Mohon tunggu...
Sirajuddin Gayo
Sirajuddin Gayo Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis dan praktisi pada Keuangan Daerah dan kebijakan publik Pemerintah

Biografi singkat, Pekerjaan penilai pada perusahaan penilai, tim ahli badan anggaran DPRD

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Etika Profesi dari Perjalanan Panjang Karier Sesaat

3 Oktober 2017   10:46 Diperbarui: 3 Oktober 2017   10:53 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setamat dari Teknik Industri, Universitas Sumatera Utara, pada Tahun 1997, saya langsung mendapatkan penawaran kerja untuk bekerja di salah satu anak perusahaan besar waktu itu. Saya merasa beruntung karena belum sempat melemparkan lamaran kerja, saya sudah mendapatkan penawaran kerja. Tentunya hal inipun tidak terjadi begitu saja, saya mendapatkan penawaran kerja ini, karena ada abang saya yang memasukan saya bekerja di perusahaan tersebut.

Perusahaan saya tempat bekerja pertama kali ini, adalah perusahaan yang akan membuka pabrik tepung tapioka dan perkebunan singkong di Pulau Flores. 

Saat saya masuk, konstruksi pabrik sedang memulai pembangunan, namun sudah ada pabrik mini yang  sudah operasional. Saya bertugas untuk operasional pabrik mini tersebut, namun karena bahan baku yang mengandalkan dari perkebunan masyarakat tidak mencukupi kebutuhan produksi, maka saya pun mendapat tugas tambahan membantu membuka lahan perkebunan singkong.

MENERIMA SENIORITAS

Sebagai karyawan baru yang betul betul fresh graduated, saya menempatkan diri saya sebagai junior ketika berhadapan dengan siapapun. Menghormati dan bersikap santun kepada siapapun yang telah terlebih dahulu bekerja diperusahaan itu, adalah suatu hal yang selalu saya upayakan dan saya tunjukan dalam sikap saya sehari-hari. 

Bahkan patuh dan bersedia mengerjakan perintah senior dengan tetap berusaha senang riang gembira, saya jadikan bagian dari pekerjaan saya, walau terkadang diluar job desc dan pastinya saya harus bekerja lebih berat dan lebih lama serta pastinya lebih lelah, karena selain mengerjakan pekerjaan sendiri, dan sekaligus mengerjakan perintah para senior.

Apakah SENIORITAS adalah bagian dari etika profesi ???, 

Menurut pengalaman saya IYA, karena sangat manusiawi, bila memperlakukan orang lain apalagi atasan sebagai senior yang didengar dan dipatuhi, maka perlakuan tersebut akan mendapatkan penilaian yang lebih baik. Menerima senioritas, tentunya tetap dalam prinsip-prinsip positif dan dalam kavling tujuan profesi, menurut saya adalah bagian dari etika profesi

MENEMPATKAN JUNIORITAS

Menempatkan diri sebagai junior, apakah bagian dari etika profesi untuk pekerja pemula ?

Menurut saya IYA, karena menempatkan diri sebagai junior, artinya memposisikan diri bersedia menerima dan melaksanakan perintah senior. Pengalaman saya ketika mampu menempatkan diri sebagai junior yang baik, saya mendapat kesempatan yang lebih banyak untuk mengerjakan pekerjaan apapun, saya mendapatkan lompatan ilmu dan pengalaman yang jauh lebih cepat. 

Karena adalah wajar yang mau disuruh-suruh akan lebih sering disuruh, dan itu adalah bagian dari mendapatkan kesempatan yang lebih banyak untuk bekerja dan belajar. Bersedia mengerjakan pekerjaan apapun, dan tetap dilakukan dengan berupaya menyenangkan hati dan diri sendiri, pastinya akan selalu menghasilan hasil pekerjaan yang terbaik. 

Saya bekerja hampir di seluruh bagian dari operasional perusahaan tersebut, karena saya dengan senang hati bersedia mengerjakan pekerjaan apapun yang diperintahkan senior apalagi atasan, sehingga saya jadi mengetahui lebih banyak. Saya juga diberi kesempatan yang lebih luas, untuk mendampingi senior/atasan, dalam berbagai kegiatan resmi ataupun tidak resmi. Menjadi lebih sering bolak balik Jakarta (Head Office) -- Flores (Site), dan mengikuti berbagai meeting adalah kesempatan yang sangat baik saya peroleh, hanya karena saya bersedia disuruh-suruh.

