A. Kesimpulan
Peran Saya dalam Penerapan Disiplin Positif di Sekolah
Sebagai seorang guru Bahasa Inggris dan juga Wakil Kepala Sekolah, saya merasa bertanggung jawab dalam menciptakan budaya positif di lingkungan sekolah. Salah satu langkah yang saya ambil adalah dengan menerapkan konsep disiplin positif yang saya pelajari dari modul 1.4 Program Guru Penggerak. Disiplin positif ini bertujuan untuk membangun keyakinan kelas di jam pelajaran Bahasa Inggris, yang sangat penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan kondusif.
Menerapkan keyakinan kelas merupakan langkah awal yang saya rasa penting, terutama untuk membantu siswa mengurangi kecemasan dalam belajar bahasa asing. Saya sering menemui siswa yang menertawakan kesalahan teman, enggan mengerjakan tugas, atau sulit diminta tampil di depan kelas. Walaupun keyakinan kelas diterapkan, saya memahami bahwa tidak semua siswa akan langsung disiplin. Biasanya, kami cenderung menggunakan pendekatan kontrol dengan hukuman, yang lebih cepat memberikan hasil, tetapi setelah mempelajari disiplin positif, saya menyadari bahwa hukuman hanya melukai harga diri siswa dan tidak menumbuhkan motivasi intrinsik.
Sebagai bagian dari peran saya, saya akan memulai dari posisi pemantau, di mana saya akan lebih memperhatikan perilaku siswa dengan arahan yang lebih lembut dan penuh pengertian. Secara perlahan, saya akan bergeser ke posisi manajer, di mana kontrol diberikan dengan memberikan lebih banyak tanggung jawab kepada siswa. Walaupun mungkin tampak asing dan sulit diterima oleh sebagian rekan guru, saya percaya bahwa dengan menjadi contoh dan menekankan praktik yang baik, pendekatan ini akan memberikan dampak positif dalam jangka panjang.
Keterkaitan Antar Modul dalam Modul I.
Apa yang saya pelajari dalam modul 1.4 tidak hanya memberikan wawasan mengenai disiplin positif, tetapi juga memperkuat pemahaman saya tentang peran dan nilai-nilai seorang Guru Penggerak yang saya pelajari pada modul 1.2. Salah satu poin penting juga adalah bahwa disiplin positif berkaitan erat dengan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara yang saya pelajari pada modul 1.1, yaitu pendidikan yang menuntun dan tidak memaksa. Sebagai guru, kita dituntut untuk berada di depan memberi contoh, di tengah memberikan semangat, dan di belakang mendorong siswa agar mereka tumbuh dengan nilai-nilai yang kuat. Selain itu setelah memiliki visi, modul 1.4 mengajarkan hal pertama yang dapat dipakai dalam perwujudan visi yang telah saya bangun yaitu "terwujudnya siswa yang berkarakter, terampil dan cerdas".Â
Modul 1.4 juga mengajarkan bahwa penting bagi guru untuk melihat ke dalam diri siswa ketika menghadapi masalah. Artinya, setiap masalah bukanlah kegagalan, tetapi proses pembelajaran yang berharga. Di sini, nilai reflektif Guru Penggerak sangat ditekankan, di mana kita sebagai guru harus mampu mengolah setiap tantangan sebagai kesempatan untuk terus berkembang. proses penanaman budaya positif ini juga membutuhkan peran serta seluruh sivitas sekolah, maka dibutuhkan nilai kolaboratif pada guru penggerak. Mengajak orang lain pindah dari cara lama kepada cara baru bukanlah hal yang mudah. Tapi perlahan-lahan, apabila cara ini dirasakan dapat memberikan manfaat dan dampak yang lebih baik, maka bukan tidak mungkin cara ini akan dipakai oleh seluruh guru. Sesuailah demikian proses yang akan dijalani dalam peran guru penggerak yaitu menjadi pemimpin pembelajaran dan mewujudkan kepemimpinan murid dan menjadi coach bagi guru lain.
Tidak hanya itu, disiplin positif yang saya pelajari juga relevan dengan visi saya sebagai Guru Penggerak, yakni mewujudkan siswa yang cerdas, terampil, dan berkarakter. Teori-teori dari modul 1.4 akan saya gunakan sebagai dasar dalam menanamkan disiplin, kontrol diri, dan karakter baik pada siswa, sehingga mereka dapat berkembang menjadi individu yang bertanggung jawab dan mampu berkontribusi secara positif di masa depan.
Tantangan yang Akan Dihadapi
Tantangan terbesar dalam menerapkan disiplin positif di sekolah adalah mengubah pola pikir dan pendekatan yang sudah lama terbentuk di kalangan guru. Banyak rekan saya yang mungkin meragukan efektivitas posisi manajer dalam mengarahkan siswa, terutama siswa dari latar belakang ekonomi menengah ke bawah. Sebagian besar dari mereka masih percaya bahwa pendekatan tegas dengan hukuman adalah cara paling efektif untuk mengendalikan perilaku siswa.
Namun, saya percaya bahwa kunci keberhasilan penerapan disiplin positif ini adalah dengan menunjukkan praktik yang baik. Mengajak rekan-rekan guru untuk perlahan-lahan beralih dari cara lama menuju cara baru bukanlah hal yang mudah, tetapi saya yakin bahwa jika mereka melihat manfaat dan dampak positif dari pendekatan ini, mereka akan mulai menerima dan menerapkannya.
Selain itu, penerapan disiplin positif juga membutuhkan dukungan dari seluruh sivitas sekolah. Perubahan ini tidak bisa terjadi secara instan, namun dengan kerja sama dan kolaborasi, saya optimis budaya positif dapat terbentuk. Sebagai Guru Penggerak, saya berkomitmen untuk menjalankan peran saya sebagai pemimpin pembelajaran, mendukung pengembangan karakter siswa, dan menjadi coach bagi rekan-rekan guru lainnya. Visi saya adalah menciptakan sekolah yang mampu melahirkan generasi yang berdisiplin, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan di masa depan.
B. Refleksi
1. Sejauh mana pemahaman Saya tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini.Â
Modul ini mulai dengan membahas miskonsepsi orang Indonesia terutama guru dalam memaknai disiplin. Disiplin sering kali diartikan sebagai kepatuhan terhadap peraturan atau bahkan dihubungkan dengan hukuman, namun disiplin positif sebenarnya tidak memerlukan hukuman sebagai alat utama. Ki Hajar Dewantara menekankan bahwa disiplin yang kuat, terutama disiplin diri yang didorong oleh motivasi internal, adalah syarat untuk mencapai kemerdekaan, baik dalam pendidikan maupun kehidupan. Disiplin diri ini memungkinkan seseorang mengontrol dan memerintah dirinya sendiri, tidak hanya mengikuti perintah orang lain. Hal ini juga sejalan dengan pandangan Diane Gossen, yang menyatakan bahwa disiplin berasal dari kata Latin 'disciplina', yang berarti belajar, dan mencerminkan kemampuan seseorang untuk mengikuti nilai-nilai kebajikan universal dengan motivasi intrinsik. Sebagai pendidik, tugas kita adalah menanamkan disiplin diri pada siswa agar mereka bertindak berdasarkan nilai-nilai ini, bukan karena dorongan eksternal. Oleh karena itu dalam penciptaan budaya positif, hendaknya dimulai dengan menentukan keyakinan kelas. Keyakinan kelas berisi pernyataan-pernyataan yang disepakati berisi nilai kebajikan yang telah disepakati dan diyakini oleh semua warga kelas.
Modul 1.4 juga mengajarkan 5 posisi kontrol yang sering dipakai untuk meningkatkan kedisiplinan. Kelima posisi ini berbeda berdasarkan pola komunikasi yang dibangun, dan bagaimana dampaknya setelah diterapkan kepada siswa. Posisi kontrol penghukum dan pembuat rasa bersalah adalah posisi kontrol yang tergolong negatif dan sangat bergantung pada motivasi eksternal seseorang. Orang yang patuh karena takut mendapatkan hukuman akan terlihat sangat cocok jika ditindak oleh posisi kontrol penghukum dan pembuat rasa bersalah. Namun efek jangka panjang pada murid sangatlah buruk. Seseorang akan tumbuh menjadi pembangkang atau memiliki ledakan emosi yang parah suatu saat. Mereka juga bisa tumbuh menjadi anak yang merasa buruk dan tak punya keinginan untuk menjadi lebih baik.
Posisi kontrol sebagai teman dan pemantau tergolong yang positif. Meskipun apabila seorang guru memilih menjadi teman, ini juga memiliki dampak negatif yang membuat siswa bergantung secara emosional atau sosial kepada guru. Mereka menjadi kurang memiliki kemandirian dan tanggung jawab pribadi. Posisi pemantau sudah lebih baik. Mengajak anak untuk merefleksi dan menanyakan konsekuensi atas perbuatan yang dilakukan. Namun posisi ini masih fokus pada motivasi eksternal seseorang. Posisi kontrol teratas dan terbaik adalah posisi manajer. Posisi manajer menurut saya adalah gabungan posisi teman dan pemantau. Jika seseorang menggunakan posisi kontrol manajer, dia akan mulai dengan bertanya alasan sebuah perbuatan dan mencoba mengerti situasi murid, layaknya seorang teman. Lalu seorang manajer akan membantu siswa tersebut untuk reflektif dan menanyakan apa yang lingkungan mereka yakini dan apa konsekuensinya. Posisi manajer ini adalah yang terbaik menurut Diana Gossen. Selain membantu seseorang untuk menjadi orang yang lebih baik dengan membangkitkan motivasi intrinsik nya/ Seseorang akan merasa diterima dan punya kesempatan untuk menjadi lebih baik.
Untuk langkah nyatanya, segitiga restitusi diperkenalkan kepada kami para CGP. Segitiga restitusi memiliki tiga tahapan. Yaitu menstabilkan identitas, menvalidasi kesalahan dan terakhir menanyakan keyakina.
2. Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?
Nilai-nilai kebajikan itu harus nyata untuk diyakini bukan bersembunyi dibalik peraturan-peraturan. Selama ini penegakan aturan yang sudah dibuat seringkali menjadi sesuatu yang sangat ingin dilanggarkan. Mungkin karena terdengar mengekang atau bahkan karena tidak terlibat dalam menyusunnya. Modul 1.4 mengajarkan saya bahwa seharusnya dasar perilaku seseorang adalah karena nilai-nilai yang diyakini nya memang baik. Bukan karena takut dihukum atau ingin mendapatkan reward.
3. Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?
Ketka kami hendak menyusun sebuah keyakinan untuk kelas Bahasa Inggris, siswa-siswa saya merasa heran. Untuk apa ini? Kenapa harus memikirkan hal ini. Tentu saja karena mereka belum terbiasa. Bahkan ada poin-poin yang tidak sesuai dengan nilai kebajikan. Saya terus mengingatkan mereka. Tapi ketika ada pelanggaran, saya menjadi lebih mudah dan leluasa menanyakan keyakinan mereka. Dan mereka akan ingat serta dengan segera berjanji tidak akan mengulangi pelanggaran tersebut.Â
Suatu hari, saya juga memergoki seorang siswa keluar dari kelas dan merokok di toilet. Ketika kembali ke dalam kelas, baju dan mulutnya bau rokok. Saya menahan diri untuk tidak menegurnya langsung. Saya memilih menyelesaikan permasalahan tersebut keesokan harinya. Saya memanggil dia ke kantor. Saya mulai dari menyampaikan pengamatan saya. "Kamu tahu, ibu mencium bau rokok dari baju dan mulutmu ketika kamu kembali dari toilet", kenapa merokok di dalam toilet? Apa kemarin sedang mengantuk?, Dia yang tadinya berwajah tegang, mulai senyum sedikit. "Iya ma'am, mengantuk di kelas, kalau merokok sebentar, bisa menghilangkan kantuk." Tapi bagaimana dengan peraturan sekolah? Dia menyadari bahwa tidak boleh merokok di sekolah. Saya lanjut bertanya, kenapa kira-kira kita tidak boleh merokok? Dia menjawab tidak baik untuk kesehatan. Karena dia seorang atlet, saya juga bertanya apa dampak merokok pada performa kamu sebagai atlet dayung. Dia menjawab saya menjadi mudah capek. Saya menguatkan pernyataanya dengan menyebutkan dampak lain rokok terhadap kesehatan. Saya juga mengingatkan bahwa setiap perilaku yang kita ambil harus didasari pada alasan yang kuat yang sudah kita pikirkan matang-matang. Sebagai konsekuensi saya juga minta dia untuk mengingatkan teman-teman yang melakukan hal yang sama agar berusaha menjauhi rokok. Terutama di lingkungan sekolah. Karena jujur saya, merokok bagi anak-anak ini adalah hal yang wajar. Orang tua mereka mencontohkan dan tidak melarang keras. Itu merupakan tantangan yang berat bagi saya seorang guru.
4. Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?
Saya senang sekali sudah mencoba mempraktikan segitiga restitusi.Â
5. terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?
Saya menjadi paham, bahwa ketika mendapati sebuah pelanggaran, kita harus mencari alasan untuk menstabilkan emosi kita yang mungkin saja marah atau kesal saat itu. Menghadapi siswa saat sudah tenang adalah kunci keberhasilan segitiga restitusi. Karena respon anak kadang tidak terduga dan khawatirnya kebiasaan buruk lama kembali karena ketidakstabilan emosi.Â
Tapi terkadang adalah masalah yang harus segera diselesaikan, terutama apabila melibatkan lebih dari satu orang siswa. Kita sebagai guru harus benar-benar dapat mengendalikan pikiran dan emosi buruk kita. Kontrol diri ini dapat kita peroleh dari banyak latihan. Bahkan latihan pernapasan juga dapat mempengaruhi.Â
6. Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya?Â
Sebenarnya saya sudah mulai menerapkan kontrol sebagai teman dan pemantau. Tapi saya belum menerapkan segitiga restitusi yang sesuai urutannya. Segitiga restitusi menurut saya menciptakan keseimbangan dan respon kontrol yang tepat. Setelah mempelajari modul 1.4, saya benar-benar mencoba untuk menggunakan posisi kontrol manajer. Saya melihat baik perasaan saya dan perasaan anak yang sedang memiliki masalah tetap sama-sama dalam kondisi baik saat dilakukan segitiga restitusi ini. Tidak ada suara tinggi, tidak ada pengelakan dari kesalahan, dan dampak ke depannya tetap baikÂ
7. Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?
Saya sudah melaksanakan bagian menanyakan alasan perbuatan tapi jarang untuk memberikan penguatan dan validasi emosi atau alasan yang mereka miliki. Seperti, berbuat kesalahan itu manusiawi. Kadang saya kesulitan memberikan penguatan seperti ini. Saya takut salah-salah, saya malah terkesan menyetujui tindakan tersebut. Tapi saya sering menanyakan nilai-nilai yang mereka yakini. Misalnya apabila mereka kedapatan berbohong, saya pernah bertanya, apa baiknya berbohong? Mana yang lebih baik berbohong atau jujur. Saya mengarahkan siswa untuk refleksi terhadap kesalahan mereka. Karena sebelumnya, kami belum memiliki keyakinan, yang ada hanya tata tertib, saya melihat anak tidak terlalu senang ditanyakan mengenai tata tertib tersebut. Dia mengakui kesalahan terkadang hanya karena ingin urusan cepat selesai.Â
8. Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?
Saya ingin ada praktik baik yang dilakukan pada sekolah dengan keadaan sosial ekonomi yang berbeda. Bagaimana hasilnya dan adakah strategi-strategi yang mereka sesuaikan. Saya ingin modul ini dilengkapi oleh jurnal-jurnal guru sebelumnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H