Mohon tunggu...
Silvie Astralita
Silvie Astralita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas PGRI Kanjuruhan Malang

Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas PGRI Kanjuruhan Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Genre Sastra Menurut Rene Wellek dan Austin Warren

11 April 2022   05:52 Diperbarui: 11 April 2022   06:05 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Croce menjelaskan bahwa suatu koleksi puisi, drama, dan novel yang disatukan oleh satu nama merupakan reaksi terhadap sikap otoriter aliran klasik.

Jenis sastra bukan sekedar nama, akan tetapi lebih dianggap suatu perintah kelembagaan yang memaksa pengarangnya sendiri.

Sastra merupakan suatu hal yang hidup, setiap orang dapat mengekspresikan diri, melalui intuisi dan juga menciptakan serta mengubaha sebuah intuisi. 

Teori genre sebagai prinsip keteraturan yaitu sastra dan sejarah sastra, yang dibedakan berdasarkan struktur sastra dan berkaitan dengan dengan penilaian sastra.

Teori tentang jenis sastra mengandung kata pengandaian, yang berfungsi untuk mengubah formulasi pertanyaan agar lebih berfokus, selain itu juga setiap karya juga memiliki hubungan sastra yang erat denga karya yang lain.

Genre tidak bersifat tetap melainkan termasuk dalam kategori bergeser, hal ini dimisalkan dalam sebuah dampak novel The Life and Opinions of Tristram Shandy atau Ulysses pada teori novel.

Ciri penulisan kritik yakni penemuan, dan penyebaran suatu pengelompokkan baru suatu pola generic baru, Empson menggabungkan beberapa karya sebagai versi dari karya pastoral As You Like It, The Beggar's Opera dan Alice in Wonderland. 

Terdapat dua dasar klasik pengembangan teori genre dari Aristoteles dan Horaceyaitu tragedi dan epik, pada teori modern cenderung mengesampingkan perbedaan prosa-puisi dan membaginya menjadi sastra-rekaan menjadi fiksi, drama, dan puisi.

Vietor menyarankan supaya istilah genre tidak digunakan untuk ketiga kategori tadi karena penerapannya yang sulit dan sering kali tidak diperlukan, akan tetapi istilah genre perlu diterapkan untuk pembagian jenis secara historis menjadi tragedi dan komedi.

Davenant, Hobbes, E.S Dallas, dan John Erskine berusaha untuk mencari sifat-sifat dasar ketiga kategori tersebut dengan membuat perbedaan dimensi waktu dan morfologi linguistik.

Penafsiran tentang etika-psikologis para ahli berbeda-beda saat penggunaan metodenya, seperti Roman Jakobson yang berusaha untuk menunjukkan kaitan struktur gramatika tetap suatu bahasa dengan jenis-jenis sastra.

Eksplorasi terhadap jenis-jenis dasar mengaitkan morfolog linguistik atau sikap terhadap alam semesta tanpa menghasilkan kesimpulan yang objektif. 

Pada zaman sekarang drama memiliki dasar yang berbeda dari epik, menurut pendapat Aristoteles dan orang-orang Yunani, penyampaian secara lisan atau di muka umu merupakan ciri epik, dan juga drama memiliki sifat sastra, tetapi juga terdiri dari "tontonan" yang memanfaatkan keahlian actor, sutradara, penanggung jawab kostum, dan ahli listrik.

Menurut Scaliger epik sebagai genre tertinggi, apabila epik dan novel adalah bentuk gabungan yang terbagi menjadi narasi langsung dan narasi dialog untuk mencari definisi penggolongan jenis yang pokok.

Pada abad ke-18 Thomas Hankins, menuliskan tentang drama Inggris yang terbagi menjadi beberapa spesies, pada abad ke-18 juga prosa dianggap terdiri atas dua spesies, sehingga pembagian seperti itulah yang sebaiknya disebut genre.

Para kritikus pada abad ke-17 dan ke-18 menganggap genre sesuatu yang serius dan sebagian genre diambil dari tradisi Yunani.

Teori neoklasik tidak menerangkan, menguraikan, atau mempertahankan doktrin perbedaan jenis atau dasar perbedaan, akan tetapi neoklasik membahas tentang topik-topik seperti kepatuhan pada jenis, hierarki jenis, lamanya suatu jenis berlangsung, dan penambahan jenis-jenis baru.

Aliran neoklasik adalah percampuran antara rasionalisme dan sikap otoriter, kecenderungan, yang bersifat konservatif, mempertahankan sejauh mungkin jenis-jenis yang berasal dari tradisi kuno, terutama jenis tradisi puitis.

Tragedi Prancis menjadi pelopor doktrin kesetiaan pada jenis yang tidak menyukai kebiasaan pada tragedi Elizabeth dengan memasukkan adegan lucu, doktrin-doktrin ini berasal dari teori Horace yang dogmatis dan doktrin Aristoteles yang menekankan pada pengalaman dan hedonisme berpendidikan.

Dalam doktrin-doktrin klasik skala kesenangan tidak bersifat kuantitatif sehingga doktrin tersebut merupakan campuran dari doktrin sosial, moral, estetis, hedonistis, dan tradisional yang insensitas pembaca dan pendengarnya juga tidak terukur.

Puisi memiliki nada dan cara membaca yang berbeda yang tidak hanya terletak pada tata letak berbasis dimensi, akan tetapi juga pada sesuatu yang lebih "luas" dan "dalam".

Pengelompokkan genre secara teoritis berdasarkan bentuk luar dan bentuk dalam, dasar yang paling jelas terdapat pada salah satu kedua bentuk tersebut.

Meskipun terdapat beberapa gesekan petunjuk, para penulis elegi tidak membatasi isi sajak mereka untuk menangisi kematian.

Setelah abad ke-18, orang-orang tidak lagi mengharapkan lagi puisi dibuat dengan struktur pola yang berulang, hal ini dibuktikan dengan tulisan bahasa Prancis dan Jerman tentang genre yang didukung oleh pandangan pada periode 1840-1940.

Terdapat pergesaran konsepsi genre pada abad ke-19, pembaca pada abad ini semakin meluas sehingga muncul berbagai macam genre baru, ditambah juga harga percetakan yang murah menyebabkan pendeknya masa hidup genre.

Pada abad ke-19 terdapat klasifikasi novel seperti novel politik, novel gerejarani, novel sejarah, novel Gotik yang terdapat isi dan tema yang terbatas dan dipakai tetap.

Pada umumnya, konsepsi kita terhadap genre harus bertolak belakang dari sisi formalistis, sehingga kita diharuskan membuat genre berdasarkan jumlah suku kata atau bentuk daripada berdasarkan isinya, dan juga harus berpikir mengenai jenis-jenis sastra.

Acuan Yunani merupakan sebuah acuan tradisional mengenaik epik dan tragedi, akan tetapi tidak semua teknik klasik bersifat struktural.

Bagi siapapun yang tertarik pada teori genre maka harus berhati-hati agar tidak mencampurkan ciri-ciri perbedaan teori genre klasik dan teori modern, pada teori klasik bersifaat mengatur dan memberikan pola akan tetapi tidak memaksakan, meskipun demikian tiap genre itu dipisahkan satu sama lain dan tidak boleh dicampukan.

Pada doktrin ini menuntut kesatuan nada yang ketat, setiap jenis memiliki kapasitas dan kenikmatannya masing-masing.

Teori klasik juga terdapat klasifikasi sosial pada tiap genre, seperti epik dan tragedi menyangkut masalah kerajaan dan bangsawan, komedi menayngkut kaum menegah, dan satire dan farce untuk kelas rakyat, selain itu, hierarki jenis-jenis sastra juga menentukan tingkatan tokoh, gaya, panjang dan besarnya, serta keseriusan nada.

Tanpa disadari setiap orang telah melakukan hal yang sama ketika menguraikan prinsip kemurnian estetika, akan tetapi kita tidak boleh membatasi pendekatan pada satu tradisi atau doktrin saja.

Teori genre modern bersifat deskriptif yang tidak membatasi jumlah kemungkinan jenis sastra yang ada dan tidak menentukan aturan-aturan untuk diikuti pengarang, teori ini juga tidak menekankan perbedaan antara satu jenis dengan jenis lainnya, akan tetapi lebih tertarik untuk mencari persamaan umum dari setiap jenis sastra.

Kesenangan setiap orang terhadap karya sastra berasal dari gabungan rasa senang karena telah mendapatkan sesuatu yang baru dan dapat mengenali banyak hal yang ada dalam sastra, genre juga menampilkan tentang keseluruhan teknik estetis yang bisa digunakan oleh pengarang dan mudah dipahami oleh pembaca.

Nilai yang sangat jelas dalam pendekatan gener yakni kenyataan bahwa pendekatan itu memperhatikan perkembangan internal sastra.

Antara genre primitive dengan genre sastra merupakan topik pertama yang saling berkaitan, apabila keduanya digabung-gabungkan maka akan menghasil genre yang baru.

Kesinambungan genre-genre menjadi dasar pada analogi kecenderungan para pengarang dan khalayaknya, selain itu juga terdapat berbagai ragam tragedi dalam sebuah genre, seperti tragedi klasik Prancis, tragedi  Yunani, tragedi Elizabeth, dan tragedi Jerman abad ke-19.

Apabila menulis sebuah cerita sejarah tanpa menggunakan filsafat sejarah maka akan menghasilka sederetan catatan kronik saja, seperti contohnya sejarah tragedi Elizabeth yang dapat ditulis berdasarkan penelusuran perkembangan pada Shakespeare dan menggunakan metode ganda.

Masalah genre merupakan masalah inti yang meletakkan masala filosofis berkaitan dengan kelas dan individu pengarang , serta satu ataupun banyak orang yang bersifat dan bentuk-bentuk sastra universal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun