remaja dan beranjak dewasa sangat rentan mengalami perilaku terburu-buru, ketika sudah memiliki jaket dengan brand tertentu, lalu merasa tidak puas dan membeli lagi mengikuti fashion kekinian.
Kemudian, sebelum penderita hoarding disorder semakin memburuk atas kekacauan hidup, berikut ini adalah upaya gaya minimalis mengatasinya:
1. Batasi Keinginan dan Memilah Barang
Kiat awal agar mengurangi kekacauan hoarding disorder adalah decluttering atau memilah barang. Sebaiknya, daftar keinginan yang sudah tercatat, dipikir baik-baik fungsi dan manfaatnya.Â
Apabila di rumah, indekos dan apartemen penuh dengan barang, simpan barang yang sering digunakan.
Jika barang yang jarang digunakan banyak, bisa disumbangkan atau donasikan kepada orang yang membutuhkan. Cara mudahnya, ingat kembali kapan kamu terakhir menggunakan barang tersebut dalam jangka waktu 3 bulan.Â
Dan apakah selama tiga bulan ke depan akan dibutuhkan atau tidak.
2. Â Atur Ikatan Emosi dengan Barang
Mungkin kamu sering menerima hadiah masa kecil, surat dari mantan, bahkan barang yang memiliki kenangan dengan orang terdekat.Â
Besar kemungkinan, penderita hoarding disorder mengalami ikatan emosi seperti ini dan sulit untuk menyingkirkan.
Tidak jarang barang-barang itu hanya menjadi pajangan dan ditimbun sembarangan, menyangka masih bernilai untuk momen nostalgia tetapi tidak disimpan dengan rapi.
Coba jika kamu lebih sayang pada dirimu, kamu enggak akan membiarkan barang-barang itu selamanya terikat padamu. Kamu bisa lebih baik memikirkan apa yang akan datang dan terjadi.
3. Utamakan Mengganti barang
Jika kamu memiliki gudang barang yang penuh peralatan rumah, buku-buku, pakaian, dll. Hal itu biasa dan barangkali dibutuhkan nanti, namun pastikan apa yang sudah kamu miliki jangan ditambah dengan barang yang sejenis.
Misalnya, kamu sudah memiliki pakaian hari raya Idul Fitri sejak 5 tahun ke belakang, setiap tahun kamu memiliki pakaian baru. Baju yang menumpuk di lemari, sebaiknya berikan kepada saudara atau keluarga terdekat sebagai hadiah.
Hoarding disorder memang sulit untuk dipulihkan, karena adanya gangguan secara mental dan tak terlihat, namun bisa di identifikasi. Maka, perlunya menyadarkan penderita atas kekacauan dan ketidaknyamanan.
Tahap demi tahap, mengubah kebiasaan dengan gaya hidup minimalis bisa menyembuhkan penyakit tersebut. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H