Mohon tunggu...
Simon Ono Sutono
Simon Ono Sutono Mohon Tunggu... Guru -

Guru Bahasa Inggris di Bandung yang senang menemukan keindahan dalam membaca dan menulis juga antusias mempelajari hal-hal baru seperti mengolah bahan makanan untuk keluarga dan kegiatan cinta lingkungan seperti pengelolaan takakura, biopori, sampah organik dan berkebun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sang Dewi

26 Maret 2019   09:36 Diperbarui: 26 Maret 2019   09:40 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            Ibuku menggeleng-gelengkan kepala. "Kamu ini kayak tidak bisa melihat saja. Apa yang kurang dari Pram? Ganteng, sopan, punya penghasilan. Seharusnya kamu berterima kasih pada Ibu. Tetangga-tetangga berkomentar kamu beruntung." 

           Aku tercenung, mencerna kata-kata ibuku. Lamunanku sirna ketika  rasa nyeri tak tertahankan menyerang perutku..

          "Aduh!" aku mengerang, terduduk di kursi.

            "Ada apa?" Ibu menghampiriku

            Tubuhku tiba-tiba lemas. Keringat dingin membasahi kening.

            "Sakit?" Aku tak perlu mengiyakan karena telah hilang kesadaran. Saat tersadar aku sudah di ruang UGD. Diagnosa dokter mengejutkan bahwa aku terkena batu ginjal. Tidak ada pilihan selain operasi.

            Kembali ke rumah, aku masih diharuskan beristirahat. Rumah lengang karena hanya aku dan ibuku yang ada. Suara bel berbunyi. "Ada tamu." Pikirku. Aku tak terlalu menaruh perhatian sampai samar suara yang kukenal benar. Penasaran aku bangkit. Kuraih telepon genggam yang selama ini jadi sumber hiburanku. Langkahku sebatas gerakan pelan sampai mendekati ambang pintu tengah yang setengah terbuka

           "Apa?!" Bisikku terkesiap. Serasa ada pisau menghujam ulu hatiku. Mataku nanar. Namun benakku masih jberkompromi berpikir. Dengan tangan bergetar kuarahkan telepon genggam ke ruang tamu sampai aku tidak kuat lagi menahan badanku. Kakiku limbung. Beruntung aku bisa bersandar pada dinding sebelum tertatih memasuki ruang tamu.

            Ibu mengantar tamu sampai pintu. Tatkala berbalik, keterkejutannya tidak bisa disembunyikan.

            "Ka... kamu sedang apa di sini?" tanyanya. Aku tak segera menjawab. Aku tertatih menuju kursi. Aku heran dengan ketenanganku sekalipun dadaku menggelegak seakan hendak meledak. Tidak bisa kubayangkan rona wajahku, apakah memucat atau memerah marah. Aku menatap tajam ibuku.

            "Saya yang bertanya!" Kataku

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun