Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali dihadapkan pada situasi yang memicu emosi negatif, seperti marah, frustrasi, atau cemas. Stoicisme mengajarkan bahwa emosi adalah reaksi kita terhadap penilaian kita sendiri atas situasi, bukan karena situasi itu sendiri. Oleh karena itu, penting untuk belajar mengendalikan emosi dengan mengubah cara pandang kita. Ketika menghadapi situasi sulit, cobalah untuk melihatnya dari sudut pandang yang lebih rasional dan objektif.
Kesimpulan
Dengan memahami dan mempraktikkan Stoicisme, mahasiswa dapat menjadi lebih tangguh dan fokus dalam menghadapi berbagai tantangan akademis maupun profesional. Memusatkan perhatian pada pengembangan kebajikan, serta menerima bahwa ada hal-hal yang di luar kendali kita, akan membantu kita menjadi pribadi yang lebih bijaksana dan unggul. Dengan demikian, Stoicisme bukan hanya sebuah filosofi, tetapi juga sebuah panduan praktis untuk meraih kesuksesan jangka panjang.
Daftar Pustaka
- Hadot, P. (1995). Philosophy as a Way of Life: Spiritual Exercises from Socrates to Foucault. Blackwell.
- Irvine, W. B. (2009). A Guide to the Good Life: The Ancient Art of Stoic Joy. Oxford University Press.
- Ryan Holiday & Stephen Hanselman (2016). The Daily Stoic: 366 Meditations on Wisdom, Perseverance, and the Art of jLiving. Portfolio.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H