Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hak pendidikan anak dalam konteks migrasi paksa melalui perspektif hukum internasional. Dalam menghadapi fenomena migrasi yang semakin kompleks, anak-anak sering kali menjadi kelompok rentan yang kehilangan akses terhadap pendidikan akibat berbagai kendala seperti kebijakan imigrasi yang ketat, stigma sosial, dan ketidakadilan dalam sistem pendidikan. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah pendekatan yuridis normatif, dengan analisis data secara deskriptif kualitatif untuk menggali permasalahan dan tantangan yang dihadapi anak-anak migran. Hasil kajian menunjukkan bahwa meskipun terdapat berbagai instrumen hukum internasional yang mengatur perlindungan hak anak, implementasi di lapangan masih menghadapi banyak hambatan. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama antara pemerintah, lembaga internasional, dan masyarakat untuk menciptakan kebijakan yang inklusif serta responsif terhadap kebutuhan anak-anak migran. Upaya ini tidak hanya akan memastikan bahwa anak-anak migran mendapatkan pendidikan yang layak, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan masyarakat yang lebih adil dan berkelanjutan.
Kata Kunci: Perlindungan Hak Pendidikan, Anak Migran, Hukum Internasional, Migrasi Paksa
Â
- Pendahuluan
Migrasi paksa merupakan fenomena yang semakin mendominasi agenda global, di mana jutaan orang, terutama anak-anak, terpaksa meninggalkan tempat tinggal mereka karena konflik, kekerasan, pelanggaran hak asasi manusia, atau bencana alam. Menurut data dari Badan PBB untuk Pengungsi (UNHCR), pada akhir tahun 2022, terdapat lebih dari 100 juta orang yang terpaksa mengungsi, di mana lebih dari 40 juta di antaranya adalah anak-anak. Situasi ini menimbulkan tantangan serius, tidak hanya bagi individu yang terpaksa berpindah, tetapi juga bagi negara-negara penerima, yang sering kali tidak memiliki kapasitas atau kebijakan yang memadai untuk menangani kebutuhan anak-anak migran. Dalam konteks ini, hak pendidikan anak menjadi salah satu isu yang paling mendesak dan krusial untuk diperhatikan. Pendidikan adalah hak asasi yang fundamental, yang dijamin oleh berbagai instrumen hukum internasional, termasuk Konvensi Hak Anak (CRC) dan berbagai dokumen lainnya yang menegaskan pentingnya akses pendidikan bagi setiap anak, tanpa memandang status migrasi mereka.
Konteks migrasi paksa sering kali mengabaikan hak pendidikan anak, dan situasi ini diperburuk oleh berbagai faktor, termasuk kebijakan imigrasi yang ketat, stigma sosial, dan ketidakpastian status hukum. Banyak anak-anak migran yang tidak memiliki akses ke pendidikan yang layak, baik di negara asal mereka sebelum mereka terpaksa pergi, maupun di negara penerima setelah mereka tiba. Dalam banyak kasus, anak-anak ini dipaksa untuk bekerja, menjadi pengungsi tanpa tempat tinggal yang layak, atau terjebak dalam siklus kemiskinan yang berkepanjangan. Mereka sering kali mengalami kesulitan beradaptasi dengan sistem pendidikan yang baru, termasuk hambatan bahasa, budaya, dan perbedaan dalam kurikulum. Tidak jarang, mereka juga menjadi korban diskriminasi dan perlakuan tidak adil dari masyarakat sekitar, yang semakin memperburuk situasi mereka.
Pendidikan merupakan kunci untuk memberdayakan anak-anak, memberi mereka alat untuk membangun masa depan yang lebih baik dan untuk mengatasi tantangan yang mereka hadapi. Selain itu, pendidikan juga berperan dalam membantu anak-anak migran berintegrasi ke dalam masyarakat baru mereka, membangun keterampilan yang diperlukan untuk berkontribusi secara positif terhadap komunitas yang mereka tinggali. Namun, meskipun terdapat kerangka hukum internasional yang mengatur perlindungan hak pendidikan anak, implementasi di lapangan sering kali tidak memadai. Banyak negara penerima tidak memenuhi kewajiban internasional mereka untuk menyediakan akses pendidikan yang setara dan inklusif bagi semua anak, termasuk anak-anak migran dan pengungsi. Beberapa negara menerapkan kebijakan yang secara eksplisit membatasi akses pendidikan bagi anak-anak tanpa dokumen yang sah, sementara yang lainnya tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menampung jumlah anak migran yang terus meningkat.
Dalam kerangka hukum internasional, Konvensi Hak Anak (CRC) menekankan bahwa setiap anak berhak atas pendidikan, dan bahwa negara-negara wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa pendidikan tersebut dapat diakses oleh semua anak. Konvensi ini juga menggarisbawahi pentingnya pendidikan yang berkualitas, yang mencakup kurikulum yang relevan dan dukungan yang memadai bagi anak-anak yang membutuhkan. Namun, meskipun ada komitmen yang kuat terhadap hak pendidikan, masih terdapat tantangan signifikan dalam penerapan prinsip-prinsip ini di lapangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak migran sering kali mengalami tingkat putus sekolah yang lebih tinggi dibandingkan dengan rekan-rekan sebaya mereka yang tidak migran. Hal ini berdampak negatif pada masa depan mereka, karena pendidikan yang terputus dapat mengakibatkan keterbatasan peluang kerja dan potensi yang tidak terduga.
Dalam konteks ini, penting untuk mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi akses pendidikan bagi anak-anak migran. Faktor-faktor ini mencakup kebijakan pemerintah, kapasitas sistem pendidikan, serta sikap masyarakat terhadap migran. Beberapa negara telah mengambil langkah-langkah positif untuk meningkatkan akses pendidikan bagi anak-anak migran, seperti menyediakan program pendidikan darurat, membangun sekolah sementara, dan memberikan dukungan psikososial. Namun, langkah-langkah tersebut sering kali tidak cukup untuk menjawab tantangan yang ada. Selain itu, ada juga kebutuhan untuk melibatkan anak-anak migran dalam proses pengambilan keputusan terkait pendidikan mereka, agar mereka merasa didengar dan memiliki suara dalam menentukan masa depan mereka sendiri.
Pendidikan yang inklusif dan berkualitas tidak hanya menguntungkan anak-anak migran secara individu, tetapi juga memberikan manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan memberdayakan anak-anak migran melalui pendidikan, masyarakat dapat mengurangi ketidaksetaraan, meningkatkan koherensi sosial, dan membangun fondasi untuk pembangunan yang berkelanjutan. Negara-negara yang mengambil pendekatan proaktif dalam melindungi hak pendidikan anak migran juga akan mendapat manfaat dari peningkatan stabilitas sosial dan ekonomi, karena anak-anak yang terdidik cenderung lebih produktif dan mampu berkontribusi positif terhadap masyarakat.
Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hak pendidikan anak dalam konteks migrasi paksa dari perspektif hukum internasional. Analisis ini akan mencakup kajian terhadap ketentuan hukum internasional yang relevan, tantangan yang dihadapi dalam implementasi perlindungan hak pendidikan, serta rekomendasi untuk memperkuat kerangka hukum dan kebijakan nasional dalam memastikan bahwa hak pendidikan anak, terutama bagi mereka yang berada dalam situasi migrasi paksa, dapat terjamin.
Rumusan Masalah:
Bagaimana perlindungan hak pendidikan anak dalam konteks migrasi paksa menurut hukum internasional?
Apa saja tantangan yang dihadapi dalam implementasi perlindungan hak pendidikan anak di negara penerima?
Melalui kajian ini, diharapkan akan diperoleh pemahaman yang lebih baik tentang kompleksitas perlindungan hak pendidikan anak dalam situasi migrasi paksa dan perlunya kolaborasi antara negara, lembaga internasional, dan masyarakat untuk memastikan bahwa hak-hak anak tetap terlindungi, terlepas dari status migrasi mereka.
- Metode Penulisan
Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah metode yuridis normatif, yang menekankan pada analisis terhadap peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum yang relevan dengan topik perlindungan hak pendidikan anak dalam konteks migrasi paksa. Metode ini berfokus pada kajian normatif terhadap norma-norma hukum yang diatur dalam instrumen hukum internasional dan nasional, serta bagaimana norma-norma tersebut diimplementasikan dalam praktik. Melalui pendekatan ini, penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis ketentuan hukum yang ada, tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaannya, serta untuk memberikan rekomendasi yang dapat memperkuat perlindungan hak pendidikan bagi anak-anak migran.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara meneliti berbagai dokumen hukum internasional, seperti Konvensi Hak Anak (CRC) dan Konvensi Pengungsi 1951, yang menjadi landasan dalam melindungi hak-hak pendidikan anak dalam konteks migrasi paksa. Selain itu, penelitian ini juga mengkaji berbagai kebijakan pendidikan yang diadopsi oleh negara-negara penerima yang menghadapi fenomena migrasi, termasuk analisis terhadap undang-undang nasional yang relevan dan peraturan lokal yang berdampak pada akses pendidikan bagi anak-anak migran. Pengumpulan data ini juga mencakup studi literatur dari buku, artikel jurnal, laporan penelitian, dan dokumen resmi dari lembaga internasional seperti UNHCR dan UNICEF, yang dapat memberikan informasiÂ
mendalam mengenai situasi pendidikan anak migran dan tantangan yang mereka hadapi.
Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif, di mana peneliti mengeksplorasi dan mendeskripsikan data yang telah dikumpulkan dengan tujuan untuk memahami konteks hukum dan sosial yang mempengaruhi perlindungan hak pendidikan anak. Proses ini melibatkan identifikasi tema-tema kunci, pola, dan hubungan antara berbagai faktor yang mempengaruhi akses pendidikan bagi anak-anak migran. Selain itu, peneliti juga melakukan komparasi terhadap kebijakan pendidikan di berbagai negara yang menghadapi situasi migrasi, untuk mendapatkan wawasan tentang praktik terbaik yang dapat diadopsi atau diadaptasi di negara lain.
Metode yuridis normatif ini juga mencakup analisis kritis terhadap implementasi ketentuan hukum yang ada. Dalam hal ini, peneliti mengevaluasi sejauh mana negara-negara telah memenuhi kewajiban internasional mereka dalam menyediakan akses pendidikan yang setara dan inklusif bagi anak-anak migran. Penelitian ini berusaha untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam implementasi hukum, termasuk kebijakan diskriminatif, kurangnya sumber daya, dan stigma sosial yang dihadapi oleh anak-anak migran. Dengan cara ini, penelitian ini tidak hanya berfokus pada aspek normatif, tetapi juga mempertimbangkan konteks sosial dan politik yang mempengaruhi perlindungan hak pendidikan anak.
Selain itu, peneliti juga menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara dan diskusi kelompok terarah (focus group discussion) dengan berbagai pemangku kepentingan, seperti praktisi pendidikan, pekerja sosial, dan anggota organisasi non-pemerintah (LSM) yang berfokus pada hak anak dan pendidikan. Melalui wawancara ini, peneliti dapat menggali perspektif dan pengalaman langsung dari mereka yang terlibat dalam proses pendidikan anak-anak migran, serta mengidentifikasi tantangan dan solusi yang mereka temui dalam praktek sehari-hari. Pendekatan ini diharapkan dapat memberikan sudut pandang yang lebih kaya dan mendalam mengenai kondisi dan kebutuhan anak-anak migran dalam konteks pendidikan.
Secara keseluruhan, metode penulisan ini dirancang untuk menghasilkan analisis yang komprehensif dan mendalam mengenai perlindungan hak pendidikan anak dalam konteks migrasi paksa. Dengan memadukan pendekatan yuridis normatif dengan analisis kualitatif, penelitian ini bertujuan untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemahaman dan upaya perlindungan hak pendidikan anak di seluruh dunia, serta memberikan rekomendasi bagi pengambil kebijakan dan praktisi di lapangan untuk memastikan bahwa setiap anak, tanpa memandang status migrasi mereka, mendapatkan akses ke pendidikan yang layak dan berkualitas.
- Landasan Teori
Perlindungan hak pendidikan anak dalam konteks migrasi paksa tidak dapat dipisahkan dari kerangka hukum internasional yang telah ada. Salah satu dokumen paling penting yang mengatur hak anak adalah Konvensi Hak Anak (CRC), yang diadopsi oleh PBB pada tahun 1989. CRC menegaskan bahwa setiap anak berhak atas pendidikan dan harus diberi akses yang setara tanpa diskriminasi, termasuk anak-anak yang terpaksa migrasi akibat konflik atau bencana. Selain itu, dalam konteks perlindungan pekerja migran, Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarga Mereka, yang diratifikasi oleh sejumlah negara, juga menekankan perlunya perlindungan bagi anak-anak pekerja migran, termasuk dalam akses pendidikan (Alvianto & Sutrisno, 2023).
Penelitian oleh Anggraeni dan Sabrina (2018) menyoroti pentingnya model nota kesepahaman antara negara asal dan negara tujuan sebagai salah satu upaya untuk melindungi hak konstitusional buruh migran, yang mencakup akses pendidikan bagi anak-anak mereka. Hal ini sangat relevan, mengingat banyak anak-anak migran yang menjadi korban ketidakadilan dan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Dengan adanya kerjasama antar negara, diharapkan hak-hak pendidikan anak-anak dapat terjamin dan dipenuhi.
Daniah dan Apriani (2018) juga menunjukkan bahwa kebijakan nasional anti-trafficking memainkan peran penting dalam melindungi hak-hak anak dalam migrasi internasional. Kebijakan tersebut tidak hanya bertujuan untuk mencegah praktik perdagangan manusia, tetapi juga untuk memastikan bahwa anak-anak yang terjebak dalam situasi migrasi paksa mendapatkan perlindungan yang memadai, termasuk akses ke pendidikan. Penelitian ini memperlihatkan bahwa perlindungan hak anak harus menjadi bagian integral dari kebijakan migrasi, dan bukan hanya respons terhadap masalah keamanan atau ketertiban umum.
Dalam kajian yang lebih luas mengenai migrasi dalam perspektif hubungan internasional, Dewi (2024) menekankan bahwa perlindungan hak pendidikan anak migran harus dipandang sebagai tanggung jawab bersama dari semua negara. Pengembangan kerangka hukum yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan anak-anak migran sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pendidikan yang berkualitas bagi mereka. Hal ini mencakup penyediaan sumber daya yang cukup dan kebijakan yang mendukung integrasi sosial anak-anak migran ke dalam sistem pendidikan lokal.
Perlindungan hak asasi manusia juga menjadi fokus dalam studi Gustini et al. (2023), yang membahas peran lembaga hukum dalam melindungi pengungsi dalam konteks hukum internasional. Dalam konteks ini, penting bagi negara penerima untuk memiliki sistem hukum yang tidak hanya menghormati hak asasi manusia, tetapi juga memberikan perlindungan khusus bagi anak-anak migran, termasuk dalam akses pendidikan. Dalam situasi di mana anak-anak migran sering kali menghadapi diskriminasi dan eksklusi, lembaga hukum harus berfungsi sebagai penjamin bagi pemenuhan hak-hak tersebut.
Dalam konteks lebih lanjut, Irianto et al. (2011) mengungkapkan bahwa akses keadilan bagi pekerja migran, termasuk pendidikan, merupakan salah satu aspek penting dalam memahami dinamika migrasi global. Penelitian ini memberikan gambaran tentang bagaimana pengalaman perempuan pekerja domestik Indonesia di Uni Emirat Arab mencerminkan tantangan dalam mendapatkan akses pendidikan yang layak. Keterbatasan ini tidak hanya mempengaruhi anak-anak migran secara langsung tetapi juga berdampak pada generasi mendatang.
Iskandar (2012) dalam karyanya mengenai hukum HAM internasional juga menegaskan bahwa perlindungan hak-hak anak dalam konteks migrasi harus menjadi prioritas. Ini termasuk penyediaan pendidikan yang inklusif dan berkualitas, yang menjadi hak dasar setiap anak tanpa memandang status migrasinya. Konsepsi ini menekankan bahwa pendidikan adalah alat untuk memberdayakan anak-anak, memberi mereka kemampuan untuk berkontribusi pada masyarakat, serta mengurangi ketidakadilan sosial.
Terakhir, studi oleh Safitri dan Burhanuddin (2024) mengenai pelanggaran HAM dalam konteks migrasi menunjukkan bahwa kondisi migrasi yang berisiko tinggi, seperti yang dialami oleh warga negara Ethiopia di perbatasan Arab Saudi-Yaman, menuntut perhatian serius terhadap perlindungan hak-hak anak. Dalam situasi seperti ini, hak pendidikan sering kali terabaikan, sehingga penting bagi lembaga internasional dan negara-negara penerima untuk memperkuat mekanisme perlindungan agar anak-anak tidak hanya selamat secara fisik, tetapi juga mendapatkan pendidikan yang layak.
Dengan merujuk pada berbagai sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa landasan teori mengenai perlindungan hak pendidikan anak dalam konteks migrasi paksa harus mengintegrasikan pendekatan hukum internasional, kebijakan nasional, dan respons sosial yang komprehensif. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa hak-hak anak terlindungi dan diakui, serta akses pendidikan yang berkualitas dapat diperoleh oleh anak-anak migran di seluruh dunia.
- Pembahasan
Perlindungan hak pendidikan anak dalam konteks migrasi paksa merupakan isu kompleks yang melibatkan banyak dimensi hukum, sosial, dan politik. Dalam banyak kasus, anak-anak yang terpaksa berpindah akibat konflik, kekerasan, atau bencana alam sering kali mengalami gangguan serius dalam pendidikan mereka. Hal ini bukan hanya berdampak pada mereka secara individu, tetapi juga mempengaruhi perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat di mana mereka tinggal. Oleh karena itu, penting untuk memahami tantangan yang dihadapi dan mencari solusi yang efektif.
Keterbatasan Akses Pendidikan
Salah satu tantangan utama dalam memastikan hak pendidikan anak-anak migran adalah keterbatasan akses ke pendidikan formal. Banyak negara penerima memberlakukan kebijakan imigrasi yang ketat, yang secara tidak langsung menghalangi anak-anak migran untuk mendapatkan pendidikan yang setara. Anak-anak tanpa dokumen sering kali dikecualikan dari sistem pendidikan formal, yang menciptakan jurang ketidakadilan dalam akses pendidikan. Dalam banyak kasus, anak-anak ini dipaksa untuk bekerja demi membantu keluarganya, sehingga pendidikanÂ
menjadi pilihan yang terpinggirkan. Situasi ini diperparah oleh stigma sosial dan diskriminasi yang sering dialami oleh anak-anak migran, membuat mereka merasa terasing dan tidak diterima dalam lingkungan pendidikan.
Kualitas Pendidikan dan Adaptasi Kurikulum
Di samping masalah akses, kualitas pendidikan yang diberikan juga menjadi perhatian utama. Banyak anak-anak migran yang terpaksa beradaptasi dengan kurikulum baru yang tidak hanya berbeda secara struktural tetapi juga dalam bahasa pengantar. Tanpa dukungan yang memadai, mereka berisiko mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran, yang dapat mengakibatkan putus sekolah atau rendahnya prestasi akademik. Hal ini menunjukkan perlunya pendekatan pendidikan yang inklusif dan adaptif, yang dapat memenuhi kebutuhan khusus anak-anak migran. Beberapa negara telah mulai mengimplementasikan program pendidikan darurat yang menyediakan materi ajar yang disesuaikan, namun pendekatan ini masih sering dianggap sebagai solusi jangka pendek dan belum terintegrasi sepenuhnya ke dalam sistem pendidikan nasional.
Peran Lembaga Internasional dan Kebijakan Nasional
Lembaga internasional seperti UNICEF dan UNHCR berperan penting dalam mengadvokasi perlindungan hak pendidikan anak migran. Melalui berbagai program dan kebijakan, lembaga ini berupaya meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya pendidikan sebagai hak asasi manusia. Namun, keberhasilan upaya ini sangat bergantung pada komitmen dan kerjasama negara penerima untuk menerapkan kebijakan yang mendukung akses pendidikan bagi anak-anak migran. Beberapa negara telah mengadopsi pendekatan yang lebih inklusif, seperti menyediakan beasiswa atau pelatihan bahasa, tetapi tantangan tetap ada dalam memastikan implementasi di lapangan. Kebijakan yang mendukung perlindungan hak anak harus dirumuskan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk anak-anak migran itu sendiri, untuk menciptakan sistem yang lebih responsif terhadap kebutuhan mereka.
Stigma Sosial dan Diskriminasi
Stigma sosial yang melekat pada anak-anak migran juga merupakan faktor yang signifikan dalam menentukan akses mereka terhadap pendidikan. Dalam banyak situasi, anak-anak ini dianggap sebagai beban atau sumber masalah oleh masyarakat lokal, yang dapat memicu perlakuan diskriminatif. Hal ini tidak hanya merusak kepercayaan diri anak-anak tetapi juga menciptakan lingkungan pendidikan yang tidak ramah. Oleh karena itu, penting untuk melakukan kampanye kesadaran yang bertujuan untuk mengurangi stigma dan mempromosikan penerimaan terhadap anak-anak migran di lingkungan pendidikan. Masyarakat harus dilibatkan dalam proses ini, dengan menekankan nilai keberagaman dan inklusi sebagai aset bagi pembangunan sosial.
Perlindungan Melalui Kebijakan Anti-Trafficking
Dalam konteks yang lebih luas, kebijakan anti-trafficking juga memiliki peran penting dalam melindungi hak pendidikan anak-anak migran. Kebijakan ini tidak hanya berfokus pada pencegahan perdagangan manusia tetapi juga melindungi anak-anak dari eksploitasi yang menghalangi akses mereka ke pendidikan. Dengan memerangi trafficking, negara-negara tidak hanya melindungi anak-anak dari ancaman fisik tetapi juga memberikan mereka kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Penegakan hukum yang ketat dan dukungan untuk rehabilitasi anak-anak yang menjadi korban trafficking harus menjadi bagian integral dari strategi ini.
Akhirnya, membangun sistem pendidikan yang inklusif dan responsif terhadap kebutuhan anak-anak migran memerlukan kerjasama antara pemerintah, lembaga internasional, masyarakat sipil, dan komunitas lokal. Penting bagi semua pihak untuk memahami bahwa pendidikan adalah hak yang tidak dapat ditawar, dan setiap anak, tanpa memandang status migrasi, harus memiliki akses ke pendidikan yang berkualitas. Melalui pendekatan yang holistik dan kolaboratif, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pendidikan anak-anak migran, membantu mereka membangun masa depan yang lebih baik, serta berkontribusi pada stabilitas dan kemajuan masyarakat secara keseluruhan.
- Penutup
Dalam konteks global saat ini, di mana migrasi paksa menjadi fenomena yang semakin meningkat akibat konflik, bencana alam, dan ketidakadilan sosial, perlindungan hak pendidikan anak-anak migran harus menjadi prioritas utama bagi seluruh pemangku kepentingan. Pendidikan bukan hanya hak dasar setiap anak, tetapi juga merupakan kunci untuk memberdayakan generasi masa depan dan menciptakan masyarakat yang inklusif serta berkelanjutan.
Melalui kajian ini, jelas terlihat bahwa tantangan yang dihadapi oleh anak-anak migran dalam mengakses pendidikan berkualitas sangat kompleks. Berbagai faktor, mulai dari kebijakan imigrasi yang ketat, stigma sosial, hingga ketidakadilan dalam sistem pendidikan, semuanya berkontribusi pada pengabaian hak-hak pendidikan mereka. Oleh karena itu, penting bagi negara-negara penerima untuk merumuskan dan menerapkan kebijakan yang lebih inklusif dan responsif, yang tidak hanya melindungi hak-hak anak secara formal, tetapi juga menciptakan lingkungan sosial yang mendukung partisipasi mereka dalam sistem pendidikan.
Kerjasama antara pemerintah, lembaga internasional, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat sipil sangat diperlukan untuk memastikan bahwa setiap anak migran memiliki akses yang setara dan tanpa diskriminasi terhadap pendidikan. Kampanye kesadaran masyarakat juga harus dilakukan untuk mengurangi stigma dan mempromosikan keberagaman sebagai kekuatan.
Sebagai penutup, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih dalam mengenai perlindungan hak pendidikan anak dalam konteks migrasi paksa serta mendorong tindakan konkret yang diperlukan untuk menciptakan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak migran. Dengan memastikan bahwa setiap anak, tanpa memandang status migrasi mereka, mendapatkan pendidikan yang layak, kita tidak hanya memenuhi kewajiban hukum dan moral, tetapi juga berinvestasi dalam perdamaian, stabilitas, dan kemajuan masyarakat global secara keseluruhan.
- Daftar Pustaka
Alvianto, D., & Sutrisno, A. (2023). Tinjauan Yuridis Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak seluruh Pekerja Migran dalam Perspektif Hukum Internasional (Studi Kasus Kejahatan Kemanusiaan Tenaga Kerja Indonesia di Myanmar). Journal Evidence Of Law, 2(2), 144-152.
Anggraeni, D., & Sabrina, K. (2018). Penggunaan Model Nota Kesepahaman Sebagai Bentuk Perlindungan Hak Konstitusional Buruh Migran. Indonesian Constitutional Law Journal, 2(1).
Daniah, R., & Apriani, F. (2018). Kebijakan nasional anti-trafficking dalam migrasi internasional. Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri dan Hubungan Internasional, 8(2).
Dewi, U. N. M. (2024). Migrasi dalam Perspektif Hubungan Internasional. UnisriPress.
Gustini, D. R., Chandra, H. A., Pertiwi, H. P., & Alrifqi, M. (2023). Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Peranan Lembaga Hukum Bagi Pengungsi dalam Konteks Hukum Internasional. Jurnal Pendidikan Sosial dan Humaniora, 2(3).
Irianto, S., Irzan, H., Meij, L. S., Wirastri, T. D., Parikesit, T., Kartika, T., & Perkasa, V. D. (2011). Akses keadilan dan migrasi global: Kisah perempuan Indonesia pekerja domestik di Uni Emirat Arab. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Pamungkas, T. B., Rahayu, K., & Asmarudin, I. (2021). Hak Pengungsi Dalam Hukum Internasional. Penerbit NEM.
Iskandar, P. (2012). Hukum HAM Internasional: Sebuah Pengantar Kontekstual. Institute for Migrant Rights.
Safitri, F. U., & Burhanuddin, A. (2024). Human Security dan Pelanggaran HAM: Studi Kasus Migrasi Warga Negara Ethiopia di Perbatasan Arab Saudi-Yaman 2022-2023. Birokrasi: JURNAL ILMU HUKUM DAN TATA NEGARA, 2(3), 170-182.
Samanha, R. A., & Hayati, T. (2023). Upaya Pencegahan Pelanggaran HAM oleh Korporasi dalam Perspektif HAM dan Bisnis. AL-MANHAJ: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam, 5(2), 1663-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H