Mohon tunggu...
Silvie Mariana
Silvie Mariana Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

Penulis buku 30 Suplemen Menulis untuk Guru Penulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mindful Eating, Menangkap Sinyal Makna dari Sekotak Makan Siang

4 Februari 2024   17:39 Diperbarui: 5 Februari 2024   15:55 830
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kotak makan siang (sumber:freepik.com)

"Ayo habiskan nasinya! Kalau nggak, nanti Pak Taninya sedih!"

Apakah Anda pernah mendengar atau mengalaminya saat kecil?  Saat orangtua  membujuk Anda untuk menghabiskan makanan di piring.

Cara membujuk di atas menurut saya termasuk ke dalam cara membangun kesadaran dalam makan.  Atau yang sekarang dikenal dengan mindful eating.  Apa itu?

Dikutip dari halodoc.com, mindful eating merupakan konsep dalam menjaga kesadaran penuh saat mengonsumsi makanan maupun minuman yang masuk ke dalam tubuh. 

Kebiasaan ini akan membuat seseorang lebih memperhatikan seberapa banyak makanan, jenis makanan, dan perasaan saat sedang mengonsumsi makanan.

Beberapa manfaat mindful eating, yaitu

  • menikmati tekstur dan rasa pada makanan dapat meningkatkan suasana hati menjadi lebih baik.
  • lebih bijak saat memilih makanan, sehingga dapat membantu menjaga kesehatan pencernaan.
  • menurunkan gangguan cemas
  • dengan menikmati makanan dan mengunyah makanan dengan tepat, akan membentuk kebiasaan makan yang tidak berlebihan
  • lebih peduli terhadap makanan yang dikonsumsi . Hal ini melibatkan dari mana makanan itu berasal sampai makanan tersebut bisa dikonsumsi.

Hal yang  akan saya soroti di tulisan ini adalah poin terakhir.

Kebetulan kemarin di grup WA kami membicarakan tentang trauma yang kemudian nyambung pada kebiasaan makan bersama keluarga.

Seorang teman menyampaikan bahwa sekarang sudah banyak yang tidak menggunakan meja makan untuk makan bersama keluarga (baca: berkomunikasi).

Tidak dipungkiri, di zaman serba tergesa ini, kebiasaan makan bersama di meja makan mulai luntur. Dengan kesibukan masing-masing, rasanya sulit untuk bisa berkumpul  di meja makan untuk makan sambil berbincang bersama.

Makan pagi bersama tetapi tergesa-gesa. Makan siang di tempat masing-masing. Semoga makan malam bisa menjadi sarana bisa kumpul dan komunikasi keluarga.

Sebagai guru di sekolah full day, otomatis saya menikmati makan siang bersama siswa di kelas Senin sampai Jumat.

Dan sebagai "keluarga" di kelas, kesempatan ini kami lakukan layaknya keluarga yang makan bersama. Kami lakukan  rutinitas makan mulai dari mencuci tangan, berdoa.  Lalu berkumpul bersama untuk makan.  Terakhir ditutup doa sesudah makan.

Dalam beberapa kesempatan sebelum waktu makan, saya pernah mengajak siswa untuk mencoba merenung. memperhatikan isi kotak makan masing-masing.  Iya, kotak makan.  Karena kami makan bekal dari rumah atau katering berupa makanan dalam wadah kotak.

"Coba perhatikan isi kotak makan kita. Ada ikan, ayam, nasi, sayuran, dan buah. Mereka tidak berasal dari satu tempat. Banyak di antara mereka berasal dari tempat yang jauh dari kota kita.

Contoh, nasi diolah dari beras yang didatangkan dari Cianjur.  Ikan dari Pangandaran.  Jeruk dari Medan. Belum lagi bumbu-bumbu dapurnya. 

Dibawa para penjual menempuh ratusan kilo sampai ke pasar kota kita. Lalu dibawa tukang sayur, sampai akhirnya diolah di dapur dan menjadi makanan yang kita santap.

Ada proses yang panjang sampai akhirnya mereka berkumpul dan bertemu di kotak makan kita.

Nah, itulah salah satu bentuk kasih sayang Allah. Allah berikan rezeki kepada orang tua kita agar dapat menyiapkan makan siang kita.  Sebagai rasa syukur, nikmati makanan kita sampai habis."

Saya tahu, tidak semua siswa tersebut memahami maksud ucapan saya. Tetapi saya yakin di antara mereka ada yang mengingatnya, dan suatu hari memahaminya.

Setidaknya ini mengingatkan saya pribadi untuk makan dengan penuh kesadaran.  Mindful eating. Belajar menikmati makanan tanpa diselingi scroll hape atau menatap laptop.

"Saya bahkan terkadang bisa meneteskan air mata, kalau pas makan 'penuh kesadaran'. Begitu indahnya pengaturan Allah.  Padi ditanam oleh Pak Tani mungkin beberapa bulan lalu, kemudian digiling jadi beras. Dijual di toko.  Lalu kita beli dan  dimasak oleh istri. Nikmat yang Allah sediakan jauh sebelum kita makan," lanjut teman saya di grup WA tersebut.

Saya belum pernah merasakan situasi seperti beliau.  Namun, saya berharap semoga suatu saat nanti saya bisa makan dengan penuh kesadaran.

Kesadaran bahwa betapa Allah banyak memberikan sinyal kebesaran-Nya kepada kita. Bahkan lewat sekotak makan siang.  Lewat mindful eating.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun