Mohon tunggu...
Silpiah
Silpiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sarjana Akuntansi - NIM 43223110028 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Quiz 11 - Diskursus Edwin Sutherland dan Fenomena Kejahatan Korupsi di Indonesia

22 November 2024   21:07 Diperbarui: 22 November 2024   21:07 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun Indonesia memiliki undang-undang anti-korupsi yang cukup kuat dan lembaga-lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), penegakan hukum yang efektif masih menjadi tantangan besar. Banyak kasus korupsi besar yang melibatkan pejabat tinggi sering kali berakhir dengan hukuman yang ringan, atau bahkan tidak ditindaklanjuti dengan serius. Fenomena ini menunjukkan adanya masalah dalam sistem peradilan, termasuk potensi intervensi politik, suap, atau tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan.

Penegakan hukum yang lemah dan selektif ini menciptakan persepsi di masyarakat bahwa hukum tidak berlaku sama untuk semua orang, terutama bagi mereka yang memiliki kekuasaan atau posisi tinggi. Akibatnya, pejabat publik yang terlibat korupsi merasa kebal hukum dan tidak takut akan konsekuensi tindakannya. Lemahnya pengawasan internal di institusi pemerintah juga membuat para pelaku korupsi lebih mudah menyembunyikan atau memanipulasi tindakan mereka tanpa terdeteksi.

4. Ketimpangan Sosial dan Ekonomi

Ketimpangan sosial dan ekonomi yang tinggi di Indonesia juga menjadi salah satu penyebab mengapa korupsi sulit diberantas. Di satu sisi, ada sekelompok kecil elit yang memiliki kekayaan dan kekuasaan yang besar, sementara mayoritas masyarakat hidup dalam kondisi ekonomi yang sulit. Perbedaan yang mencolok ini menciptakan insentif bagi mereka yang berada dalam posisi kekuasaan untuk memperkaya diri melalui korupsi.

Di tingkat bawah, ketidakpastian ekonomi dan tekanan hidup sehari-hari membuat banyak orang terpaksa menerima suap atau terlibat dalam praktik korupsi kecil-kecilan untuk bertahan hidup. Bagi mereka yang memiliki akses ke sumber daya publik, korupsi sering kali dianggap sebagai cara yang mudah dan cepat untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka, terutama ketika gaji dan tunjangan yang mereka terima dianggap tidak memadai.

Dalam konteks ini, korupsi juga bisa dilihat sebagai hasil dari kegagalan sistem ekonomi dalam menyediakan kesejahteraan yang merata bagi seluruh masyarakat. Selama ketimpangan sosial-ekonomi ini masih ada, praktik korupsi akan terus berkembang karena sistem yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dengan adil.

5. Norma dan Etika yang Lemah

Korupsi di Indonesia juga terkait erat dengan lemahnya norma etika dan moral, baik di kalangan pejabat publik maupun masyarakat umum. Di banyak sektor, kesadaran akan pentingnya integritas dan etika dalam menjalankan tugas publik masih rendah. Beberapa individu yang terlibat dalam korupsi sering kali mengabaikan dampak negatif dari tindakan mereka terhadap masyarakat luas, dan lebih fokus pada keuntungan pribadi atau kelompok.

Rendahnya pendidikan anti-korupsi di kalangan masyarakat dan pejabat publik juga menjadi salah satu penyebab mengapa norma-norma anti-korupsi tidak berkembang dengan baik. Kurangnya program-program pendidikan yang menanamkan nilai-nilai integritas, akuntabilitas, dan transparansi, baik di sekolah maupun tempat kerja, membuat masyarakat tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang bahaya dan dampak buruk dari korupsi.

6. Kurangnya Transparansi dan Akuntabilitas

Korupsi sering terjadi di lingkungan yang tidak transparan dan tidak akuntabel. Di Indonesia, meskipun sudah ada berbagai kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan transparansi, seperti sistem e-government dan pengadaan barang dan jasa secara online, implementasinya masih belum optimal. Banyak pejabat publik yang tidak sepenuhnya tunduk pada prinsip-prinsip transparansi, sehingga mereka dapat dengan mudah menyembunyikan tindak korupsi yang dilakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun