Untuk menjaga tersampaikannya maksud dan tujuan dari kalian yang membaca buku maka sifat universalitas ini harus tetap dipakai. Semisal untuk hal-hal atau bahasa yang bersifat ilmiah dan susah dicerna, maka kalian harus mengartikan maksud dari bahasa kalian itu ke pembaca . Tidak hanya dalam bidang penulisan, ini juga berlaku pada bidang pidato atau berbicara didepan umum.
Meskipun ada segmentasi kalian tidak tahu nantinya siapa yang akan membeli buku kalian. Kalau sesuai dengan segmentasi itu tidak apa-apa, namun jika salah pasar? Bisa-bisa buku anda hanya menjadi tumpukan di buku-buku yang terpinggirkan oleh konsumen buku anda.
Dari banyak buku yang saya koleksi ada sekitar sepuluhan buku saya pinggirkan dan rasanya malas untuk membaca buku itu. Buku-buku itu banyak yang tidak lengkap dan hampir semua memberi porsi yang cukup banyak pada bahasa ilmiah dan kadang tidak pas penggunaannya. Anehnya tulisan semacam itu masaih lolos dari editor penerbit buku.
Tingkat Keterbacaan
Tingkat keterbacaan ini imbas dari segmentasi yang salah dan sifat universalitas yang diabaikan. Penulis biasanya enggan memikirkan siapa yang dituju dan menganggap semua orang itu mengerti bahasanya. Imbasnya jelas tingkat keterbacaan rendah alias pemahaman terhadap isi bacaan sangat minim sekali.
Sayang sekali jika buku yang bagus dan memiliki tujuan mulia namun mentah karena tingkat keterbacaan yang rendah. Apa guna menulis (berbahasa) jika tidak dimengerti orang lain? Bukankah kalian berbahasa untuk media komunikasi dengan orang lain?
Â
Saya bukan penulis yang baik, saya pun masih banyak salah dan masih belajar menulis yang baik. Tapi menulis itu setahu saya adalah masalah skill dan pengalaman. Jadi tidak ada larangan bagi saiapapun untuk menulis. Kalian akan dikenang orang jika berbuat sesuatu yang hebat, namun kalian akan abadi dengan tulisan. (AWI)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H