Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Terima Kasih atau Syukur Itu Tindakan Memberi

23 Mei 2020   09:25 Diperbarui: 23 Mei 2020   09:21 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


Terima kasih terdiri atas dua kata: terima dan kasih. Artinya, apa yang diterima sebaiknya dikasih, diberi, dan diterbari kepada orang lain serta semesta.

Apa yang kita dapati selayaknya disalurkan pada orang lain. Kalau kita menerima dan lalu segera memberi itulah artinya kita terima berkasih. Orang yang berkasih atau memberi merupakan orang yang paling bahagia hidupnya. Sebaliknya, orang yang hanya menerima tanpa mau memberi tanda derita hidupnya.

Betapa malangnya kalau ada orang hanya berpikir menerima. Bisa jadi lebih miskin dan fakir daripada orang lemah meskipun ia tampak kaya secara material. Jiwanya sungguh melarat dengan sikapnya yang bakhil, pelit, dan kikir karean enggan memberi.

Orang yang memberi sama dengan rekening bank kebaikan yang terus menabung kebaikannya, sedangkan orang menerima berarti menarik rekening kebaikannya sampai kandas?

Syukur

Kata syukur yang kita gunakan dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab, sy-k-r. Syukur atau bersyukur, biasanya kita lekatkan bersyukur kepada Tuhan. Berterima kasih kepada Tuhan maksudnya ada banyak nikmat Tuhan yang dianugeri pada manusia, manusia yang bersyukur akan menggunakan dan memanfaatkan nikmat itu pada jalan kebaikan, bukan fasilitas untuk keburukan dan kejahatan.

Lawan kata syukur adalah kufur. Kufur secara bahasa berarti menutupi atau melupakan. Artinya, kalau kita bersyukur berarti kita terdorong mengingat si pemberi dan karena itu kita bertindak memberi kepada orang lain. Sedangkan kalau kufur sama dengan melupakan si pemberi dan hanya mau menerima serta menolak berbagi.

Siapa yang bersyukur atau syukur sebagaimana juga kufur, itu tidak menambahi atau mengurangi derajat Tuhan. Sebab, syukur atau kufur itu semua terkait dengan manusia, dengan syukur manusia menjadi baik sedangkan kufur membuat manusia buruk. Artinya, siapa yang syukur atau kufur akibat baik atau buruknya menimpa manusia itu juga.

 "...Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat." (QS. Ibrahim: 7).

Itu, janji Tuhan siapa yang syukur pasti mendapati tambahan nikmat, sedangkan siapa yang kufur kena azab.

Begitulah hukum rasa syukur sama halnya dengan hukum alam atau hukum fisika. Artinya kalau kita menyeberangi Selat Sunda (Bakahuni-Merak, penghubung Sumatera--Jawa) dengan hanya berenang pakai dua tangan, tanpa alat atau naik kapal, kita pastilah tenggelam dan tewas sia-sia. Serupa halnya, kita menjatuhkan diri dari tingkat lantai tertinggi gedung pencakar langit tanpa alat penyeimbang, kita remuk dan namanya bunuh diri?

Meski hukum rasa syukur tidak kontan seperti itu, prosesnya tetap menuju ke situ. Maksudnya, orang yang syukur pastilah sangat bahagia, karena ia menyadari berlimpahnya nikmat Tuhan yang diperoleh, sehingga ia suka dan gemar berbagi atau memberi kepada yang lain dan semesta.

Sebaliknya, orang tidak mau terima kasih atau tidak bersyukur, pastilah orang yang menderita. Kerjanya dalam hidup hanyalah, menerima, bakhil, pelit, kikir, mengeluh, menggerutu, berkeluh kesah, kritik berlebihan, terburu-buru, tergesa-gesa, ingin instan, marah-marah, sesak napas, dan hanya menimbun atau menabung harta benda. Sampai batas akhir hayatnya, ia sangat kikir bukan hanya untuk orang lain, bahkan untuk dirinya sendiri?

Bukankah contoh yang terakhir itu semacam hukuman psikologis, betapa azab orang yang tak terima kasih itu sedemikian pedih.

Apa yang Diberikan?

Pemberian itu dapat berupa harta benda yang diterima lalu dikasih sebagiannya kepada orang lain dan kebaikan serta kedamaian dunia.

Tapi, jenis pemberian juga dapat berupa ilmu pengetahuan, sikap bijak, nasihat, motivasi, pelatihan, waktu, cinta, uang, atau berbagi lainnya yang bermanfaat untuk kemanusiaan dan alam semesta.

Kepada Siapa?

Kepada siapa saja. Jangan harus menyelidik keyakinan, agama, budaya, suku, etnis, kabilah, marga, latar belakang, warna kulit, jenis kelamin, dan identitas lainnya yang awalnya hanya penandaan kita buat menjadi kotak dan kontak perbedaan berlebihan berbaur dengan rasa angkuh yang kolot?

Jangan Mengharap Balasan?

Memberilah secara ikhlas dan tulus. Jangan mengharapkan balasan, bahkan ucapan terima kasih pun, tak usah diharapkan.

"Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan keridaan Allah, kami tidak mengharap balasan dan terima kasih dari kamu." (QS. Al-Insan: 9).

Karena, memberi dengan maksud mengharapkan balasan mengurangi ketulusan. Setidaknya, dapat membuat kecewa.

Dengan tulus memberi, pastilah Tuhan memberi dengan cara lain kepada pemberi. Sebagaimana juga halnya semesta, matahari, bulan, udara, hujan, pohon, dan sebagainya memancarkan sinar, semangat, udara, air, dan tempat teduh. Manusia lebih layak lagi untuk memberi, jangan hanya menggunakan atau bahkan merusaknya.

Saya ingin menutup ini dengan kisah seorang bijak. Seorang turis kehabisan uang di negara lain. Ia bertemu dengan seorang bijak dan berkata butuh uang untuk ongkos pulang ke negaranya. Si bijak memberikan uangnya, ketika si turis minta alamat si bijak bestari agar suatu waktu ia dapat mengembalikan duit itu. Si bijak menatapnya dengan penuh senyuman tulus seraya menjawab, "Gunakanlah dan tak perlu dikembalikan lagi!" Si turis kaget! Kok, bisa? Si bijak berkata, "Aku banyak menerima bantuan dari orang lain?"Sambil keduanya berpisah dan tak kunjung bertemu lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun