Mohon tunggu...
Sigit Kristiantoro
Sigit Kristiantoro Mohon Tunggu... Guru - Kepala Divisi Pendidikan Yayasan Tarakanita

Menggali dan mencintai filosofi dari banyak peristiwa dan pengalaman, termasuk dari dunia pendidikan (Bekerja di Yayasan Tarakanita).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Multiliterasi, Pembelajaran Berperspektif Kompetensi Masa Depan

14 November 2024   10:28 Diperbarui: 14 November 2024   10:49 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Output proses pembelajaran yang tampak dalam generasi muda yang handal, unggul, tangguh, dan berbudi pekerti luhur merupakan cita-cita dari seluruh civitas pendidikan. Perubahan jaman dan perkembangan berbagai aspek kehidupan memberikan tuntutan logis akan pentingnya penguasaan kompetensi baik dari sisi kognitif, psikomotorik, maupun afektif peserta didik, bukan hanya sekedar membekali mereka untuk hidup di masa sekarang, tetapi sekaligus memberi bekal yang dibutuhkan untuk berjuang dan berhasil di masa yang akan datang.

Yunus Abidin (2015) menyebutkan bahwa pendidikan Abad 21 menitikberatkan pada upaya menghasilkan generasi muda dengan empat kompetensi utama, yaitu: kompetensi berpikir (memecahkan masalah, berpikir metakognisi, dan berpikir kreatif), kompetensi bekerja (kompetensi berkomunikasi, berkolaborasi, dan bekerjasama secara kooperatif), kompetensi berkehidupan (memiliki jiwa kewarganegaraan yang kuat, karakter religius yang matang, dan karakter sosial yang mumpuni), dan kompetensi menguasai alat untuk bekerja (kemampuan menguasai teknologi informasi dan komunikasi).

Dibutuhkanlah perubahan paradigma baru terkait pendidikan dan seluruh dinamika proses pembelajarannya, yang kemudian dikenal dengan istilah "pendidikan multiliterasi". Konsep dasar multiliterasi tentu berawal dari literasi yang diartikan sebagai kemampuan dalam hal kebahasaan yang tampak dalam aktivitas membaca dan menulis dengan capaian melekaksara, melekwacana, dan melekpengetahuan. 

Kapasitas literasi menjadi lebih bermakna manakala bersinggungan dengan konteks, budaya, dan media komunikasi, yang karenanya lahirlah kemudian istilah multiliterasi ini.

Keterampilan multiliterasi hendak menunjukkan kepada kita jika aktivitas membaca bukan hanya sekedar memaknai lambang bahasa, tetapi membangun keutuhan makna berdasarkan pemahaman teks dan konteks yang mendalam. Karenanya, membaca sangat bertali erat dengan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, mengoptimalkan energi kognitif dan membuka imajinasi logis yang melampaui batasan teks. 

Keterampilan berbahasa yang di dalamnya termuat keterampilan membaca, menulis, berbicara, dan menyimak, dalam multiliterasi harus dikaitkan dengan konteks, budaya, dan media untuk sampai pada penyesuaian makna yang paling relevan dan kontekstual.

Semakin berkembangnya media informasi dan komunikasi, semakin berlimpah-ruah referensi yang dapat dibaca. Hal tersebut menghadirkan konsekuensi bagi semakin dibutuhkannya kemampuan berpikir kritis sehingga aktivitas kebahasaan tidak hanya sekedar membaca teks dan menyandikan bahasa, tetapi juga menguji, meresepsi dan mereproduksi berbagai wawasan keilmuan yang terkoneksi dalam wacana (Martello, 2002). Persepsi dan produk pemikiran itulah yang kemudian dituangkan dalam gagasan/ide berbentuk tulisan (kegiatan menulis) atau lisan (kegiatan berbicara/presentasi).

Multiliterasi: Bagaimana Dirancang?

Tujuan dari praktik pembelajaran multiliterasi adalah terbangunnya keterampilan peserta didik menggunakan beragam cara dalam memahami informasi dan menemukan ide dengan menggunakan berbagai bentuk teks, media, dan sistem simboliknya. 

Diharapkan peserta didik mampu mengembangkan keterampilan literasi kritis, literasi visual, literasi media, literasi teknologi, literasi lintas mata pelajaran/interdisipliner, dan literasi kebahasaan global sehingga dari proses belajar tersebut peserta didik mampu merepresentasikan gagasan mereka sesuai dengan kondisi faktual (Eisner dalam Kist, 2005).

Pengembangan konsep multiliterasi harus mengacu pada kebutuhan kompetensi peserta didik yang multikonteks, multibudaya, dan multimedia, sehingga perancangan strategi pembelajarannya pun harus mengedepankan strategi multiintelegensi, multigaya belajar, dan multimodal (menggunakan beragam alat/media/sarana pendukung pembelajaran) untuk capaian multikompetensi yang berorientasi pada pemahaman tingkat tinggi, berpikir kritis, berkolaborasi dan berkomunikasi, serta berpikir kreatif (Marocco, et al., 2008 dan Concannon-Gibney dan McCarty, 2012).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun