Mohon tunggu...
Silvester Deniharsidi
Silvester Deniharsidi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tinggal di Labuan Bajo

Tertarik pada isu-isu sosial

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kemajemukan Hukum Masyarakat dalam Sistem Hukum Indonesia

10 Mei 2022   10:59 Diperbarui: 10 Mei 2022   11:05 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Negara dan Hukum

Untuk memahami konsep negara hukum, kita harus memahami terlebih dahulu pengertian tentang negara dan hukum, yang masing-masing memiliki materi sangat luas. Hubungan antara negara dan hukum tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Walaupun keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Banyak ahli yang memberikan pengertian kepada dua istilah tersebut. Pemikiran dari beberapa ahli tentang negara dan hukum diangkat kembali sebagai landasan agar  mudah memahami konsep negara hukum.

Beberapa ahli memberi pengertian tentang negara dengan berbagai sudut pandangnya masing-masing. Roger F. Soltau memadang negara sebagai alat atau wewenang yang mengatur dan mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat. Sedangkan Beorge Jellinek memandang negara sebagai organisasi, yakni organisasi kekuasaan yang dibangun dari kelompok-kelompok manusia yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu. Prof. Miriam Budiardjo mendefenisikan, negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah.

Dari semua pengertian tersebut mengartikan negara itu memiliki beberapa unsure; mempunyai kelompok (warga), wilayah, rakyat dan pemerintahannya. Jadi negara berarti kesepakatan bersama dari berbagai kelompok masyarakat yang hidup dalam suatu wilayah tertentu membentuk pemerintahan bersama sebagai alat untuk mencapai tujuan bersama. Negara lebih dipandang sebagai suatu organisasi yang lebih besar dari kelompok-kelompok yang membentuk negara tersebut. Tujuan utama membentuk negara adalah bukan menciptakan atau membentuk kekuasaan tetapi sebagai suatu langkah untuk mencapai tujuan bersama. Kekuasaan hanyalah seperangkat alat organisasi yang dibentuk dengan  tugas khusus untuk menuntun kelompok-kelompok mencapai tujuan yang dikehendaki.

Hukum adalah seperangkat aturan tentang bagaimana individu harus berperilaku dalam suatu masyarakat. Seperti apakah negara hukum itu? Pertama yang harus dipahami adalah hukum itu sendiri. Hukum dalam berbagai literature atau pendapat para ahli mendefenisikan hukum adalah sebuah aturan tentang apa yang boleh dan tidak boleh. Hukum menurut Leon Duguit seperti yang ditulis oleh C.S.T. Kansil dalam bukunya yang berjudul Pengatar Ilmu Hukum Dan Tatanan Hukum Indonesia, megartikan hukum ialah aturan tingkah laku para masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan yang jika dilanggar menimbulkan rekasi bersama terhadap orang-orang yang melakukan pelanggaran tersebut[1]. 

Sebelum ada negara, warga hidup di dalam kelompok masyarakatnya masing-masing. Di dalam masyarakat itu mereka membentuk tatanan hidupnya sendiri guna mengatur hubungan perilaku antara sesame anggota masyarakat. Kita mengenal istilah Ubi societas Ibi jus, dimana ada masyarakat di situ ada hukum. Masing-masing masyarakat memiliki tatanan hukumnya sendiri-sendiri. Savigny, seperti yang dikutip oleh Van Appeldron mengatakan masyarakat manusia dibagi-bagi dalam berbagai bangsa, yang masing-masing mempunyai sifat dan jiwa sendiri. Jiwa bangsa itu menjelma dalam dalam bahasa, adat, susunan kenegaraan bangsa itu dan juga dalam hukumnya sebab hukum hidup di dalam kesadaran bangsa, disanalah tempat kedudukannya dan pangkalnya[2]. 

Jika kita artikan negara sebagai masyarakat yang luas, maka hukum ada di dalamnya sebagai seperangkat norma yang mempunyai tujuan untuk mengarahkan perilaku dari seluruh masyarakatnya demi mencapai tujuan bersama. Tujuan bersama itu adalah ketertiban dan kedamaian. Hukum yang ada dalam sebuah negara tidak berdiri sendiri. Tidak pula datang dari luar, tetapi merupakan hasil dari kesepakatan bersama warga negaranya.

 

Norma dan Hukum

Jika kita mengartikan hukum sebagai norma, timbul pertanyaan mengapa hanya norma hukum saja yang dipadankan dengan negara, yang akhirnya lahir sebuah konsep negara hukum? Mengapa kita tidak menyebutnya sebagai negara norma? Padahal masih ada norma lain yang berada di luar hukum seperti norma kesusilaan, norma kesopanan dan norma agama. Norma atau kaidah (kaedah) merupakan pelembagaan nilai-nilai baik dan buruk dalam bentuk tata aturan yang berisi kebolehan, anjuran atau perintah[3]. Norma itu sangat luas dan masing-masing orang (kelompok masyarakat) memiliki pandangan berbeda-beda tentang norma, yang dapat menimbulkan ketidakpastian dalam penerapannya. 

Dari sekian norma yang ada dalam masyarakat, norma hukum dipandang sebagai salah satu norma yang memiliki keunggulan dari norma-norma lain, karena dua alasan. Pertama norma hukum jelas perintahnya. Bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi. Kedua, norma hukum mempunyai lembaga yang diberi tugas khusus untuk menegakan hukum. Berbeda dengan penerapan norma di luar hukum, dimana penerapannya sangat bergantung pada orang atau kelompok masyarakat tempat norma itu diterapkan.

Dari aspek negara, hukum itu tidak hanya sekedar norma yang mengatur perilaku individu yang ada dalam masyarakat saja. Hukum dipandang sebagai suatu kesepakatan bersama dari seluruh masyarakat dalam sebuah negara. Sementara norma-norma yang lain sifantnya hanya khusus untuk masyarakat di dalam sebuah wilayah. Misalnya norma kesopanan dan kesusilaan dari masing-masing tempat berbeda satu dengan yang lain. Alasan lain adalah norma-norma yang lain ada karena hasil interaksi dari individu dalam sebuah masyarakat. Sementara hukum adalah tidak hanya sekedar dari hasil interaksi tetapi merupakan upaya sengaja untuk mengadakanya. Dengan demikian tidak dapat dijadikan sebagai kesepakatan bersama.

Kuatnya hukum sebagai konsep dalam tata kenegaraan tidak terlepas dari perkembangan positivism hukum, sebuah teori hukum yang beranggapan bahwa pemisahan antara hukum dan moral merupakan hal yang teramat penting[4]. Perkembangan postovisme hukum membawa konsekuensi, norma-norma yang lain tidak dipandang sebagai hukum karena tidak memuat sanksi dan mekanisme yang jelas dalam penerapannya. Menurut positivisme, keunggulan dari hukum adalah karena hukum memuat sanksi yang jelas, mempunyai mekanisme yang jelas untuk menegakan aturan tersebut. Berbeda dengan asas-asas yang lain, dimana asas tersebut tidak mempunyai saknsi karena sangat bergantung kepada masing-masing individu. Orang yang melanggar hukum berbeda dengan orang yang melanggar norma di luar hukum. Bila seseorang mencuri, dari norma hukum, orang tersebut harus dihukum melalui proses peradilan. Sedangkan norma lain yang berada di luar hukum, seseorang yang mencuri barang milik orang lain dianggap tidak sesuai dengan tatanan masyarakat, namun seseorang itu dihukum atau tidak sangat bergantung pada kedua belah pihak. 

 

Konsep Negara Hukum Modern

Konsep negara hukum bagi Indonesia merupakan sebuah kemajuan yang membawa perubahan besar  terhadap tatanan kehidupan bernegara. Konsep negara hukum baru lahir di era reformasi, setelah tumbangnya pemerintahan era Orde Baru (OB). Langkah pertama yang diambil adalah dengan mengamandemen Salah satu perombakan yang sangat luar biasa adalah merubah UUD 1945. Perubahan ini sangat luar biasa, karena di era OB merubah UUD 1945 merupakan suatu hal yang tidak mungkin. UUD 1945 sangat disakralkan. Siapa yang hendak membicarakan perubahan itu, dianggap sebagai pengganggu kestabilitas bernegara dan pemerintahan sangat berkuasa untuk memasukan mereka ke dalam penjara, walaupun tanpa proses hukum yang jelas.

Konsep negara hukum baru muncul pada amandemen ketiga UUD 1945 pada tahun 2001. Dimana, di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945  mengatakan ''Negara Indonesia adalah negara hukum'. Hal ini berarti kehidupan berbangsa dan bernegara haruslah berdasarkan hukum, tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat). Jika pada jaman OB, kekuasaan merupakan pusat keteraturan, Presiden Soeharto sebagai pemilik kekuasaan maka setelah amandemen, hukum merupakan suatu landasan dalam bernegara.

Banyak orang memberikan penjelasan tentang tentang ciri-ciri negara hukum. Semua ciri-ciri itu. Ciri-ciri yang dikemukakan oleh para ahli itu semuanya memandang ciri itu dari perspektif hukum positif. Kadang lebih condong dengan perspektif hukum dalam arti sempit, dimana lebih menitik beratkan atau seringkali mengartikan hukum itu sebagai perundang-undangan. Negara hukum seolah-olah negara yang berdasarkan pada perundang-undangan yang dibuat oleh lembaga yang berwewenang untuk itu.