Menempatkan Junioritas , tentunya tetap dalam prinsip-prinsip positif dan dalam kavling tujuan profesi, menurut saya adalah bagian dari etika profesi

COPAS ATASAN

Saya selalu berupaya meniru atasan saya, bahkan sampai kebiasaan-kebiasaan kecil yang selalalu dilakukannya. Terlebih dalam urusan pekerjaan, cara pandang, pola pikir, dan cara bekerja, selalu saya upayakan saya tampil seperti atasan saya tersebut. Dan cara ini menjadi lebih mudah saya lakukan karena kami tinggal di SITE, hidup bersama dalam satu basecamp.

"Angkat telor" adalah kata yang tepat untuk orang lain menilai saya, karena saya harus bangun lebih pagi agar bisa bersama atasan tersebut yang memiliki kebiasan lari pagi. Melayani segala urusannya, bahkan sampai berbagai hal yang bersifat pribadi. Dari sisi ini memang terlihat terlalu berlebihan, namun ini adalah cara yang cepat  untuk dapat meng- "copy paste" atasan.  Atasan saya ini adalah Project Manager yang berasal dari Australia, dalam usia sekitar 50 tahunan, beliau adalah pribadi yang sangat energik dan selalu fokus pada target pekerjaan. Fokusnya tersebut terkadang menjadi kelemahannya ketika mengabaikan aspek manusiawi, yang sebenarnya sulit saya terima.

Seperti ketika adanya hambatan pekerjaan, ketika harus berhadapan dengan masyarakat lokal yang tidak menerima operasional perusahaan, beliau akan segera mengirim militer.  Maklumlah perusahaan kami perusahaannya"anak babe" waktu itu, basecamp dan proyek kami di kawal sekompi marinir yang ditugaskan khusus untuk membantu kelancaran proyek ini. Tangan besi tanpa belas kasih sering dipraktekannya, untuk atas nama target pekerjaan yang ditetapkannya sangat ketat.

Bahkan ketika berhadapan dengan hal yang berbau mistispun dilibasnya. Adalah hal yang lazim ketika membuka hutan, ada saja beberapa batang pohon yang tidak dapat ditumbangkan dengan alat apapun. Dan ketika ini terjadi, pekerja lokal akan meninggalkan area tersebut, ketika itu atasan saya yang Project Manager ini akan mengambil alih kemudi holder (alat berat), sendirian beliau mendorong pohon-pohon tersebut, dan anehnya ketika kemudi ditangan beliau, pohon yang tadinya tidak bisa bergerak, ketika holder tersebut dikemudikannya, pohon-pohon tersebut bertumbangan.

Karena saya berupaya untuk meniru atasan tersebut, saya beranikan bertanya langsung...kok bisa Pak?, jawabanya sederhana, fokus pada targetmu dan lupakan yang lain.

Pada kesempatan yang lain, ketika terjadi kejadian yang sama, ada pohon besar lainnya yang tidak dapat ditumbangkan, pada saat pekerja lokal berlarian karena situasi tersebut, saya memberanikan diri mengambil alih kemudi. Saya fokuskan pada lahan yang harus bersih pada hari itu juga, saya fokuskan pikiran saya membayangkan target-target pekerjaan yang sudah mulai keteter, bibit singkong sudah bergerak dari pelabuhan ke SITE, mesin pabrik yang harus berputar. Saya tidak memikirkan hal lain apapun. Dan COPAS saya berhasil, dengan mudah saya berhasil menumbangkan pohon besar tersebut. Sejak itulah saya ditunjuk langsung oleh Project Manager untuk memimpin pekerjaan meratakan gunung dan menimbun jurang tersebut.

Meniru atasan dari sisi bersikap, berpikir dan bekerja, menurut saya adalah bagian dari etika profesi. Tentunya untuk hal yang positif dan dalam kavling tujuan perusahaan.

Proyek perkebunan singkong dan pabrik tapioka ini, harus berhenti di awal tahun 2008, ketika gelombang reformasi akhirnya sampai juga di Pulau Flores. Ketika Marinir ditarik pulang untuk mengamankan Ibukota, ketika investor menghentikan aliran modalnya, dan ketika kami tidak menerima gaji lagi, kami karyawan kontrak, dengan sendirinya putus kontrak. Sedangkan bos-bos kami ditarik kembali ke holding.

LEMPAR LAMARAN

Kembali ke Medan, sebagai karyawan yang baru di PHK, dan ternyata saya adalah bagian dari ratusan bahkan mungkin ribuan kawan-kawan juga yang mengalami nasib yang serupa, karena ketika di Tahun 2008 itu, hantaman dolar yang meninggi tiba-tiba, membuat begitu banyak perusahaan yang tutup, dan terpaksa mem-PHK begitu banyak karyawannya. Situasi tersebut, membuat saya mengerjakan apapun yang bisa saya kerjakan.

Kembali menjadi tentor di Bimbingan Test dan Menjadi Guru di Sekolah, serta bersama kawan-kawan kampus membuka outlet penjualan burger kembali saya kerjakan, padahal pekerjaan ini adalah pekerjaan sambilan yang saya lakukan ketika masih berstatus mahasiswa Teknik Industri USU. Sembari mengajar di pagi dan siang hari, serta berjualan burger di malam hari, secara terus menerus saya mengirim lamaran kerja ke berbagai perusahaan, saya masih ingat, saya sudah mengirim 103 lamaran, dan saya berencana masih akan terus mengirimkan lamaran.

Alhamdulillah di Akhir Tahun 2008, saya dipanggil bekerja di salah satu BUMN Survey & Inspeksi yaitu PT. Surveyor Indonesia,  yang pada saat itu merupakan BUMN besar, satu-satunya BUMN yang memiliki cabang hampir di seluruh benua dan tersebar di 22 Kota Pelabuhan di seluruh dunia. BUMN yang waktu itu, salah satu tugasnya adalah sebagai pemeriksa barang yang akan di impor ke Indonesia (Pre Shipment Inspection). Ketika interview, pertanyaan yang tidak dapat saya jawab adalah kapan saya mengirim surat lamaran, karena saya sudah mengirim begitu banyak surat lamaran.

INTEGRITAS

Bekerja di perusahaan plat merah yang bergerak dalam kegiatan survey dan inspeksi, saya ditugaskan dalam berbagai kegiatan pemeriksaan (inspeksi). Saya harus memastikan kesesuaian dokumen dan fisik barang. Pekerjaan ini menghadapkan saya dengan berbagai aktivitas mafia, mempertahankan integritas adalah godaan berat yang harus sehari-hari saya hadapi.

Berbagai tawaran sogokan yang terkadang jumlahnya puluhan gaji saya setahun, adalah hal biasa yang selalu harus tolak. Mampu bertahan dari godaan sogokan dan tetap menjunjung tinggi integritas pastinya merupakan salah satu etika profesi  yang wajib bagi profesi apapun.

Perusahaan tempat saya bekerja, menggunakan berbagai jebakan untuk menguji integritas surveyor dan inspektornya, dan Alhamdulillah, karena saya selalu menjunjung tinggi integritas, tegas dan berani mereject dokumen yang tidak sesuai, saya berhasil mendapatkan karir yang baik. Promosi jabatan yang cepat, awal tahun 1999 saya masih staf, Tahun 2001 menjadi Kepala Seksi dan Tahun 2002 menjadi Manajer.  Waktu itu saya adalah manajer termuda sedunia di PT. Surveyor Indonesia.

TEROBOSAN

Seiring berubahnya berbagai kebijakan Pemerintah Indonesia, tugas dan peran BUMN tempat saya bekerja, mengalami banyak sekali pemangkasan penugasan, Tahun 2003, adalah masa-masa sulit dalam perusahaan kami, satu-satunya penugasan dari Pemerintah yang masih dikerjakan adalah menguji TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) barang-barang sektor MIGAS. Penutupan seluruh cabang luar negeri dan penutupan beberapa cabang dalam negeri, adalah konsekwensi logis dari tidak adanya  pekerjaan. Beruntungnya kami di Cabang Medan, karena masih ada beberapa sektor Migas yang berada di wilayah kerja kami masih beroperasi.

Saya sebagai manajer Cabang Medan, tidak nyaman dengan situasi ini. Ancaman penutupan cabang dan artinya saya harus pindah ke kantor pusat serta pindah mukim ke Jakarta adalah ancaman yang paling menghantui saya. 

Sayalah yang memulai untuk beradaptasi dengan era otonomi. Ketika dulu, Perusahaan selalu mendapat penugasan dari Pemerintah  Pusat, ketika kekuasaan itu sudah dibagi-bagi ke daerah, maka kue anggaran itupun dibagi ke daerah, dan saya memberanikan diri menawarkan fasilitas dan kapasitas perusahaan kami menjadi mitra Pemerintah Daerah.

Proyek-proyek shortime dalam bidang inspeksi dan survey, mulai kami dapatkan dari beberapa Pemerintah Daerah. Seiring dengan perubahan client perusahaan, bidang kerja perusahaan pun menjadi turut berubah menjadi bidang survey, inspeksi dan konsultan, karena pekerjaan-pekerjaan yang bersifat konsultan justru pekerjaan yang dibutuhkan Pemerintah Daerah. Upaya bertahan hidup dan terobosoan untuk terus berkembang menurut saya adalah salah satu etika yang harus dimiliki dalam profesi apapun.

KODE ETIK

Selain sebagai karyawan di BUMN tersebut, saya juga membangun usaha sendiri yang bergerak dalam bidang Event Organizer. Pada awalnya usaha EO yang saya geluti berjalan berbeda dengan pekerjaan saya sebagai karyawan. Namun ketika usaha EO saya mulai mendapatkan pekerjaan dari beberapa Pemerintah Daerah, persinggungan client dan benturan kepentingan mulai terjadi.

Secara sadar, saya menyadari bahwa saya telah melanggar kode etik sebagai karyawan. Seluruh profesi memiliki kode etik tersendiri, mematuhi kode etik adalah etika profesi yang harus dijunjung oleh siapapun. Alasan inilah yang membuat saya untuk memutuskan resign dari posisi nyaman sebagai manajer di salah satu BUMN pada Tahun 2007.

Saya menyadari sepenuhnya, bahwa saya tidak akan lagi menikmati fasilitas kenyamanan ABIDIN (atas biaya dinas), hampir 5 tahun saya tidak pernah ke SPBU, karena binsin mobil di isi kantor, hampir tiap bulan saya terbang ke Jakarta dan menginap di Hotel Bintang atas nama biaya dinas. Namun karena perkembangan usaha EO yang saya jalani sedang bagus-bagusnya, beberapa kontrak besar dan rutin dari beberapa Pemerintah Daerah, saya handle dengan baik, saya putuskan untuk mematuhi kode etik sebagai karyawan.

TOTALITAS

Totalitas, barangkali adalah kata yang tepat. Sebagai penyelenggaran kegiatan, saya menyelenggarakan berbagai event, bahkan di Tahun 2008 terlibat sebagai manager campaign Pilkada Gubernur Sumatera Utara. Setelah selesai event PILGUBSU tersebut, berkebetulan ada seleksi Komisioner di KPU Sumut. Saya melihat bahwa KPU adalah event organizer, lembaga yang menyelenggarakan proses pemilihan, sehingga saya serius mengikuti seleksi tersebut. Seluruh tahapan saya pelajari dengan baik, sehingga menghantarkan saja menjadi salah satu komisioner di KPU Sumut, yang menyelenggaran penyelenggaran Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Tahun 2009. Totalitas sebagai penyelenggara kegiatan tentu telah saya jalani, dari event panggung hiburan sampai ikut sebagai penyelenggara pemilihan presiden. Totalitas dalam melakukan pekerjaan adalah bagian dari etika profesi.

KERIDHOAN

Kelaziman dalam pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah Daerah, mau tidak mau, suka tidak suka harus terlibat. Adalah lazim untuk mendapat kan proyek di Pemerintah Daerah harus diiringi dengan suap/sogokan. Dan menurut saya ini adalah bagian dari ketidakjujuran. Proses pekerjaan yang melanggar sunnatullah (hukum alam). Pelaksanaan sebuah pekerjaan harus berorientasi untuk mendapatkan ke-Ridho-an Allah. Etika Profesi harus menjunjung nilai-nilai ketuhanan, Hidup Bahagia Mati Masuk Surga.

Dan Etika Profesi menjunjung nilai-nilai ketuhanan ini yang telah saya langgar ketika mendapatkan beberapa kontrak dari beberapa Pemerintah Daerah, atas nama fee, bagi hasil, bagi-bagi keuntungan, ataupun terpaksa memberi karena terperas oleh sistem. Pelanggaran etika profesi tersebut, terpaksa saya bayar mahal dengan konsekwensi hukum pidana pada Tahun 2010. Walaupun pada akhirnya saya hanya menjalani 6 bulan hukuman, karena kepiawaian laywer yang memindahkan penyuap menjadi korban pemerasan. Namun saya tetap jujur mengakui bahwa saya telah melanggar Kode Etik Profesi yaitu menjunjung nilai-nilai keTuhanan.  Perbedaan Korban Pemerasan dan  Mau  Diperas dalam berbagai proyek pemerintah itu tipis saja dan entah kapan bisa dihilangkan, tapi yang pasti, pelanggaran etika profesi, sadar atau tidak sadar, lazim atau tidak lazim, tetap akan ada konsekwensinya.

Medan, 2 Oktober 2017

Sirajuddin Gayo, S.T., M.M.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun