Beberapa waktu lalu Committee to Protect Journalist (CPJ) mengeluarkan laporan tentang jumlah jurnalis yang tewas di Gaza sejak perang antara Israel dan Hamas di wilayah itu pecah menjelang akhir tahun lalu.
Lembaga berbasis di New York, AS itu melaporkan bahwa sampai tanggal 5 Desember 2024, perang itu telah menewaskan sedikitnya 137 jurnalis dan melukai 49 lainnya. Â Ia juga melaporkan bahwa 74 jurnalis ditangkap, dua diantaranya masih belum diketahui keberadaanya.
Tentu saja tidak pas jika membandingkan kondisi di Palestina dengan di Indonesia. Paling tidak laporan ini memberikan kontras yang mendalam. Dapat saya katakan bahwa kondisi jurnalis di Indonesia masih jauh lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara lain di dunia, secara spesifik lagi di wilayah Asia Pasifik.
Bulan Mei lalu, Reporters Without Borders (RSF), mengungkapkan temuan lembaga itu terkait skor kebebasan pers di kawasan Asia Pasifik. Menurut lembaga itu, kebebasan pers di wilayah tersebut makin memburuk, di mana 26 dari 32 negara -termasuk Indonesia- mengalami penurunan skor dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia tahun 2024.Â
Afganistan merupakan negara dengan skor terburuk. Dilaporkan bahwa tiga jurnalis terbunuh dan setidaknya 25 jurnalis ditahan di negara itu. Tiga jurnalis juga dibunuh Bangladesh dan dua jurnalis terbunuh di Filipina. Vietnam dan Myanmar menjadi dua negara yang paling banyak menangkap wartawan.
Lalu, bagaimana dengan kondisi kebebasan pers di Indonesia? Menurut RSF, jurnalis Indonesia menjadi sasaran serangan fisik dan online. Secara umum memang kondisi jurnalis Indonesia lebih baik dibandingkan dengan negara-negara yang disebutkan di atas. Namun itu tidak menafikan adanya kekerasan terhadap jurnalis.Â
Apapun bentuknya, kekerasan terhadap awak media tidak hanya ancaman terhadap kebebasan pers tapi mengancam demokrasi secara keseluruhan. Ancaman yang serius, baik secara fisik, hukum, maupun digital terhadap wartawan tidak dapat dibenarkan karena peran jurnalis sangat penting dalam menjaga agar demokrasi tetap bermakna sebagai pemerintah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat - the government of the people, for the people, by the people (Abraham Lincoln).
Sebelum kita melanjutkan pembahasan kita, ada baiknya kita menyegarkan kembali ingatan kita akan elemen-elemen jurnalisme yang dirumuskan oleh Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, dalam buku The Elements of Journalism. Dalam edisi perdana, pengarang menyampaikan 9 elemen.
Namun seiring perkembangan teknologi informasi, khususnya internet, elemen kesepuluh ditambahkan dan menekankan peran akitif masyarakat sebagai jurnalis juga, sehingga muncul istilah jurnalisme online, citizen journalism, community journalism, dan sebagainya.
Elemen yang menjadi prinsip dasar jurnalisme mencakup (1) menyampaikan kebenaran, (2) loyalitas kepada masyarakat, (3) disiplin verifikasi, (4) independensi dari pihak yang diliput, (5) pemantau kekuasaan independen, (6) forum publik untuk kritik dan komentar, (7) membuat hal yang penting menarik dan relevan, (8) berita harus komprehensif dan proporsional, (9) bertindak berdasarkan hati nurani, (10) menyediakan ruang bagi hak dan tanggung jawab Masyarakat.
Apa saja tantangan jurnalisme di Indonesia?
Dalam konteks jurnalisme di Indonesia, dari elemen-elemen tersebut ada beberapa yang masih menghadapi tantangan besar, secara khusus terkait independensi dan disiplin verifikasi. Bagi awak media yang setia pada kebenaran, teguh sebagai pemantau kekuasaan, dan disiplin verifikasi, ada resiko yang dihadapi yakni keselamatan mereka.
Indonesia adalah negara demokrasi dengan kebebasan pers yang dijamin dalam konstitusi. Namun, dalam praktiknya, kebebasan ini seringkali terhambat oleh berbagai ancaman. Berdasarkan data Aliansi Jurnalis Independen (AJI), sepanjang tahun 2023 terdapat setidaknya 89 kasus kekerasan terhadap wartawan. Tahun 2024 tercatat puluhan kasus kekerasan terhadap jurnalis.Â
Bentuk kekerasan ini meliputi kekerasan fisik seperti pemukulan, ancaman pembunuhan, hingga penganiayaan oleh aparat atau kelompok tertentu. Bentuk kekerasan lain adalah tekanan hukum, misalnya penggunaan pasal-pasal pencemaran nama baik dan UU ITE untuk membungkam jurnalis. Ada juga intimidasi digital, seperti peretasan akun, doxing, hingga ancaman melalui media sosial.
Salah satu kasus yang menjadi sorotan adalah insiden kekerasan yang dialami oleh Nurhadi, salah satu jurnalis Tempo. Ia diduga dianiaya oleh aparat saat berusaha mengungkap praktik korupsi yang melibatkan salah satu pejabat perpajakan. Wartawan dari media yang sama juga mengalami kekerasan saat meliput aksi menolak revisi UU Pilkada di Senayan pada bulan Agustus lalu. Wartawan tersebut ditangkap saat merekam aksi kekerasan aparat yang melakukan kekerasan terhadap demonstran.
Ada juga ancaman terhadap jurnalis dalam dunia digital. Menurut laporan Southeast Asia Freedom of Expression Network -SAFEnet- ancaman peretasan terhadap jurnalis meningkat tahun lalu dibandingkan tahun sebelumnya. Peretasan ditujukan untuk menghentikan pemberitaan atau mencuri data penting. Dari 323 serangan rekayasa sosial (social engineering) yang diterima grup ini tahun 2023, sekitar 8,3% terjadi pada awak media.
Dari sini dapat kita lihat bahwa tekanan secara sistemik melalui hukum dan berbagai metode lain dilakukan untuk membungkam jurnalis. Hal ini menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi jurnalis untuk menyajikan informasi yang independen dan kredibel.
Dalam kasus Nurhadi, proses verifikasi data mengalami kendala karena polisi lebih dulu menangkap dan menyiksanya sebelum dia mendapatkan pernyataan dari pejabat pajak yang diduga terlibat dalam kasus korupsi.
Selain itu, independensi jurnalis juga menghadapi tantangan lain seperti dari pemilik modal. Agak sulit bagi para jurnalis untuk mempertahankan independensi editorial. Apalagi saat ini, terutama pasca pandemi, banyak organisasi media mengalami tekanan finansial. Ditambah lagi, semakin ketatnya persaingan dengan platform digital raksasa yang mengancam eksistensi media mainstream.
Dalam beberapa tahun ke depan, kehadiran berbagai platform Artificial Intelligence (AI) juga akan semakin menekan para jurnalis dan organisasi media baik secara langsung maupun tidak langsung.
Ditekan, tapi tetap setia pada kebenaran
Akan tetapi, di balik semua tekanan tersebut masih ada harapan terkait kesetiaan para jurnalis pada kebenaran, yang merupakan elemen pertama dalam jurnalisme. Meski menghadapi ancaman yang besar, banyak jurnalis di Indonesia tetap berkomitmen untuk menjalankan tugas mereka dengan benar.
Jumlahnya memang tidak banyak. Namun komitmen mereka pada misi utama media yakni menyajikan kebenaran (sesuai fakta) memampukan mereka bekerja dengan risiko tinggi. Bagi mereka yang terpenting adalah memastikan masyarakat mendapatkan informasi yang akurat dan relevan (benar). Ini patut diapresiasi.
Sebagai contoh, meskipun mendapat ancaman serius, beberapa jurnalis tetap berani mengungkap kasus tambang ilegal di Kalimantan. Karena keberanian mereka untuk mengungkapkan kebenaran, akhirnya kasus tambang illegal mendapat perhatian nasional dan para pelaku ditindak secara hukum.
Kedepannya, mengingat peran jurnalis dalam mengungkap kebenaran, dibutuhkan perhatian serius terhadap keselamatan mereka. Keselamatan jurnalis harus menjadi prioritas, baik oleh pemerintah maupun masyarakat.
Kebebasan pers adalah fondasi demokrasi. Tanpa jurnalis yang berani dan independen, masyarakat tidak akan mendapatkan informasi yang objektif dan akurat. Berbagai upaya harus dilakukan, agar di tengah tekanan yang terus meningkat, kebenaran harus tetap ditegakkan oleh jurnalis.
Untuk itu, diperlukan kerja sama antara berbagai elemen sosial untuk memberikan keleluasaan kepada wartawan untuk mempertahankan independensi mereka. Menjaga kegiatan jurnalistik dari berbagai tekanan merupakan tugas Bersama.
Masyarakat memiliki tanggung jawab untuk mendukung jurnalis dalam menjalankan tugas mereka. Kerja sama yang baik antara pemerintah, media, dan masyarakat dapat memastikan bahwa Indonesia tetap menjadi negara yang demokratis, adil, dan transparan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H