Istilah negara hukum dikembangkan pertama kali oleh A.V. Dicey dengan sebutan  rule of law yang menguraikan adanya tiga ciri penting dalam setiap Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah "The Rule of Law", yaitu: (1) Supremacy of Law, (2) Equality before the law, (3) Due Process of Law.

Menurut  Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH, gagasan, cita-cita, ide negara hukum tidak saja terkait dengan rechstaat atau rule of law, tetapi juga berkaitan dengan nomocracy yakni factor yang menentukan dalam penyelenggaraan kekuasaa adalah norma atau hukum[5].  Hal ini untuk mempertegas bahwa kekuasaan tidak berada di atas sebagai penentu atau pengendali absolute terhadap penyelenggaraan kehidupan sebuah bangsa tetapi hukumlah yang harus menjadi landasan termasuk menentukan bagaimana kekuasaan itu dibentuk dan dijalankan. 

Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH[6] ada dua belas ciri penting dari negara hukum diantaranya adalah :

  •  Supremasi hukum
  • Persamaan dalam hukum
  • Asas legalitas
  • Pembatasan kekuasaan
  • Organ eksekutif yang independent
  • Peradilan bebas dan tidak memihak
  • Peradilan tata usaha negara
  • Peradilan tata negara
  • Perlindungan hak asasi manusia
  • Bersifat demokratis
  • Sarana untuk mewujudkan tujuan negara
  • Transparansi dan kontrol sosial.
  • Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa

 Negara Hukum Dalam Keanekaragaman Hukum Masyarakat

Negara hukum adalah suatu kehidupan dimana seluruh komponen yang ada di dalamnya baik itu warga negaranya, segala bentuk keorganisasian masyarakat maupun penguasa dan segala organnya harus berlandaskan hukum baik yang termuat dalam peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh negara maupun hukum yang hidup di tengah masyarakat.

Berlandaskan hukum tidak dapat diartikan secara sempit hanya berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, namun di dalamnya harus mengakui akan keberadaan hukum yang hidup dalam sebuah masyarakat tertentu. Negara Indonesia yang masyarakatnya terdiri dari berbagai suku, agama dan budayanya memiliki tatanan hukumnya masing-masing yang sudah lama diakui dan ditaati oleh anggota masyarakatnya. Tatanan hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut tidak dapat dihilangkan begitu saja oleh hukum buatan negara.

Hukum itu adalah norma yang semuanya mempunyai tujuan untuk melindungi, mengatur dan memberikan keseimbangan dalam menjaga kepentingan umum[7]. Semua norma yang berlaku baik norma hukum maupun norma di luar hukum yang sedang berlaku dalam waktu saat ini, pada waktu tertentu dipandang sebagai hukum positif (ius constitum). Kita tidak dapat mengesampingkan bahwa hanya norma hukum buatan negara saja yang diakui sebagai hukum yang berlaku sedangkan norma yang ada di masyarakat tidak diakui dan hanya ditempatkan sebagai sumber dalam membuat hukum negara. 

Kedua-duanya harus dipandang sederajat karena mempunyai fungsi dan tujuan yang sama dan saling melengkapi. Norma yang hidup dalam suatu masyarakat tertentu mempunyai manfaat yang sangat besar untuk mengatur kelompok warga tersebut dan kehadiran hukum positif buatan negara adalah berperan untuk mengikat seluruh warga dalam pada semua kelompok. Hukum positif buatan negara tidak cukup atau tidak mampu menjangkau hal yang paling terdalam untuk sebuah kehidupan warga masyarakat, maka pada saat itulah norma yang sudah ada dalam masyarakat dibutuhkan. 

Sanksi dalam negara hukum bukanlah tolok ukur tunggal menentukan norma yang berlaku sebagai hukum yang mempunyai daya kekuatan mengikat. Kita tidak dapat hanya berlandaskan pada norma-norma yang mempunyai sanksi yang berat saja yang diakui sebagai hukum. Misalnya menempatkan hukum-hukum positif buatan negara saja yang harus ditaati oleh warga negara dan yang diakui oleh negara karena memiliki sanksi hukum yang berat seperti penjara atau hukuman mati. Pada intinya, substansi dari setiap normalah yang memberikan dampak pada terciptanya ketertiban masyarakat.

Jika kita bertanya kepada seseorang mengapa ia tidak mencuri, jawabannya adalah bukan karena takut dihukum atau dimasukan dalam penjara, tetapi ada juga alasan karena mencuri adalah dosa. Padahal untuk mencuri sesuatu barang itu sangat terbuka dan tidak ada orang yang melihat atau melaporkannya ke pihak aparat penegak hukum. Hukuman atau sanksi yang diberikan kepada seseorang yang mengganggu atau melanggar ketertiban atau keseimbangan kepentingan umum itu dapat dilakukan berbagai macam. Setiap norma mempunyai sanksi dan semua warga yang hidup di dalamnya mengetahui akibat dari setiap pelanggaran yang dilakukannya.

Berlandaskan hukum mempunyai pengertian atau cakupan yang sangat luas mencakup norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan/adat dan norma hukum itu sendiri. Hal ini dapat dimaknai, negara hukum adalah sama dengan negara norma yakni negara yang mengakui dan menjunjung tinggi norma-norma yang ada dalam masyarakat.

Dalam banyak kajian, hukum yang hidup dalam masyarakat dan yang dibuat oleh negara mempunyai kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Namun keduanya merupakan tatanan yang bertujuan untuk mengatur kehidupan bersama. Yang membedakan kedua hukum tersebut adalah luasnya wilayah berlaku dan bentuknya. Hukum yang ada di dalam masyarakat adalah hukum yang berlaku untuk masyarakat tersebut. Sedangkan hukum yang dibuat oleh negara adalah hukum yang tertulis dan berlaku untuk seluruh warga negara. Maka ciri negara hukum itu adalah;

  •  Adanya peraturan perundang-undangan yang memuat tentang pembuatan hukum.
  • Adanya peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh organ negara yang diberikan tugas khusus untuk membuat hal tersebut.
  • Adanya pembagian kekuasaan negara.
  • Adanya perlindungan dan pengakuan terhadap keanekeragaman hukum yang hidup dalam masyarakat.

Konsep negara hukum yang diamaksud tidak hanya diartikan secara positivistic. Namun mencakup semua hal yang berkaitan dengan fungsi hukum itu sebagai alat atau perlengkapan yang ada dalam masyarakat untuk menciptakan keteraturan. Dengan demikian norma dan aturan harus tetap dipandang sama walaupun kekuatan pemberlakuan dan daya paksanya berbeda tetapi keduanya adalah unsur yang ditaati oleh warga masyarakat untuk hidup secara teratur. Aturan tidak cukup kuat ditaati jika norma-norma yang hidup dalam masyarakat tidak ada atau diabaikan. Ketaatan pada aturan-aturan yang dibuat oleh negara merupakan sikap dari warga masyarakat yang lebih tinggi yang dibangun karena sikap kerelaan untuk keteraturan kehidupan masyarakat yang lebih luas.

Menurut Montesque, semua mahluk termasuk manusia mempunyai hukumnya sendiri-sendiri. Pertama hukum alam yang tidak dapat diubah, hukum agama yang berasal dari Tuhan, hukum moral dari ahli filsafat, hukum yang dapat dirubah dan keempat hukum politik dan sipil. Hukum moral dan hukum politik dan sipil merupakan hukum yang dapat dibuat oleh negara dan dibuat sendiri oleh masyarakat tertentu. Kedua-duanya mempunyai kekuatan dan daya paksa untuk dipatuhi oleh seluruh warga negara dan warga suatu masyarakat, walaupun daya paksa diantara keduanya berbeda.

Aturan hukum yang dibuat oleh negara tentu bukanlah satu-satunya yang mengatur warga masyarakat. Masing-masing masyarakat memiliki hukumnya sendiri-sendiri yang hidup dan ditaati oleh warga masyarakat tersebut. Di Papua misalnya, seekor babi dipandang sebagai binatang yang sangat dihargai dan mempunyai nilai yang sangat tinggi dibandingkan dengan binatang lainnya. Jika ada warga yan  melempar babi salah seorang warga maka aturan hukum yang hidup di dalam masyarakat tersebut akan secara tegas menghukum si pelaku. Tentu dalam kasus seperti ini tidak dapat dijangkau oleh aturan hukum yang dibuat oleh lembaga negara. Aturan yang seperti itu tidak dapat diabaikan begitu saja namun harus dihargai dan ditempatkan menjadi sebuah hukum positif yang berlaku di dalam masyarakat tersebut. Secara faktual, kita bisa melihat bahwa hukum terbelenggu oleh kekuasaan, struktur, norma dan positivisme. Hukum tidak bisa menembus dinding peradilan yang tebal dalam membaca realitas sosial. Positivisme-dogmatis telah menjadi penyebab utama "kebangkrutan nalar" hukum menjawab tantangan dalam masyarakat"[8].

Dari semua penjelasan tersebut mau mengaskan bahwa arti dari negara hukum yang berlaku saat ini harus dipandang secara luas sesuai dengan konteks kemajemukan aturan hukum yang hidup dalam masyarakat. Hukum positif buatan lembaga negara dan buatan masyarakat harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bertujuan  menciptakan keteraturan. Keteraturan itu tidak hanya diatur oleh hukum possitif tetapi juga oleh hukum yang hidup di dalam masyarakat itu sendiri.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun