Mohon tunggu...
Raja mataniari
Raja mataniari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bebas

Penulis Realis

Selanjutnya

Tutup

Money

Skema Liberalisasi Ekonomi Nasional dan Pengetatan Anggaran

29 November 2017   14:43 Diperbarui: 29 November 2017   15:11 2290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bercerita Indonesia paska orde baru yang mengedepankan mazhab developmentalisme telah banyak menguras kekuatan SDA Indonesia, tidak terlepas dari rencana Neoliberalisme dengan dimuali dari Marshall Plan dan Washington Consensus. Di awal decade 1980-an amerika latin masih menjadi kiblat investasi dan kapitalisasi sektoral oleh para kapitalisme global, TNC/MNC yang berperan sebagai krediturke lembaga IMF/WB  mempunyai kepentingan setelah terjadi depresi dan krisis di wilayah amerika latin terutama setelah krisis minyak. Inilah yang kemudian mendorong terjadinya pergeseran investasi di dunia "Ketiga" lainnya.

Nusantara sudah sejak orde baru dijebak dalam logika kapitalisme yang banyak mengorban orang yang tidak bersalah, pembangunan era orde baru bukanlah hasil dari kemandirian bangsa Indonesia, REPELITA yang berjilid-jilid itu bisa berjalan akibat utang menggunung kepada para kapitalis asing. Maka tidak mengherankan jika sejak awal orde baru Kebijakan yang pertama di buat adalah UU No.1 Tahun 1966 tentang Penanaman Modal Asing, pada titik ini berhasil kemudian program Marshall Plan bekerja di Indonesia.

Pada tahun 1996 Presiden Suharto Menandatangani Letter Of Inten dengan IMF yang kemudian bermulailah skema Program Penyesuaian structural di Indonesia dan itu berlanjut hingga sekarang di Indonesia yang sejak 2011 telah merancang Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), dengan dibagi 6 koridor dengan keunggulan khasnya masing-masing menjadi sebuah lokasi menggiurkan bagi kapitalis global yang sempat mengalami kebangkrutan pada tahun 2008.

Maka setiap pertumbuhan ekonomi Indonesia bukanlah hasil kerja nusa dan bangsa Indonesia, namun ilusi kesejahteraan dari para kaum bermilik yang senantiasa bahagia mencengkramkan tangannya ke Indonesia, Indonesia bukanlah penentu dalam dinamika kapitalisme di dunia, bahkan untuk setingkat asia tenggara kekuasaan itu dipegang oleh kekuasaan kapitalis yang berbahagia hidup di singapura. 

Kembali keuntungan kerja, kerja, dan kerja bangsa ini bukanlah teruntuk kemasalahatan dan kesejahteraan bangsa dan rakyat Indonesia, akan tetapi menjadi keuntungan para orang kaya yang di sokong oleh kekutan partai dan elit politik borjuasi yang dengan bangganya menjual kekayaan leluhur dan anak cucunya.

Kenyataan bahwa ekonomi dikelola secara gotong royong kenyataannya hanya menjadi slogan untuk dapat mendulang populisme agar tetap dipercaya oleh rakyat bahwa negara melalui pemerintahnya hari ini bertindakbaik dengan membangunkan berbagai fasilitas mempermudah akses. Akan tetapi pembangunan ini masih dapat dikatakan jauh dari kebutuhan rakyat yang masih bergerak di ekonomi sebagai pekerja rendahan, petani gurem, dan nelayan miskin. Maka pembangunan yang megah itu memperlihatkan bahwa ada kepentingan investor untuk memperlancar gerak arus modalnya melalui produktifitas dalam negeri yang di dikte oleh kepentingan global.

B.Menggugat Pembangunan Kilat

Hari ini di semua media kita disuguhi oleh pembangunan yang katanya hasil dari pengetatan anggaran atau Subsidi yang bersifat produktif, seperti yang di propagandakan pemerintah dalam Kabinet Kerja kali ini. Perlu kita cek politik anggaran dalam mensukseskan program IMF dalam agenda Neoliberalismenya.

Kita tidak perlu heran jika hari ini alokasi Anggaran belanja pemerintah di genjot untuk memenuhi infrastruktur. Mulai dengan dalih menghemat anggaran Kementerian Negara / Lembaga sejak tahun 2005, ini dikerenakan telah adanya Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 -- 2025. Dan mulailah aroma neoliberalisme di Indonesia tercium. Pada tahun 2011 SBY meresmikan secara megah Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Presiden jokowi yang dianggap berpenampilan egaliter ternyata tidak jauh berbeda dari terdahulunya, seperti tidak mau kalah beliau juga menyusun Paket Kebijakan Ekonomi Jilid I-XII dalam jangka waktu tidak sampai setahun sejak 2015-2016, Orientasi pembangunan tetap memakai koridor ekonomi sebelumnya. Rencananya tetap menjalankan SAP untuk mengisi kepentingan laba kapitalis, dengan dalih pembangunan fiskal, pembangunan produktif dan lain sebagainya, akan tetapi proses pengetatan anggaran/pencabutan subsidi, Liberalisasi Keuangan, privatisasi BUMN, liberalisasi perdagangan. 

Dalam politik anggaran hari ini fokus kepada Realokasi anggaran dengan 1. Mempercepat pembangunan infrastruktur, 2. Pembangunan sumber daya manusia, 3. Deregulasi kebijakan ekonomi. Dan ini jika dilihat secara matang adalah partisipasi negara dalam mendorong rakyatnya terjebak dalam siatem neoliberalisme yang haus akan keuntungan dari infrastruktur, tenaga buruh dan kelunakan aturan investasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun