KesimpulanÂ
Dengan Kedua penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa perempuan bisa saja menjadi pelaku maupun korban, hal ini dapat dilihat pada tujuan dan keadaan yang dialami perempuan.Â
Perempuan yang awalnya hanya berperan sebagai pendukung juga bisa jadi pelaku aktif dalam terorisme. selain itu banyak juga perempuan yang terpaksa menjadi pelaku penyerangan karena doktrin serta ancaman dari pemimpin organisasi. Maka dari itu diperlukan pemahaman lebih lanjut bahwa perempuan memiliki identitas berbeda dalam perannya di organisasi terorisme.
Dengan fakta bahwa perempuan dapat berperan sebagai pelaku dan adakalanya perempuan merupakan korban, hal ini dapat menjadi pertimbangan dalam menangani kasus tersebut. Pertimbangan tersebut dapat dijadikan sebagai bahan penanganan lanjutan tentang aksi terorisme.
References
Banks, C., 2019. Introduction: Women, Gender, and Terrorism: Gendering Terrorism, Women & Criminal Justice. Routledge, Issue 29:, pp. 4-5.
BBC News Indonesia. (2021). Penembakan Mabes Polri: 'Terduga teroris berideologi ISIS', polisi ungkap identitas perempuan 25 tahun pelaku serangan. Retrieved April 18, 2022, from https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-56579674
Crelinsten, R., 2022. Online Gender-Based Violence is Endemic: It Should Be Considered a Form of Terrorism. [Online]
Available at: https://www.cigionline.org/articles/online-gender-based-violence-is-endemic-it-should-be-considered-a-form-of-terrorism/
[Accessed 15 May 2022].
Cyndi Banks (2019) Introduction: Women, Gender, and Terrorism: Gendering Terrorism, Women & Criminal Justice, 29:4-5, 181-187, DOI: 10.1080/08974454.2019.1633612
Daliwal, S. & Kelly, L., 2020. The Links Between Radicalisation and Violence Against Women and Girl. s.l.:London Metropolitan Unoversity.
G. R. (2021). Salience identity of women in terrorism. Gender Equality: International Journal of Child and Gender Studies. doi:https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/equality/article/view/10407