Mohon tunggu...
Sindi Darmawan Prasetyo
Sindi Darmawan Prasetyo Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca yang ingin menulis

Menulis sedikit tapi bermanfaat, karena memberi inspirasi lebih penting dari sekedar menjadi viral

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Crazy Rich Premiership, Mencatat Sejarah dengan Tinta Poundsterling

21 April 2020   17:17 Diperbarui: 22 April 2020   17:22 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : insider.co.uk

Pun demikian dengan pelatih lokal. Hanya ada 9 pelatih Inggris di antara 11 pelatih asing. Frank Lampard jadi satu-satunya pelatih dalam negeri yang masuk jajaran klub top six.

Glamornya Premier League adalah fatamorgana bagi Timnas Inggris. Kompetisi yang berkontribusi secara ekonomi nyatanya tidak memberi kontribusi kualitas ke Timnas. Prestasi mereka belum pernah lagi muncul ke permukaan sejak meraih juara Piala Dunia 1966.

Inggris di Piala Dunia 1966 adalah contoh produk terbaik kompetisi. Sebelum mengemban jabatan pelatih Inggris sejak 1963, Sir Alf Ramsey adalah pelatih yang membawa Ipswich juara Divisi Satu (sekarang EPL) 1961/1962. Skuad Inggris berisi pemain yang mayoritas berstatus punggawa klub papan atas, seperti Bobby Charlton, Jack Charlton dan Geoff Hurst.

Pasca era Ramsey, Inggris belum pernah lagi ditangani pelatih dengan profil pemenang gelar. pelatih lokal Inggris dengan reputasi terbaik adalah Sir Bobby Robson dengan riwayat gelar domestik Spanyol. Setelah itu jabatan pelatih hanya diwariskan secara turun temurun kepada orang Inggris dengan riwayat karir yang biasa-biasa saja.

Satu sisi kelam Crazy Rich Premiership adalah sulitnya melihat prestasi Timnas Inggris berjalan beriringan dengan prestasi klub. EPL lebih liberal menerima arus dari luar. Sedangkan Timnas Inggris lebih konservatif yang tidak ingin meninggalkan unsur Britanianya.

Ini baru fase awal Crazy Rich Premiership. Dimana klub kaya baru telah membuktikan bisa menukar uang dengan gelar. Selanjutnya waktu yang akan membuktikan apakah klub-klub kaya itu suatu saat mampu membeli sejarah.

Jika itu sampai terjadi maka MU dan Liverpool yang susah payah mengkoleksi gelar harus rela jika tinta poundsterling mampu menghapus tinta emas yang telah mereka tulis.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun