Sedangkan bantuan lain diberikan dalam bentuk subsidi harga. Seperti pembebasan dan diskon tarif listrik.
Angka-angka itu tentu jauh dari kondisi normal. Jangankan untuk menggantikan pendapatan yang hilang karena tidak bekerja, untuk sekedar memenuhi kebutuhan hidup layak saja masih jauh.
Penduduk yang membutuhkan bantuan bisa lebih dari yang diperkirakan pemerintah, seiring potensi munculnya kelompok miskin baru akibat dampak ekonomi Covid19.
Lockdown juga berkorelasi terhadap waktu, semakin lama penerapan lockdown, semakin terbuka resiko penyebaran virus, dan akan semakin tinggi biaya recovery.
Jika kita bicara lockdown dalam 1-2 minggu yang lalu, maka Jabodetabek saja yang perlu dilockdown. Tapi jika melihat kondisi kini, mustahil melockdown seluruh wilayah zona merah.
Hitung-hitungan itu memberi gambaran kesiapan ekonomi suatu negara dalam menghadapi skenario lockdown. Lockdown adalah tentang bagaimana negara menyiapkan anggaran dan mengambil keputusan dengan segera. Semakin cepat dilakukan maka itu akan menjadi investasi yang efisien untuk memenangkan waktu melawan Covid19.
Bagi kita yang tinggal di negara dengan kondisi ekonomi yang belum mampu membiayai lockdown, maka upaya penyebaran Covid19 cenderung dilakukan secara parsial dan terkadang dengan kesiapan mandiri masyarakat.
Sehingga PSBB adalah upaya paling memungkinkan yang harus diterima dan perlu dimaknai baik dengan sikap kepatuhan yang tinggi. Menjaga diri dari ancaman virus sudah menjadi tanggung jawab individu. Selama masih bisa produktif dan tetap sehat adalah hal terbaik dalam situasi sekarang. (sdp)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H