Mohon tunggu...
Sabbihisma Dewi
Sabbihisma Dewi Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Baru lulus

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menikmati Puncak Tertinggi Sumut

19 Januari 2019   16:59 Diperbarui: 19 Januari 2019   17:15 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Di Sumatera Utara ada tiga gunung yang menjulang tinggi. Sinabung, Sibayak dan Sibuatan. Dan sibayak adalah gunung yang sudah berkali-kali ku kunjungi. Sedangkan Sinabung belum memungkin kan untuk di daki karena semenjak tahun 2010 yang lalu dia aktif kembali sejak tahun 1600. Dan masih sering meletus hingga sekarang.Kemudian Sibuatan. Yah, aku jatuh cinta dengannya. Baru-baru saja aku mendaki gunung ini.Dan semuanya bermula dari planning orang lain.

Saat itu, aku hanya ikut berkumpul santai dengan teman-temanku yang ku temui juga saat mendaki Sibayak dua tahun lalu. Kami berbincang gak penting sampai mereka mengatakan ingin mendaki Gunung Sibuatan. Sebenarnya itu adalah rencana Kiki dan temannya yang tak ku kenal. Dan dengan semangat yang biasa saja aku menyatakan untuk ikut. Karena untuk tahun ini memang aku sedang ingin berkeliling Sumatera Utara.

Saat aku menyatakan untuk ikut, aku melihat raut wajah yang tak yakin dari mereka. Kurasa mereka tak yakin aku sanggup mendaki Sibuatan. Bayangkan 8 jam berjalan kaki, melewati lumpur dan akar-akar pohon dari hutan rimba. Dan sebenarnya aku pun merasa takut tak sanggup nantinya. Sehingga dalam seminggu, terkadang aku berpikiran untuk membatalkan pergi. Selain karena medannya yang ekstrem kata mereka, sepatu pun menjadi masalahnya. 

Karena aku adalah pendaki karbitan, tentu harga sepatu gunung yang nyaris jutaan membuatku belum bertekad berkorban untuk membelinya. Yang pada akhirnya aku terpaksa memakai sepatu lari.

Hari demi hari berlalu. Teman-teman yang tadinya bersemangat hendak ikut pun satu persatu membatalkan ikut. Entah apa alasannya.

"Lari pagi umi, biar tahan nafasnya" kata Danu mengingatkan, yang dia pun semula ingin ikut namun membatalkan.

Aku pun berencana untuk berlari seminggu sebelum berangkat. Namun apalah daya, dengan berbagai alasan sehingga hanya dua hari sebelum berangkat saja aku lari pagi dan itu pun hanya di gang kecil dekat rumah saja. Tapi aku bersyukur, dua hari itu benar-benar berpengaruh bagiku saat perjalanan. Aku tak terlalu lelah hingga memasuki shelter 4. Dan setelahnya, hmm lumayan juga.

Hari yang di nanti tiba, aku menyiapkan baju-baju dan segala hal yang ku perlukan nanti ke dalam tas ku. Sambil bermalas-malasan, akhirnya jam 10 pagi aku menuju ke titik kumpul. Niat tak niat, segala keperluan dan logistik baru kami persiapkan dan beli hari itu. Kami berangkat setelah kedua teman ku menunaikan solat jumat. Dan pada akhirnya kami berangkat hanya bertiga. Yaa bertiga. Yang biasanya selalu pergi nyaris berlima belas orang, kali ini hanya bertiga dan itu ke Sibuatan. Akan segaring apa kami nanti. Tapi ah sudahlah, toh disana juga nanti akan bertemu pendaki-pendaki yang lain.

Kami berangkat jam setengah 3 dari jalan Halat menuju Simpang Pos naik angkot 121A, dengan ongkos lima ribu rupiah. Kemudian dilanjut dari Simpang Pos menuju terminal Kabanjahe menggunakan bus Sutra, dengan ongkos 15 ribu. Diperjalanan saat matahari mulai terbenam aku disuguhi dengan fana merah jambu, sambil mendengarkan musik Yiruma dan Sungha Jung rasanya duhh nikmatnya.

Sampai di terminal kami turun dan nyaris tak menemukan lagi angkot Simas yang harusnya membawa kami sampai ke simpang Merek.
"Wihh ada Quality hahaha" kataku yang melihat outlet fried chicken ada di dekat sini. Aku yang merasa lapar, melihat semua toko jajanan disini menjadi begitu menggiurkan.
"Eh ada alfamart. Aku kesana bentar yaa" kataku ketika melihat toko waralaba raksasa itu.
"Ayola kesana kita sekalian" kata temanku.

Sambil berjalan kearah sana, kami melihat angkot Simas yang jelas hanya tinggal satu. Seketika teman ku dan terpaksa aku membatalkan untuk ke alfamart demi sebuah angkot menuju destinasi kami. Kami membayar ongkos 7 ribu dan turun di simpang Merek. Kemudian melanjutkan dengan berjalan kaki. Dan berhenti di alfamidi entah alfamart. Aku membeli cemilan dan pop mi karena perutku tak lagi bisa berkompromi. Kami berkenalan dengan pendaki yang mungkin hendak ke Sibuatan juga.

"Mau sibuatan bang? Lewat mana bang?"
"jalur pancur batu la ini kayaknya bang. Katanya dari nagalingga tutup bang"
Menuju puncak Sibuatan memang ada dua jalur. Yang pertama jalur Nagalingga dan kedua jalur Pancurbatu.

Sambil bercakap-cakap, akhirnya orang itu dan temannya dengan menaiki sepeda motor langsung tancap gas menuju posko di jalur nagalingga untuk menanyakan kepastiannya. Belum sampai mereka kembali, datang lagi lima pendaki anak laki-laki. Kami pun saling bertanya akan pergi lewat jalur mana. Yang pada akhirnya kelima anak itu lewat pancur batu dan ternyata sudah memanggil becak untuk mengantarkan mereka ke posko.

Kami yang masih bingung lewat mana dan akan naik apa pada akhirnya melobi kang becak untuk mau kembali lagi kesini menjemput kami dan mengantarkan kami ke posko pancur batu. Kami bernegosiasi ongkos hingga akhirnya deal kami pun menunggu setengah jam kemudian giliran kami di antar.

Sampai di posko kami langsung registrasi dan menginap semalam untuk berangkat besok pagi. Dengan khas pendaki yaitu langsung akrab dengan pendaki lainnya, aku pun langsung sok akrab dengan kelima anak yang kami jumpai tadi. Menghabiskan malam dengan bersenda gurau receh ala kami hingga kami terlelap disitu beralaskan tikar yang disediakan. Ditengah malam, antara sadar tak sadar aku mendengar suara sekumpulan orang lagi yang datang. Lima laki-laki dan satu perempuan yang ku lihat. Berkat rasa kantuk ku, aku tak lagi sanggup menyapa mereka.

Paginya, kami memasak dan menyiapkan bekal untuk nanti diperjalanan atau jika tidak yaa untuk saat dipuncak nanti agar tak perlu lagi masak karena alasan kelelahan. Kelima teman pendaki itu pamit untuk berangkat duluan. Setelah makan jam 9 pagi, giliran kami berpamitan dengan sisa pendaki yang ada.

Dimulailah perjalanan kami menuju hutan belantara sibuatan melewati beberapa rumah warga dan kebunnya. Kami disuguhi pemandangan bukit-bukit sebelum lelah berjalan. Tak jauh setelah kami memasuki hutan, kami sampai di pos rimba tempat biasanya pendaki mendirikan tenda. Menuju shelter 1, perjalanan masih landai. 

Diperjalanan kami bertemu dengan pendaki yang lima tadi. Kami berjalan bersama menuju shelter 1 yang ditandai dengan adanya sungai. Kami minum dan mengisi empat jerigen air yang kami bawa. Dan disitulah awal mula penderitaan Yudha. Seorang teman yang membawa tas carrier lalu mengisinya dengan dua dan memegang satu jerigen air. Dan jerigen sisanya di pegang oleh teman ku yang satunya, Alfikri Yudha aka Maruk. Yaa aku memanggilnya Maruk karena teman-teman yang lain memanggilnya begitu.

Kami pun mulai berjalan kembali. Tapi, belum apa-apa kami sudah disuguhi jalan menanjak yang kurang ajar. Seperti layaknya tebing, kami berjalan keatas harus berpegangan dengan akar-akar pohon yang ada. Setelah melewati tanjakan, kami berjalan landai hanya sedikit saja kemudian disuguhi lagi jalanan menanjak, begitulah seterusnya sampai melewati shelter 4. Tanjakan yang tak ada ampunnya.

Selama 5x aku mendaki bersama Yudha baru kali ini aku melihatnya benar-benar kelelahan. Benar-benar kesempatan bagiku untuk menggodanya.
"Hahaha Yudha sengok" kataku girang melihat kesempatan langka ini.

Saat break dia hanya diam tak semangat. Padahal biasanya itu adalah posisiku, lemah tak berdaya rasanya mau pulang saja. Kami lebih sering break sehingga kami disusul dengan pendaki lain dan ditinggal kelima pendaki sebelumnya. Menuju shelter 4, diperjalanan sudah mulai nampak view danau toba yang tak lagi hutan belantara seperti didalam sana. Indahnya. Kami kembali berjalan perlahan hingga sampai pada puncak yang ditandai dengan adanya bendera merah putih pada pukul 5 sore. 8 jam perjalanan. Kami langsung mendirikan tenda.

Setelah membereskan semuanya, kami makan bekal yang sudah kami siapkan. Kemudian berganti baju. Dan sambil menunggu matahari terbenam, aku membuat pokat yang dicampur dengan susu. Ternyata tenda tetangga tau saja makanan yang kami buat. Dan kami berikan saja pada mereka. Aku yang tak terlalu suka karena pokatnya terasa pahit, tak berat memberinya hahaha. 

Setelah solat magrib, aku tak tahan ingin tidur. Berkat cuaca yang dingin dan kelelahan, aku tidur duluan dari pada yuda dan maruk. Sadar tak sadar entah pendaki yang mana bertandang ke tenda kami. Aku yang mengantuk tak sanggup lagi untuk ikut menjamu mereka. Aku tertidur hingga terbangun karena dibangun kan untuk makan mi yang di masak oleh teman ku yang dua. Kami makan dan menikmati kopi.

"Ih cantik kali langitnya" kata pendaki dari tenda tetangga.
"Eh betul cantik langitnya? Jam berapa ini?" Kataku, yang biasanya jam 4 baru bisa menikmati langit penuh bintang seperti di Sibayak.
"Iya mik, tadi pun cantik kali. Umi tidur aja pula" kata mereka yang membuat ku seolah-olah aku benar-benar seorang umi.

Seketika aku keluar menikmati taburan bintang dan bulan sabit yang nampak seperti lengkungan senyum. Namun hanya selang beberapa waktu, kabut sudah mulai menutupi lagi. Aku masuk lagi ke tenda dan sesekali ku intip lagi langit dari dalam. Dan sesekali keluar menikmati bintang lagi ditemani musik Milkyway nya Sungha Jung. Benar-benar kenikmatan yang hakiki.

Pagi harinya, aku terbangun dan dengan rasa malas karena dingin aku harus sholat subuh. Aku mengambil wudu dari jerigen air dan sholat diluar, di hamparan puncak gunung Sibuatan, di dinginnya waktu subuh, benar-benar dingin. Tapi sholat outdoor begitu yang sering ku rindukan. Selesai sholat, aku bersama teman dan pendaki yang lain berdiri menghadap timur. Tentu saja menanti kan matahari terbit. Kami bertahan berdiri menikmati matahari terbit sampai ia terang benderang.

Setelahnya kami masak untuk sarapan. Cuaca yang cerah dan view danau toba menemani masak kami. Setelah selesai memasak, kami sarapan. Tiba-tiba dari tenda tetangga terdengar ajakan...
"Kak ayo ke pilar yok kak"
Spontan ku jawab
"Ayola. Tapi tunggu bentar, makan dulu"
"Iya kak, makanla dulu"

Selesai makan, kami dari 3 kelompok yang berbeda berangkat bersama ke pilar termasuk kelima anak yang ternyata dari Siantar itu. Dan aku hanya menggunakan sendal jepit yang ku pinjam dari Maruk dan merasa menyesal setelah tau bahwa medannya benar-benar berlumpur bahkan ada yang nyaris sampai ke lutut. Arghh aku terpaksa melepas sendal jepitku karena licin dan sering terlepas. 

Aku berjalan menahankan sakit karena jalannya yang berakar. Hingga sampai di pilar, aku hanya melihat seonggok tugu didalam sebuah hutan. Yeaahh ini hasil perjuangan ku. Seonggok tugu. Disana aku hanya mendengarkan guyonan dari pendaki yang datang malam hari saat di posko waktu itu dan berfoto ria beramai-ramai, merasa sudah dekat. Tapi memang saat melihat fotonya, ada rasa rindu juga dengan kelima anak itu.

Diperjalanan menuju kembali ke tenda, aku masih harus terpaksa melepas sendal jepit yang ku pinjam itu. Membuat mood ku buruk saja berjalan di lumpur dan akar.
Sampai di tenda kami membereskan semua barang bawaan kami. Sebelum pulang, kami beramai-ramai mengabadikan lagi moment itu. Aku yang berada di antara Tasya dan Amy, anak komplek (re: tenda) tetangga hanya berpose senyum saja. Tampak kaku, karena pada hakikatnya aku bukanlah orang yang mudah akrab dengan orang yang baru ku kenal.

Diperjalanan turun, kami berjalan bersama saling tunggu, saling bantu. Dan kami hanya menempuhnya dalam 4 jam. Setengah waktu perjalanan pergi.
Sampai di posko, aku dan kedua teman ku tak lantas pulang. Kami menginap semalam lagi di posko karena mempertimbangkan angkot yang mungkin tak ada lagi. Tapi teman-teman pendaki lain bergegas pulang. Berpamitan layaknya kamilah pemilik rumah.

Esoknya, kami pulang dan saat berjalan keluar kami menumpang naik truk. Yang rencananya hanya menumpang sampai simpang saja malah sampai ke Medan, berhubung truknya memang akan berangkat kesana. Ah rejeki anak soleh.

Semoga lain waktu aku diberi kesempatan menikmati gn Sibuatan lebih lama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun