Mohon tunggu...
Silpiah
Silpiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sarjana Akuntansi - NIM 43223110028 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 2 - Praktik Stoicisme, Membedakan Antara Fortuna vs Virtue untuk Menjadi Sarjana Unggul dan Profesional

17 September 2024   20:48 Diperbarui: 17 September 2024   20:56 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PPT Modul Dosen : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Pendahuluan

Di era modern ini yang serba cepat dan penuh ketidakpastian. Mahasiswa sering kali dihadapkan pada tekanan akademis, tuntunan profesional, serta tantangan pribadi. Untuk menjadi sarjana yang unggul dan profesional kita harus mampu menjaga kestabilan mental dan emosional dalam menghadapi berbagai tantangan. Salah satu filsafat yang bisa menjadi panduan dalam mengatasi tekanan hidup dan meraih keberhasilan adalah stoicisme.

Dalam tulisan ini, saya akan mengupas bagaimana praktik Stoicisme dapat membantu mahasiwa dalam membedakan antara "Fortune" dan "Virtue", serta bagaiman konsep ini dapat diterapkan untuk menjadi sarjana yanb unggul dan profesional.

Apa itu Stoicisme?

Stoicisme adalah aliran filsafat yang didirikan oleh Zeno dari Citium pada abad ke-3 SM. Stoicisme mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak ditemukan dalam hal-hal eksternal seperti kekayaan, kekuasaan, atau keberuntungan (yang mereka sebut sebagai Fortuna), tetapi dalam pengembangan kebajikan (virtue) dan kemampuan untuk mengendalikan diri serta menerima hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan.

Para filsuf Stoik seperti Epictetus, Seneca, dan Marcus Aurelius berpendapat bahwa kebahagiaan bukanlah tujuan yang harus dikejar dengan mengandalkan faktor eksternal. Mereka berpendapat bahwa kebahagiaan adalah hasil dari hidup dengan sesuai dengan alam, yang berarti hidup dengan kebijaksanaan, keadilan, keberanian, dan pengendalian diri. Hal-hal yang ada di luar kendali kita seperti cuaca, ekonomi, atau perilaku orang lain termasuk dalam kategori "fortuna". Hal-hal tersebut bisa mempengaruhi hidup kita, namun bukanlah dasar bagi kebahagiaan sejati.

Menurut para Stoik, ada dua aspek penting dalam hidup:

1. Fortuna: Hal-hal yang berada di luar kendali kita, termasuk nasib, keberuntungan, atau kejadian eksternal. Ini mencakup hal-hal seperti nilai ujian, hasil wawancara kerja, bahkan cuaca di hari tertentu. Dalam konteks mahasiswa, fortuna dapat mencakup hal-hal seperti beasiswa yang tidak diterima, mata kuliah yang sulit, atau faktor eksternal lainnya yang memengaruhi jalur pendidikan kita. Bagi banyak mahasiswa dan profesional muda, hal-hal ini sering menjadi sumber kecemasan dan ketidakpastian.

Tetapi, menurut Stoicisme, merisaukan hal-hal di luar kendali kita adalah sia-sia dan hanya akan menambah beban pikiran. Stoicisme mengajarkan untuk menerima hal-hal tersebut apa adanya, dengan sikap yang tenang dan tidak emosional. Kita tidak dapat mengendalikan Fortuna, tetapi kita bisa mengendalikan bagaimana kita meresponsnya. Dengan mengadopsi pandangan ini, seorang sarjana atau profesional dapat fokus pada upaya dan tindakan yang konstruktif, bukan pada hasil yang tidak pasti.

2. Virtue: Hal-hal yang berada di dalam kendali kita, terutama pikiran, sikap, tindakan, dan karakter kita. Kebajikan merupakan kualitas moral yang diperoleh melalui pengendalian diri, ketabahan, kebijaksanaan, dan keadilan. Dalam kehidupan akademis, virtue adalah kemampuan untuk tetap konsisten dalam belajar, menahan diri dari hal-hal negatif seperti mencontek, dan berupaya untuk selalu meningkatkan diri.

Sebagai sarjana dan profesional, mengembangkan virtue berarti membangun kebiasaan belajar yang baik, mempraktikkan etika kerja yang kuat, menjaga integritas, dan selalu bersikap adil terhadap orang lain. Misalnya, seorang mahasiswa yang mengalami kesulitan dalam mata kuliah tertentu mungkin tergoda untuk menyerah. Namun, jika dia berpegang pada kebajikan keberanian dan pengendalian diri, dia akan terus berusaha, mencari cara untuk belajar lebih baik, dan tidak menyerah pada rasa putus asa.

Virtue juga mendorong kita untuk tetap tenang dalam menghadapi kegagalan. Seorang profesional yang mengalami kemunduran karier mungkin merasa kecewa, tetapi dengan berfokus pada virtue, dia akan memandang kemunduran tersebut sebagai kesempatan untuk belajar dan tumbuh, bukan sebagai tanda kegagalan permanen.

Mengapa Penting untuk Membedakan Frotuna dan Virtue?

Salah satu ajaran inti Stoicisme adalah memahami perbedaan antara hal-hal yang dapat kita kendalikan (virtue) dan hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan (fortuna). Kesalahan umum yang sering dilakukan orang adalah fokus pada hal-hal di luar kendali mereka, seperti hasil akademis yang kurang memuaskan atau tekanan dari lingkungan eksternal, yang akhirnya hanya menimbulkan kecemasan dan kekecewaan.

Tetapi, jika kita memusatkan perhatian pada pengembangan kebajikan (virtue), seperti disiplin, integritas, dan kerja keras, kita akan lebih mampu menghadapi situasi sulit tanpa kehilangan ketenangan batin. Dengan kata lain, memahami dan mempraktikkan konsep ini membantu kita menjadi lebih tangguh dan fokus pada apa yang benar-benar penting dalam jangka panjang. Dalam dunia kerja, perbedaan antara fortuna dan virtue membantu kita menyesuaikan diri dengan perubahan eksternal tanpa kehilangan rasa tanggung jawab terhadap tindakan kita sendiri.

Mengapa Mahasiswa Harus Menguasai Stoicisme?

Sebagai seorang mahasiswa, tuntutan akademik sering kali bisa sangat berat. Ada saat di mana nilai-nilai akademis tidak sesuai dengan harapan, atau ketika kesempatan yang diinginkan tidak tercapai. Jika kita terlalu berfokus pada hal-hal seperti nilai atau penghargaan (yang merupakan bagian dari fortuna), kita akan rentan terhadap stres dan ketidakpuasan.

Sebaliknya, dengan mempraktikkan Stoicisme dan memusatkan perhatian pada kebajikan, kita akan lebih tangguh dalam menghadapi kegagalan, lebih bijaksana dalam mengambil keputusan, dan lebih adil dalam melihat situasi secara objektif. Ini membantu mahasiswa tidak hanya berhasil secara akademis, tetapi juga berkembang menjadi individu yang berkarakter kuat, yang siap menghadapi tantangan profesional setelah lulus.

Selain itu, Stoicisme mengajarkan pentingnya sikap pantang menyerah dalam mengejar tujuan yang bernilai. Dalam konteks akademik, ini dapat diterapkan dalam bentuk ketekunan dalam belajar, kemauan untuk menghadapi kesulitan, serta kemampuan untuk bangkit kembali setelah kegagalan. Dengan cara ini, Stoicisme membantu mahasiswa tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang di tengah tantangan.

Bagaimana Stoicisme Membantu Mahasiswa Menjadi Sarjana Unggul?

  • Mengembangkan Sikap Mental yang Kuat

Salah satu manfaat utama Stoicisme adalah pengembangan mental yang kuat. Ketika kita fokus pada apa yang dapat kita kendalikan, seperti belajar dengan giat dan berusaha sebaik mungkin, kita tidak akan terlalu terpengaruh oleh hasil yang tidak terduga. Mahasiswa yang mampu mempraktikkan kebajikan seperti kesabaran, disiplin, dan tanggung jawab akan lebih siap menghadapi ujian hidup, baik di kampus maupun dalam dunia kerja.

  • Meningkatkan Fokus pada Proses, Bukan Hasil

Dalam praktik Stoicisme, keberhasilan bukan diukur dari hasil akhir, tetapi dari proses dan usaha yang dilakukan. Bagi mahasiswa, ini berarti pentingnya fokus pada proses belajar, memperbaiki diri, dan meningkatkan kompetensi, daripada hanya berfokus pada nilai akhir. Dengan memusatkan perhatian pada apa yang dapat kita kendalikan, kita akan merasa lebih puas dan termotivasi untuk terus berkembang.

  • Mengatasi Rasa Takut akan Kegagalan

Salah satu musuh terbesar kesuksesan adalah rasa takut akan kegagalan. Stoicisme mengajarkan bahwa kegagalan adalah bagian dari hidup yang tidak bisa dihindari, dan yang terpenting adalah bagaimana kita merespon kegagalan tersebut. Daripada terjebak dalam rasa takut, mahasiswa yang mempraktikkan Stoicisme akan lebih berani mengambil risiko, mencoba hal-hal baru, dan tidak mudah menyerah ketika menghadapi hambatan.

Bagaiman Cara Menerapkan Stoicisme dalam Kehidupan Akademis dan Profesional?

  • Latih Diri untuk Menerima Fortuna

Langkah pertama dalam mempraktikkan Stoicisme adalah menerima bahwa ada banyak hal di luar kendali kita. Dalam kehidupan akademis, ini bisa berarti menerima hasil ujian yang tidak sesuai harapan, atau kesempatan magang yang tidak berhasil didapatkan. Alih-alih berkubang dalam kekecewaan, terimalah bahwa ini adalah bagian dari "fortuna" yang tidak bisa kita kendalikan, dan fokuslah pada bagaimana meningkatkan diri di kesempatan berikutnya.

  • Kembangkan Virtue dengan Disiplin dan Integritas

Selanjutnya, fokuslah pada pengembangan kebajikan (virtue). Disiplin adalah kunci untuk berhasil, baik dalam kehidupan akademis maupun profesional. Buat jadwal belajar yang teratur, tetapkan tujuan yang realistis, dan pertahankan integritas dalam segala aspek kehidupan. Dengan menjaga kebajikan ini, kita akan menjadi pribadi yang lebih andal dan dihormati, baik di kampus maupun di dunia kerja.

  • Refleksi Harian

Salah satu praktik Stoicisme yang sangat berguna adalah refleksi harian. Sebelum tidur, luangkan waktu untuk merenungkan apa yang telah kita lakukan sepanjang hari. Tanyakan pada diri sendiri: Apakah saya telah melakukan yang terbaik yang saya bisa? Apakah saya telah berfokus pada hal-hal yang dapat saya kendalikan? Refleksi ini akan membantu memperbaiki sikap kita setiap harinya dan mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan di hari esok dengan lebih baik.

  • Jangan Biarkan Emosi Menguasai

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali dihadapkan pada situasi yang memicu emosi negatif, seperti marah, frustrasi, atau cemas. Stoicisme mengajarkan bahwa emosi adalah reaksi kita terhadap penilaian kita sendiri atas situasi, bukan karena situasi itu sendiri. Oleh karena itu, penting untuk belajar mengendalikan emosi dengan mengubah cara pandang kita. Ketika menghadapi situasi sulit, cobalah untuk melihatnya dari sudut pandang yang lebih rasional dan objektif.

Kesimpulan

Dengan memahami dan mempraktikkan Stoicisme, mahasiswa dapat menjadi lebih tangguh dan fokus dalam menghadapi berbagai tantangan akademis maupun profesional. Memusatkan perhatian pada pengembangan kebajikan, serta menerima bahwa ada hal-hal yang di luar kendali kita, akan membantu kita menjadi pribadi yang lebih bijaksana dan unggul. Dengan demikian, Stoicisme bukan hanya sebuah filosofi, tetapi juga sebuah panduan praktis untuk meraih kesuksesan jangka panjang.

Daftar Pustaka

  • Hadot, P. (1995). Philosophy as a Way of Life: Spiritual Exercises from Socrates to Foucault. Blackwell.
  • Irvine, W. B. (2009). A Guide to the Good Life: The Ancient Art of Stoic Joy. Oxford University Press.
  • Ryan Holiday & Stephen Hanselman (2016). The Daily Stoic: 366 Meditations on Wisdom, Perseverance, and the Art of jLiving. Portfolio.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun