Mohon tunggu...
Sindi Darmawan Prasetyo
Sindi Darmawan Prasetyo Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca yang ingin menulis

Menulis sedikit tapi bermanfaat, karena memberi inspirasi lebih penting dari sekedar menjadi viral

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Crazy Rich Premiership, Mencatat Sejarah dengan Tinta Poundsterling

21 April 2020   17:17 Diperbarui: 22 April 2020   17:22 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : insider.co.uk

Hal ini dipandang sebagai peluang emas bagi investor. Lihat bagaimana Mike Ashley membeli Newcastle dengan harga 134,4 juta pound pada 2007, berpeluang menjualnya kembali dengan harga 300 juta pound. Keuntungan 124 persen dalam kurun waktu 13 tahun membuktikan bahwa investasi di EPL tidak pernah salah.

Selain mendapat keuntungan finansial ada keuntungan prestis yang didapat sang pemilik. Pemilik klub ibarat mengiklankan dirinya lewat media besar. Menurut buku karangan James Montague yang berjudul 'The Billionaires Club: The Unstopabble Rise of Footballs Super Rich Owners,' ada penghargaan psikis saat seseorang memiliki klub olahraga elit. Pemilik akan mendapat publisitas secara cuma-cuma, pencitraan positif dan diterima dalam pergaulan elit sosial.

Belasan tahun lalu banyak orang tidak tahu siapa Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan. Tapi dia jadi begitu dipuja setelah membeli Man City.

Sekarang orang lebih mengenal Roman Abramovich sebagai bos Chelsea daripada sebagai pebisnis minyak yang lebih dulu membuatnya kaya.

Bahkan bagi orang-orang di luar Italia dulu, Silvio Berlusconi lebih terkenal sebagai presiden AC Milan daripada Perdana Menteri Italia.

Investasi besar membuktikan EPL bisa ditaklukan lewat teori menukar uang dengan gelar. Abramovich hanya butuh dua musim untuk melihat investasinya berhasil membawa Chelsea juara. Sheikh Mansour butuh tiga musim untuk melihat Man City mengangkat gelar.

Bandingkan dengan Martin Edwards dan Sir Alex Ferguson yang membangun MU dengan cara konservatif dan butuh waktu enam musim untuk melihat usaha mereka berhasil.

EPL adalah pasar bebas. Siapapun bisa memiliki klub asal mampu memenuhi harga di pasar. Faktanya investor Inggris tidak mampu bersaing di sana.

Hanya Daniel Levy yang menjaga martabat orang Inggris yang memiliki aset negeri berupa klub sepakbola yang kuat. Tottenham Hotspur miliknya masih dianggap pesaing papan atas. Tidak demikian dengan West Ham, Burnley, Brighton dan Norwich yang berstatus semenjana.

Tersisihnya orang Inggris tidak hanya terjadi di level pemilik klub. Bakat-bakat Britania perlahan tergeser oleh pemain-pemain asing. Bagi klub berbudget besar bermental kapitalis, membeli pemain bintang adalah jalan pintas yang lebih cepat daripada menunggu bakat-bakat dalam negeri berkembang.

Menurut data dari laman transfermarkt.com hanya ada 182 pemain lokal dari total 512 pemain yang beredar di EPL musim ini. Artinya populasi pemain lokal hanya 35,5%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun