“Baiklah!” jawabku dan Rana serempak.
Selama pelajaran berlangsung, aku sama sekali tidak bisa berkonsentrasi. Aku memang tidak sebangku dengan mereka berdua. Indi satu bangku dengan Rana. Mereka terlihat bahagia. Sementara aku, setelah ajakan Indi tadi aku merasakan sesuatu yang mengganjal di hatiku. Entah perasaan apa ini tapi yang pasti seperti suatu kekhawatiran ditinggal oleh orang tersayang.
Sepulang sekolah…
“Sudah izin, kan?” tanya Indi.
“Sudah. Kita mau kemana memangnya?” balasku.
“Kita ke studio musik sepupuku,” jawab Indi.
“Hah? Katanya kamu tahu tempat makan terbaru di sini. Kenapa nyasar di studio musik, sih?” kesal Rana yang doyan makan.
“Siapa juga bilang mau makan, hehe. Kamu kan punya suara bagus, jangan disembunyikan! Sebelum kamu kehilangan suaramu,” jawab Indi sembari menarik aku dan Rana.
“Bukannya suaramu lebih bagus dari aku?” balas Rana sambil menyesuaikan langkahnya dengan langkahku dan Indi, ia memang lebih pendek dari kami.
“Bisa jadi!” jawab Indi sambil tersenyum. Rana menatapku sembari berjalan. Tatapan itu. Ya, aku tahu arti tatapan itu. Sekalipun Rana tak pernah mengatakannya aku tahu apa yang ingin ia sampaikan. Itu artinya, ia khawatir dengan keadaan Indi.
Di studio musik, kami memainkan semua alat musik yang ada. Indi kemudian meminta microphone pada sepupunya dan bernyanyi bersama kami. Kami sangat bahagia sampai-sampai aku lupa akan kekhawatiranku dengan keadaan Indi.