• Partisipasi
Semua pria dan wanita mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara kontruktif.
• Supremasi Hukum
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, terutama hukum-hukum yang menyangkut Hak Asasi Manusia.
• Transparansi
Transparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan informasi yang tersedia agar dapat dimengerti dan dipantau
• Cepat Tanggap
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
• Membangun Konsensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
• Kesetaraan
Semua pria dan wanita mempunyai kesempatan memperbaiki atau mepertahankan kesejahteraan mereka.
• Efektif dan Efesien
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
• Bertanggung Jawab
Para pengambilan keputusan di pemerintahan, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda satu dengan yang lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan, dan dari apakah bagi organisasi itu keputusan tersebut bersifat kedalam atau keluar.
• Visi Strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu, mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif itu.
Pemberian otonomi daerah akan mengubah perilaku pemerintah daerah untuk efisien dan professional. Untuk itu, pemerintah daerah perlu melakukan perekayasaan ulang terhadap birokrasi yang selama ini dijalankan (beureaucracy reengineering). Hal tersebut karena pada saat ini dan di masa yang akan datang (pusat dan daerah) akan menghadapi gelombang perubahan baik yang berasal dari tekanan eksternal maupun dari internal masyarakatnya. Dari sisi eksternal, pemerintah akan menghadapi globalisasi yang sarat dengan persaingan dan liberalism arus informasi, investasi, modal, tenaga kerja, dan budaya. Disisi internal, pemerintah akan menghadapi masyarakat yang semakin cerdas (knowledge based society) dan masyarakat yang semakin banyak tuntutannya (demending community).
Shah (1997) meramalkan bahwa pada era seperti ini, ketika globalization cascade (Kontrol Sistem Globalisasi) sudah semakin meluas, pemerintah (termasuk pemerintah daerah) akan semakin kehilangan kendali pada banyak persoalan, seperti pada perdagangan internasional, informasi dan ide, serta transaksi keuangan. Di masa depan, Negara menjadi terlalu besar untuk dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan kecil tapi terlalu kecil untuk dapat menyelesaikan semua masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Pendapat yang tidak jauh berbeda juga disampaikan oleh sejumlah ilmuwan dibidang manajemen dan administrasi publik seperti Osborne dan Gaebler (1992) dengan konsepnya “reinventing government”.