Mohon tunggu...
Silvie Mariana
Silvie Mariana Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

Penulis buku 30 Suplemen Menulis untuk Guru Penulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Hari Penuh Kejutan

19 November 2024   14:25 Diperbarui: 19 November 2024   14:32 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

"Ki, jadi kan?"

Suara Rini kembali mengagetkan Kiki.  Seketika ia ragu untuk menjawabnya.

"Udah, ga apa apa.  Yang penting kita tenang aja.  Kamu mau kan dapat nilai bagus?'  Rini kembali meyakinkan Kiki.

Kiki masih terdiam.  Ajakan Rini untuk saling membetulkan jawaban ulangan saat koreksi bersama nanti, membuatnya gelisah.  Bagaimana kalau Bu Guru nanti mengetahuinya? ujarnya dalam hati.

"Hei, kok bengong?  Kamu bilang masih belum paham materi pecahan.  Sama, aku juga.  Kebayang kan nilai kita gimana nanti. Kalau remedial, pasti mama kita marah!"

"Nggg... tapi....!" Kali ini Kiki mulai bicara.

"Kenapa, kamu ragu?  Udah, nanti aku yang atur saat kertas ujian dibagikan.  Kamu tinggal terima kertasku, lalu ganti jawaban yang salah, deh!" ujarnya menenangkan Kiki.

Kiki pun dengan terpaksa mengangguk.  Dalam hati ia berulang-ulang menyalahkan dirinya mengapa kemarin mau menerima ajakan rini untuk berbuat curang.   

"Ki, kok diem aja?  Kamu nggak istirahat?" tanya Desi teman sebangkunya.

"Iya nih Kiki.  Yuk kita istirahat.  Ulangan dibawa santai aja, Ki!" tambah Rini sambil mengedipkan mata ke arahnya.

Kiki berusaha tersenyum.  Diikutinya langkah kedua temannya menuju kantin.  Tak biasanya hatinya berdegup kencang kali ini.  Kegelisahannya mengikuti rencana Rini menjadi beban tersendiri baginya. Lebih gelisah daripada ketidaksiapannya menghadapi ulangan matematika, selepas istirahat nanti.

Dugg, byuuur! Tanpa sengaja tangan Kiki menyenggol gelas berisi es teh di mejanya. 

"Awas!" kata Rini setengah berteriak.

Untung saja Kiki segera menyadarinya. Segera ia berdiri menghindari tumpahan es teh di mejanya.

Gelas plastik itu jatuh ke lantai, menyisakan genangan air di meja yang kemudian menetes ke lantai.

Beberapa anak menoleh ke arah mereka.

"Udah, biar Bapak aja yang bersihkan!" kata OB sekolah yang berdiri dekat mereka.  Dengan sigap ia mengelap meja dan mengepel lantai.

"Terima kasih, Pak!" ujar Kiki dan Rini hampir berbarengan.

Desi yang awalnya duduk di sebelah Kiki, menarik lembut tangan Kiki agar kembali duduk di sebelahnya.

"Kamu kenapa, Ki?  Kok tumben?" tanya Desi.

Kiki melirik Rini.  Rini yang duduk di depannya tampak asyik menyeruput sisa es tehnya.  Sementara kaki Rini menendang pelan kaki Kiki di bawah meja.

"Ngg....nggak, aku ga apa-apa!" kata Kiki.

"Gugup mau ulangan matematika?" tanya Desi lagi.

Seolah mendapatkan pertanyaan yang tepat, Kiki segera mengangguk. 

"Iii...iya.  Nggg... aku belum mantap belajarnya.  Aku ke kelas duluan, ya!" Tanpa menunggu persetujuan Rini dan Desi, Kiki segera beranjak dari bangkunya.

Rini tertawa melihat Kiki. 

"Iya, belajar yang rajin  ya, mumpung masih ada waktu!" katanya terkekeh.  Sementara Desi memperhatikan Kiki yang mulai berjalan meninggalkan mereka.

Teng... teng.... Teng!  Bel masuk berbunyi. Seluruh siswa SD Ceria tergesa memasuki kelasnya masing-masing. Termasuk Rini dan Desi.  Namun, kedua siswa kelas 6 itu tetap berjalan santai karena jarak kantin dengan kelas mereka dekat.

Baru sampai pintu kelas, Rini mendapati Kiki sedang membaca buku dengan serius di mejanya.

"Ki...!" ujar Rini pelan.

Kiki menoleh ke arah Rini.

"Ki, kita tetap akan jalankan rencana ini, kan? Kamu udah janji lho kemarin!" tegas Rini.

Kiki memandang kawan dekatnya sejak kelas IV itu.  Terbayang kebaikan Rini selama mereka berteman.  Rasanya tak kuasa menolak permintaan Rini.  Apalagi ia kemarin begitu semangat menyambut rencana Rini.

"Iya Rin!" ujarnya tersenyum.   Berusaha meyakinkan Rini.

Raut wajah Rini seketika menjadi lega.

"Makasih ya Ki.  Kamu tahu kan kalau nanti aku remedial, Mamaku bisa marah besar!" ujarnya.

Kiki mengangguk.

"Assalamualaikum kelas VI C," terdengar suara Bu Fitri menyapa seluruh kelas.

"Waalaikumussalam Bu Fitri!" ujar para siswa serantak.

Selesai menaruh tas dan mapnya, Bu Fitri mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas sambil tersenyum.

"Lima menit lagi kita mulai ulangannya, ya!  Semoga semua bisa mengerjakan dengan usaha sendiri dan jujur tentunya!"

Ucapan Bu Fitri mungkin terdengar biasa bagi semua anak.  Tetapi tidak bagi Rini dan Kiki.  Keduanya saling berpandangan sekilas.

Dua jam pelajaran berlalu.  Kelas terasa hening.  Hanya sesekali terdengar suara kertas atau kursi yang bergerak karena siswa mengubah posisi duduknya.

Kiki dan Rini berusaha mengerjakan soal sebaik-baiknya.  Sesekali Kiki mengelap keringat di dahinya. 

Bu Rini mengawasi jalannya ulangan dengan saksama.

"Ya, waktu tinggal lima menit lagi!  Bagi kalian yang sudah selesai mengerjakan, silakan cek kembali lalu kumpulkan!"

Hati Kiki berdesir.  Sekarang saatnya, sambil tertunduk.

"Kumpulkan di depan, ya!  Ibu akan mengoreksi sendiri!" Suara Bu Fitri terdengar tegas.

Rini dan Kiki terperanjat.  Tidak biasanya Bu Fitri begitu.  Biasanya beliau meminta siswa untuk mengoreksi bersama bagian pilihan ganda dan isian singkat.

"Bbbbu..., nggak dikoreksi bareng-bareng?" tanya Rini pelan.  Sementara Kiki tampak lega mendengar ucapan Bu Fitri tadi.

Bu Fitri tersenyum. 

"Sudah, ga apa-apa Ibu koreksi sendiri.  kalian kan sudah capek memeras otak.  Masa harus ditambah mengoreksi lagi.  Lagipula ini sudah menjadi tugas Ibu!"

Rini mengangguk lemah.  Ia tidak berani bersuara lagi.

"Waktu habis.  Silakan kumpulkan!" perintah Bu Fitri lagi.

Kelas yang tadinya sepi, mulai ramai dengan celotehan siswa yang bergerak ke meja Bu Fitri sambil bersenda gurau.

"Masih ada 10 menit lagi.  Silakan kalian gunakan untuk baca-baca di sana!"  Bu Rini menunjuk pojok baca kelas mereka.

Beberapa anak mulai bergerak menuju pojok baca.  Sementara Kiki mendekati bangku Rini.

"Rin...!"

"Ga apa-apa Ki." Seolah tahu apa yang Kiki hendak katakan.

"Aku lega rencana kita batal.  Maafkan kalau aku tadi maksa banget, ya Ki!" lanjutnya.

Kiki terperanjat.  Tak menyangka dengan jawaban Rini.

"Terus gimana kalau nanti remedial?"

Rini menghela napas, kemudian tertawa.  "Ya sudah, remedial saja!  Mamaku pasti lebih bangga aku remedial daripada berbuat curang!"

Kiki menatap sahabatnya itu dengan banggga.

"Harusnya kemarin kita belajar bersama ya, Ki!  Bukan buat rencana curang!"

Mendengar hal itu, Kiki tergelak.  Hari ini ternyata penuh kejutan untuknya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun