Mohon tunggu...
Sinta Rusmawati
Sinta Rusmawati Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

Mahasiswa Hubungan Internasional UPN veteran Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perempuan dalam Terorisme di Indonesia: Aktor Utama atau Korban?

16 Juni 2022   18:41 Diperbarui: 16 Juni 2022   18:46 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kasus bom bunuh diri di Surabaya pada 13 Mei 2018 menandakan bahwa perempuan dapat menjadi strategi operasi terorisme. Aksi pengeboman gereja yang dilakukan oleh Satu keluarga yaitu Dita Oepriarto, Puji Kuswati, dan keempat anak-anaknya. Aksi pengeboman tersebut dilakukan dengan memberi sabuk bom kepada kedua anak perempuan Bersama sang ibu dan meledakkan diri di depan gereja. Aksi tersebut berhasil menewaskan 18 orang, yaitu 6 pelaku dan 12 masyarakat umum (Voi.id, 2021).

Strategi perlibatan perempuan dan anak dalam aksi terorisme memberikan keuntungan. Sebagai contoh kasus Bom Surabaya tersebut telah menjadi perhatian dunia, meraih simpati yang lebih besar terhadap tujuan para teroris, meningkatkan ketakutan publik. Hal ini menandakan bahwa tujuan terorisme dengan mudah tercapai dengan menggunakan strategi perempuan sebagai pejuang.

Kelompok teroris telah menargetkan perempuan melalui aksi dengan tindakan seksual yang berbasis gender serta kekerasan untuk mencapai tujuan ideologi dan tujuan taktis. Banyak perempuan yang terlibat dalam kelompok terorisme akibat dari paksaan dan diluar kemauan, keterlibatan paksaan tersebut dilakukan dengan berbagai cara seperti membuat ancaman, menculik, hingga ancaman terhadap orang terdekat seperti kepada keluarga (UNODC, 2019).

Selain mendapat kekerasan dan tindakan seksual, tidak jarang perempuan yang menjadi korban dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok seperti untuk membantu menyembunyikan pelaku teror. 

Perempuan yang menjadi korban hingga masuk ke dalam kelompok terorisme biasanya direkrut oleh keluarga mereka sendiri secara tidak sadar seperti oleh ayah, suami, hingga keluarga laki-laki lainnya. Hal tersebut diperkuat dengan statemen yang diberikan bahwa perempuan harus patuh dan tidak melawan,  kondisi tersebut tentu saja membuat para perempuan tidak berdaya dan kesulitan untuk melawan (Zuriah, 2022). 

Penargetan perempuan oleh kelompok terorisme juga sering kali dilakukan dengan tujuan khusus dan pasti akan melibatkan  tindakan kekerasan seksual berbasis gender, seperti pernikahan paksa, pemerkosaan, hingga perbudakan seksual (Crelinsten, 2022). 

Hal tersebut dirancang sebagai upaya untuk mengintimidasi para perempuan untuk tidak terlibat dan berpartisipasi dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Keterlibatan perempuan sebagai korban dapat dimulai dari kekerasan rumah tangga terutama dari pasangan yang telah bergabung dengan kelompok radikal atau terorisme.

Kekerasan yang melibatkan seksualitas pada perempuan telah berfungsi sebagai upaya untuk mempromosikan tujuan teroris dari perhatian media,  meningkatkan rasa takut dan khawatir, simpati yang lebih besar, serta untuk memperluas jumlah rekrutan atau anggota. 

Pernyataan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa perempuan perempuan tidak memiliki kredibilitas sebagai aktor terorisme dan jarang menduduki posisi sebagai pemimpin (Banks, 2019). Kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan oleh kelompok teroris cenderung dianggap menguntungkan karena keberadaan kelompok tersebut telah diliput. 

Meskipun banyak perempuan yang telah menjadi korban kekerasan terorisme hal tersebut tidak jarang diabaikan bahkan hanya sedikit yang dipertimbangkan karena dianggap tidak begitu terlibat dalam garis depan aksi terorisme. 

Hal tersebut juga didukung bahwa para perempuan sering kali tidak memiliki kekuatan untuk memberontak karena tidak dihormati oleh laki-laki. Banyak kelompok ekstrimis yang tidak hanya memperdagangkan perempuan untuk tujuan kelompok saja tetapi sebagai award atau hadiah yang akan diberikan pada anggota kelompok laki-laki dengan pernikahan secara paksa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun