Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Gara-Gara Tema Artikel, BPIP Mau Dibubarkan, Itu Namanya Main Kasar dalam Demokrasi?

15 Agustus 2021   10:50 Diperbarui: 15 Agustus 2021   11:08 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hanya karena pihak Badan Ideologi Pembinaan Pancasila (BPIP) mau mengadakan kompetisi penulisan artikel tingkat nasional dalam menyambut Hari Santri Nasional, dengan tema:

  1. Hormat Bendera Menurut Hukum Islam;
  2. Menyanyikan Lagu Kebangsaan Menurut Hukum Islam.

Maka adalah tanggapan pro-kontra terhadap tema tersebut. Sesungguhnya, dalam iklim demokrasi pro-kontra bahkan kontroversi merupakan keharusan. Tetapi, bagaimana kita dapat mengelola perbedaan, keragaman, dan ketidaksetujuan itu sesuatu juga yang menunjukkan kedewasaan dalam berdemokrasi.

Tapi, mau main bubarkan atas pendapat sendiri terhadap lembaga atau badan negara yang sah merupakan sesuatu yang inkonstitusional? Sekaligus menunjukkan sikap "keistikomahan" yang agak berlebihan terhadap pendapat diri sendiri yang mungkin berbaur dengan keangkuhan pribadi?

 Komentar Kontra

Beginilah di antara komentar kontra oknum yang dikategorikan sebagai tokoh di Indonesia terkait dengan tema lomba penulisan artikel yang diinisiasi BPIP:

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas mengkritik lomba penulisan artikel yang diadakan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Dia pun mendorong pembubaran BPIP jika lembaga itu tak ada manfaatnya. (cnnindonesia.com).

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengkritik tema lomba 'Hormat Bendera Menurut Hukum Islam' dan meminta agar Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) selaku pembuat lomba dibubarkan. (detik.com).

Politikus Gerindra, Fadli Zon, menyebut lomba menulis artikel bertema 'Hormat Bendera Menurut Hukum Islam' yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sebagai produk islamophobia. (detik.com).

Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, mengkritik tema penulisan dalam lomba tersebut. Menurut Mardani, tema yang diangkat menjadi materi lomba tersebut aneh dan terkesan tendensius. "Ada ide tema lain yang lebih visioner dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional seperti Pandangan Santri dalam bahaya Perubahan Iklim atau Santri untuk Indonesia Bebas Korupsi," kata Mardani. (cnnindonesia.com)

Wakil Ketua Umum DPP PPP Arsul Sani minta mengganti tema lomba menulis artikel 'Hormat Bendera Menurut Islam' yang digelar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang digelar dalam rangka memperingati Hari Santri Nasional. "Cobalah (tema) diganti, misalnya bukan dengan menulis atau berargumentasi tentang hormat bendera dan menyanyikan lagu kebangsaan. Tapi lomba foto dengan pakaian santri hormat pada bendera atau menyanyikan lagu kebangsaan. Jadi bukan ditanya pandangan hukumnya tentang kedua hal itu," tegas Arsul. (https://ppp.or.id/).

Ustadz Adi Hidayat menilai tema yang diperlombakan, dari struktur penyusunan tema, tidak memenuhi struktur berpikir yang sempurna. (https://nasional.sindonews.com).

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Toto Izul Fatah, kata mereka: Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) telah kehilangan arah yang akut dan cenderung mengidap skizofrenia, sejenis gangguan jiwa dalam proses berpikir terbelah yang halusinatif dan paranoia, dalam merespon isu-isu besar nasional. (https://akurat.co).

Komentar Pro

Komentar tokoh di Indonesia, di antaranya:

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Marsudi Syuhud menganggap biasa lomba penulisan artikel BPIP itu tanpa tendensi tertentu karena disesuaikan dengan Hari Santri dan menjelang 17 Agustus.

Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo mengatakan pilihan tema tersebut menyesuaikan dengan konteks Hari Santri. BPIP melihat pentingnya nilai-nilai keagamaan dalam menyikapi cinta tanah air.

Mahfud MD kritik itu anggap vitamin, agak netral.

Prof. Dr. H. Wawan Wahyudin, M.Pd resmi menjadi Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin (SMH), mendukung tema lomba artikel itu.

Pengikut tarekat Sunan Anbia dan anggota Majelis Ayat Kursi Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA. Ph.D. selalu mendoakan pintu ilmu, rezki, kursi, dan turunan hingga masuk istana negara, bagaian dari pemerintahan, bukan anti- pemerintah.

Perbandingan

Belum lagi kita perhitungkan yang pro-kontra di media sosial atau orang per orang. Dalam persepsi saya sebagaimana saya petik di atas, rasanya yang paling lantang menolak tema lomba adalah tergolong "minoritas" tapi mengatasnamakan diri sebagai atau memosisikan diri sebagai "mayoritas?" Atau menunjukkan diri seolah paling cinta tanah air Indonesia, seraya agak mengecilkan peran orang lain. Padahal, kita semua sama-sama berbuat atau sedang berupaya demi kemajuan bangsa Indonesia.

Kalau kita sederhanakan komentar kontra di atas, ada komentar tokoh yang mengatakan BPIP dibubarkan saja, karena tidak peka di tengah Covid, ada yang bilang dibubarkan saja kalau sudah tidak ada manfaatnya?

Ada yang bilang tema ini, Islamofobia, justru kurasa si kawan kita itulah yang berlebihan fobia terhadap BPIP, mungkin ya?

Ada yang berupaya memberikan usul tema! Ahai, memang dia bisa menulis artikel ilmiah gak? Ahai! Dikiranya, orang yang buat tema di BPIP tanpa pertimbangan ilmiah? Padahal yang di BPIP aku rasa lebih banyak menulis ilmiah daripada mereka yang sekadar sarankan usul dan usung tema lain.

Tanggapan yang lain, katanya BPIP mengidap skizofrenia. Apakah dia psikolog? Kadang kita lumrah menuduh orang lain skizofrenia padahal kita sendirilah yang begitu. Menyelami pikiran dan perasaan orang lain secara autobiografis merupakan ilunisasi maniak, berlebihan?

Ada pun pihak yang pro, tampaknya mereka sudah terbiasa dengan perbedaan dan menerima keragaman bahkan keganjilan sesuatu yang masih dapat didialogkan dan diskusikan.

Di negara seperti Amerika Serikat, Anda berpendapat aneh, ganjil di luar pendapat umum, tidak akan menjadi urusan umu asal masih pribadi. Misalnya, Obama dulu pro-aborsi dan LGBT? Malah, mereka buka Fakultas/Jurusan/Program studi di universitas terkait itu menjadi kajian ilmiah.

Mungkin kita sebagian di Indonesia, kalau ada yang begitu atau berbeda pendapat dengan pendapat umum, ada oknum yang main ancam bunuh atau usir? Atau setidaknya debat kusir hingga kursi melayang? Padahal, kita perlu lebih dewasa menghadapi keanehan yang terjadi dalam demokrasi. Bukan main bubarkan atau usir?

Pandangan Saya

Saya sendiri termasuk bagian dari yang pro atau merasa tema lomba artikel tersebut relevan dan penting buat bangsa Indonesia kini. Karena kita perlu mengakui masih ada orang atau kelompok yang beranggapan hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia raya itu hukumnya: haram bahkan syirik?

Sebagai guru di tingkat menengah, saya mengetahui ada beberapa remaja yang sangat anti pemerintah dari ucapan dan komentarnya. Bahkan saya pernah mengajar pada SMA Islam Terpadu, beberapa pertanyaan siswa membuat saya kaget, karena mereka mempertanyakan hukum hormat bendera kepada saya? Padahal saya guru bahasa Arab waktu itu. Cuma karena saya mengerti kebanyak pengelola sekolah waktu itu ada afiliasinya dengan partai dan organisasi tertentu sehingga saya menduga barangkali asal muasal pertanyaan itu karena mentoring dari partai/organisasi tersebut.

Dari pertanyaan beberapa oknum "pelajar Islam" aku tahu maksud mereka, sebenarnya mereka tidak mau menghormati bendera karena mereka anggap haram dan bahkan syirik.

Begitupun saya tetap menunjukkan posisi saya bahwa bagi saya menghormati bendera adalah wajib sebagai landasan cinta tanah air. Karena hal itu juga bagian dari konstitusi negara dan agama juga mengajarkan persatuan bukan perpecahan demi kedamaian, kemajuan, dan kemakmuran.

Ada siswa yang menggelengkan kepala dan mengernitkan wajah atas penjelasan saya, tetapi saya intinya memaklumi ada bebeberap oknum guru atau yayasan yang mempertentangkan keyakinan agama dengan negara. Mempertentangkan hukum agama dengan hukum negara. Mempertentangkan hukum agama dengan hukum adat. Mempertentangkan prinsip agama dan negara, dan begitulah seterusnya dipicu sadar atau kurang sadar sehingga pada akhirnya merasa bahwa yang paling istikomah adalah anti pemerintah?

Meskipun demikian, sebagian selalu agak malu-malu tetap mengikuti sekolah ikatan dinas atau melamar menjadi aparatur negara?

Saya juga mengetahui ada sebagian lembaga sekolah/madrasah yang tidak pernah mengadakan upacara bendera setiap senin? Karena mereka beranggapan hal itu buang waktu dan mungkin betul kurang mencintai tanah air Indonesia?

Maka karena itulah saya mendukung penuh tema yang diangkat BPIP untuk hukum menghormat bendera atau menyanyikan lagu Indonesia. Kalau keberatan silakan ikuti lomba tersebut, siapa tahu Anda menang?

Terakhir kepada mereka yang menolak tema lomba ini secara berlebihan, aku khawatir jangan-jangan mereka dulu tidak menyantri? Atau menyantri tetapi jarang upacara bendera? Saya bersyukur sejak saya SD, hingga ke Pondok Pesantren Darul Ulum Nabundong, upacara bendera setiap Senin wajib bagi pesantren kami. Bukan hanya sunah, melainkan sekali lagi wajib.

Maka mereka yang mengatakan tema ini usang, tidak sensitif, dan mengungkit masa lalu, hemat saya karena mereka mungkin tidak mengalami seperti yang saya tuturkan tadi. Misalnya, sebagai guru saya mengerti ada banyak pelajara sederajat SMA yang masih mempertanyakan itu dan mereka seolah memosisikan diri sebagai oposan pemerintah. Padahal, tidak mempunyai partai?

Ini pandangan subjektif dan saya kadang terlalu tendensius menyangkut pandangan yang saya bela, tetapi pengakuan demikian terkesan jujur daripada aku mengakui objektif padahal sebenarnya berbaur prasangka. Kadang dalam pengakuan yang seolah rendah hati ini masih tersimpan rasa angkuh di dalamnya. Semacam kemunafikan dalam menulis opini ini. Horas!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun