Negara hukum adalah suatu kehidupan dimana seluruh komponen yang ada di dalamnya baik itu warga negaranya, segala bentuk keorganisasian masyarakat maupun penguasa dan segala organnya harus berlandaskan hukum baik yang termuat dalam peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh negara maupun hukum yang hidup di tengah masyarakat.
Berlandaskan hukum tidak dapat diartikan secara sempit hanya berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, namun di dalamnya harus mengakui akan keberadaan hukum yang hidup dalam sebuah masyarakat tertentu. Negara Indonesia yang masyarakatnya terdiri dari berbagai suku, agama dan budayanya memiliki tatanan hukumnya masing-masing yang sudah lama diakui dan ditaati oleh anggota masyarakatnya. Tatanan hukum yang hidup dalam masyarakat tersebut tidak dapat dihilangkan begitu saja oleh hukum buatan negara.
Hukum itu adalah norma yang semuanya mempunyai tujuan untuk melindungi, mengatur dan memberikan keseimbangan dalam menjaga kepentingan umum[7]. Semua norma yang berlaku baik norma hukum maupun norma di luar hukum yang sedang berlaku dalam waktu saat ini, pada waktu tertentu dipandang sebagai hukum positif (ius constitum). Kita tidak dapat mengesampingkan bahwa hanya norma hukum buatan negara saja yang diakui sebagai hukum yang berlaku sedangkan norma yang ada di masyarakat tidak diakui dan hanya ditempatkan sebagai sumber dalam membuat hukum negara.Â
Kedua-duanya harus dipandang sederajat karena mempunyai fungsi dan tujuan yang sama dan saling melengkapi. Norma yang hidup dalam suatu masyarakat tertentu mempunyai manfaat yang sangat besar untuk mengatur kelompok warga tersebut dan kehadiran hukum positif buatan negara adalah berperan untuk mengikat seluruh warga dalam pada semua kelompok. Hukum positif buatan negara tidak cukup atau tidak mampu menjangkau hal yang paling terdalam untuk sebuah kehidupan warga masyarakat, maka pada saat itulah norma yang sudah ada dalam masyarakat dibutuhkan.Â
Sanksi dalam negara hukum bukanlah tolok ukur tunggal menentukan norma yang berlaku sebagai hukum yang mempunyai daya kekuatan mengikat. Kita tidak dapat hanya berlandaskan pada norma-norma yang mempunyai sanksi yang berat saja yang diakui sebagai hukum. Misalnya menempatkan hukum-hukum positif buatan negara saja yang harus ditaati oleh warga negara dan yang diakui oleh negara karena memiliki sanksi hukum yang berat seperti penjara atau hukuman mati. Pada intinya, substansi dari setiap normalah yang memberikan dampak pada terciptanya ketertiban masyarakat.
Jika kita bertanya kepada seseorang mengapa ia tidak mencuri, jawabannya adalah bukan karena takut dihukum atau dimasukan dalam penjara, tetapi ada juga alasan karena mencuri adalah dosa. Padahal untuk mencuri sesuatu barang itu sangat terbuka dan tidak ada orang yang melihat atau melaporkannya ke pihak aparat penegak hukum. Hukuman atau sanksi yang diberikan kepada seseorang yang mengganggu atau melanggar ketertiban atau keseimbangan kepentingan umum itu dapat dilakukan berbagai macam. Setiap norma mempunyai sanksi dan semua warga yang hidup di dalamnya mengetahui akibat dari setiap pelanggaran yang dilakukannya.
Berlandaskan hukum mempunyai pengertian atau cakupan yang sangat luas mencakup norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan/adat dan norma hukum itu sendiri. Hal ini dapat dimaknai, negara hukum adalah sama dengan negara norma yakni negara yang mengakui dan menjunjung tinggi norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Dalam banyak kajian, hukum yang hidup dalam masyarakat dan yang dibuat oleh negara mempunyai kekuatan dan kelemahannya masing-masing. Namun keduanya merupakan tatanan yang bertujuan untuk mengatur kehidupan bersama. Yang membedakan kedua hukum tersebut adalah luasnya wilayah berlaku dan bentuknya. Hukum yang ada di dalam masyarakat adalah hukum yang berlaku untuk masyarakat tersebut. Sedangkan hukum yang dibuat oleh negara adalah hukum yang tertulis dan berlaku untuk seluruh warga negara. Maka ciri negara hukum itu adalah;
- Â Adanya peraturan perundang-undangan yang memuat tentang pembuatan hukum.
- Adanya peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh organ negara yang diberikan tugas khusus untuk membuat hal tersebut.
- Adanya pembagian kekuasaan negara.
- Adanya perlindungan dan pengakuan terhadap keanekeragaman hukum yang hidup dalam masyarakat.
Konsep negara hukum yang diamaksud tidak hanya diartikan secara positivistic. Namun mencakup semua hal yang berkaitan dengan fungsi hukum itu sebagai alat atau perlengkapan yang ada dalam masyarakat untuk menciptakan keteraturan. Dengan demikian norma dan aturan harus tetap dipandang sama walaupun kekuatan pemberlakuan dan daya paksanya berbeda tetapi keduanya adalah unsur yang ditaati oleh warga masyarakat untuk hidup secara teratur. Aturan tidak cukup kuat ditaati jika norma-norma yang hidup dalam masyarakat tidak ada atau diabaikan. Ketaatan pada aturan-aturan yang dibuat oleh negara merupakan sikap dari warga masyarakat yang lebih tinggi yang dibangun karena sikap kerelaan untuk keteraturan kehidupan masyarakat yang lebih luas.
Menurut Montesque, semua mahluk termasuk manusia mempunyai hukumnya sendiri-sendiri. Pertama hukum alam yang tidak dapat diubah, hukum agama yang berasal dari Tuhan, hukum moral dari ahli filsafat, hukum yang dapat dirubah dan keempat hukum politik dan sipil. Hukum moral dan hukum politik dan sipil merupakan hukum yang dapat dibuat oleh negara dan dibuat sendiri oleh masyarakat tertentu. Kedua-duanya mempunyai kekuatan dan daya paksa untuk dipatuhi oleh seluruh warga negara dan warga suatu masyarakat, walaupun daya paksa diantara keduanya berbeda.
Aturan hukum yang dibuat oleh negara tentu bukanlah satu-satunya yang mengatur warga masyarakat. Masing-masing masyarakat memiliki hukumnya sendiri-sendiri yang hidup dan ditaati oleh warga masyarakat tersebut. Di Papua misalnya, seekor babi dipandang sebagai binatang yang sangat dihargai dan mempunyai nilai yang sangat tinggi dibandingkan dengan binatang lainnya. Jika ada warga yan  melempar babi salah seorang warga maka aturan hukum yang hidup di dalam masyarakat tersebut akan secara tegas menghukum si pelaku. Tentu dalam kasus seperti ini tidak dapat dijangkau oleh aturan hukum yang dibuat oleh lembaga negara. Aturan yang seperti itu tidak dapat diabaikan begitu saja namun harus dihargai dan ditempatkan menjadi sebuah hukum positif yang berlaku di dalam masyarakat tersebut. Secara faktual, kita bisa melihat bahwa hukum terbelenggu oleh kekuasaan, struktur, norma dan positivisme. Hukum tidak bisa menembus dinding peradilan yang tebal dalam membaca realitas sosial. Positivisme-dogmatis telah menjadi penyebab utama "kebangkrutan nalar" hukum menjawab tantangan dalam masyarakat"[8].