Mohon tunggu...
Raja mataniari
Raja mataniari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bebas

Penulis Realis

Selanjutnya

Tutup

Money

Skema Liberalisasi Ekonomi Nasional dan Pengetatan Anggaran

29 November 2017   14:43 Diperbarui: 29 November 2017   15:11 2290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita mengacu pada informasi APBN 2017  ,  Sangat terlihat Negara memperlakukan rakyatnya dan memperlihatkan keberpihakannya kepada neoliberalisme . Tahun 2017 besaran pendapatan negara ditetapkan mencapai Rp.1.750,3 T, besaran anggaran belanja negara untuk tahun 2017 dialokasikan Rp2.080,5 T. Dari total pendapatan negara tersebut, penerimaan perpajakan ditetapkan mencapai Rp.1.464,8 T. Di lain pihak, dengan mengacu pada pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2017, Jadi negara ini masih di topang uang keringat kerja rakyat karena sumbangan terbesar pajak penghasilan Rp.751,8 T yang Nilai Lebih Buruh yang bekerja di industri real.

Disisi lain yang menjadi dilemma adalah penentuan anggaran belanja yang bisa dikatakan boros, bagaimana tidak, kebijakan fiscal ala mazhab kapitalisme telah memaksa pembelanjaan yang tidak rasional. Bayangkan setiap tahun anggaran balanja negara harus menopang yang namanya  Defisitanggaran.  Dan untuk itu pemenuhan kekurangan anggaran untuk tahun 2017 adalah Rp.384,7 T di tutupi oleh pinjaman dan Surat Utang Negara. Maka politik anggaran Indonesia yang tidak pernah surplus atau sedikitnya berimbang. Hal ini akibat secara pengelolaan memang APBN dirancang untuk dapat menyerap pinjaman dan utang. 

Dan ini dilakukan secara berjamaah oleh eksekutif dan legislatif. Maka secara bersama-sama elit-elit politik dan partai politik borjuasi yang hari ini menduduki kursi itu adalah orang yang menumbalkan rakyat Indonesia kepada skema liberalisasi ekonomi dan politik rakyat Indonesia. Dengan dalih mengelola kebijakan fiscal dengan searah kepada pembangunan bangsa, namun pada kenyataannya pembangunan kilat hari ini adalah untuk menerima kepentingan dunia modal, dan semakin menghamba kepada kepentingan modal atau investasi itu sendiri.

Masifnya pembangunan ini selaraslah dengan peningkatan Utang luar negeri yang hingga tahun 2017 sudah mencapai Rp.3.672,3 T dan untuk tahun 2017 sendiri Pinjaman masuk mencapai Rp.723,44 T, untuk Surat Hutang Negara sudah mencapai Rp.2,94,73. Ini adalah kenyataan bahwa program pengetatan anggaran dengan menggencet serendah-rendahnya rakyat dengan berbagai penarikan pajak, pemotongan subsidi dan tarikan lain untuk memenuhi hasrat keuntungan dari klas pemodal. 

Berdalih dengan pengunnaan anggaran secara produktif namun hanya untuk pembangunan dan penyerapan utang dalam rangka menyelamatkan krisis kapitalisme yang diikuti oleh rezim saat ini sebagai pegangan dan pandangan hidup dalam pengelolaan negara ini. Maka kita dapat jelas melihat bahwa keberpihakan negara dan pemerintah kepada ajaran liberalis yang secara ekonomi politiknya memandang bahwa dinamika masyarakat adalah hasil pengejaran kepentingan individu, dan menggunakan politik sebagai saluran pengejaran kepentingan individu, dan ini adalah liberalisme itu sendiri (Martin Staniland,apakah ekonomi politik itu ?;2003)

Dalam hal ini kita harus melihat bahwa skema liberalisasi ini adalah tindakan politik dari kelas pemodal dalam mengendalikan kehidupan kaum papa yang tak berpunya. Kekuatan tindakan politik ini telah memuat berbagai sandaran sebagai penguat logika liberalisme sebagai pola umum kehidupan rakyat Indonesia. Setiap perumusan anggaran belanja adalah hasil jejak rancang dari kepentingan ekonomi politik kapitalisme yang di seludupkan masuk kedalam sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara hari ini. 

Kita sudah melihat bagaimana kapitalisme dalam bentuk liberalisme, developmentalisme dan neoliberalisme merenggut dan menjajah bangsa-bangsa miskin semenjak abad pertengahan. Dan kesemuanya itu didahului oleh tindakan politik dari kelas mereka, kelas borjuis. Maka dari itu selain kita memperjuangkan hak ekonomis dan normative kita juga perlu memperjuangkan hak kita dan memperkuat tindakan politik dari kelas pekerja dan sekutunya.

Untuk itu mengakhiri tulisan yang jauh dari komplit ini saya hendak menyampaikan bahwa negara ini adalah negara yang kaya, namun dengan skema neoliberalisme kekinian, yang menjadi korban adalah Rakyat Indonesia itu sendiri yang dijadikan pekerja murah sekaligus konsumen atas hasil kerjanya sendiri. Dan dengan liciknya menggunakan hasil kekayaan bangsanya sendiri,demokrasi semu yang diparaktekkan oleh rezim berkuasaa sejak orde baru memperlihatkan berbagai macam ilusiyang seolah-olah memberikan kedaulatan mtlak bagi rakyat untuk menentukan arah pembangunan bangsa, namun kenyataannya rencana penyelamatan krisis kapitalisme menjadi langkah prioritas yang kerjakan oleh pemerintah saat ini. 

Kemerdekaan untuk mengusahai, mempergunakan warisan telah uluh lantak direnggut oleh kepentingan Kapital. Maka negara ini tidak akan pernah berguna bagi rakyatnya, ketika rakyat hanya dilibatkan dalam kepentingan ekonomi secara liberal, pembangunan ekonomi yang sarat Pivatisasi dan pelaksanaan politik yang elitis bahkan oligarki. Kita harus melakukan kerja-kerja politik untuk membangkitkan tidur panjang rakyat yang terilusi oleh propaganda pro kesenjangan dan diskriminasi kelas sosial, karena negara ini adalah warisan perjuangan pekerja, petani, pemuda dan lainnya dalam usaha dan proses mewujudkan kemerdekaan 100%.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun