Mohon tunggu...
Sigit Kristiantoro
Sigit Kristiantoro Mohon Tunggu... Guru - Kepala Divisi Pendidikan Yayasan Tarakanita

Menggali dan mencintai filosofi dari banyak peristiwa dan pengalaman, termasuk dari dunia pendidikan (Bekerja di Yayasan Tarakanita).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Multiliterasi, Pembelajaran Berperspektif Kompetensi Masa Depan

14 November 2024   10:28 Diperbarui: 14 November 2024   10:49 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Diskrepansi Antara Realitas dan Cita-Cita

Dicetuskannya Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) sejak Tahun 2022 menjadi penanda dimasukinya periode "pemulihan" yang dimaksudkan sebagai momentum untuk merefleksikan, menyadari dan menemukan "pengobatan" terhadap krisis pendidikan dan pembelajaran di Indonesia yang telah berlangsung lama dan belum juga menunjukkan perbaikan signifikan dari tahun ke tahun.

 Secara rutin Indonesia mengikuti Programme for International Student Assessment (PISA), sebuah tes yang dirancang oleh Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and Development, OECD) untuk menilai kemampuan membaca, matematika, dan sains peserta didik setelah level pendidikan dasar.

Hasil tes PISA tahun 2018 menunjukkan bahwa kemampuan membaca memperoleh skor 371, kemampuan matematika memperoleh skor 379, dan kemampuan sains memperoleh skor 396 dari rerata OECD pada skor 500. Dari data capaian nilai tes tersebut menempatkan Indonesia berada di peringkat ke 74 dari 79 negara yang mengikuti tes. 

Capaian senada pada tes PISA 2022 dengan hasil 359 pada membaca, 366 pada matematika, dan 383 pada sains. Berdasarkan data tersebut, Kemendikbudristek bahkan menyimpulkan jika 70% peserta didik usia 15 tahun (level pendidikan dasar) berada di bawah kompetensi minimum membaca dan matematika (Kemendikbudristek, 2022).

Kondisi capaian kompetensi tersebut diperparah dengan situasi pendidikan yang terdampak pandemi. Pembelajaran ideal melalui tatap muka di sekolah yang tergantikan dengan pembelajaran jarak jauh berakibat pada "hilangnya pembelajaran" (learning loss) potret kemajuan belajar peserta didik. Pada periode pandemi, kemajuan belajar mengalami pengurangan secara signifikan; learning loss pada literasi setara dengan 6 bulan belajar, sedangkan pada numerasi setara dengan 5 bulan belajar (Kemendikbudristek, Januari 2020 dan April 2021).

Pemerintah melalui Kemendikbudristek kemudian menetapkan penggunaan model Penyederhanaan Kurikulum (Kurikulum Kondisi Khusus) yang dalam implementasinya sepanjang 2020-2021 memberikan dampak signifikan pengurangan learning loss setara 1 bulan dibanding dengan sekolah-sekolah yang tidak menggunakan kurikulum tersebut (learning loss setara dengan 5 bulan). 

Karakteristik Kurikulum Khusus yang memberikan kebebasan sekolah untuk memilih materi esensial, merancang pembelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan, membangun budaya belajar kolaboratif model proyek, serta memberikan penilaian model alternatif ternyata memberikan dampak positif bagi kembalinya komunitas pembelajaran kondusif yang menempatkan peserta didik sebagai subyek belajar aktif.

Pertanyaan reflektifnya, jika kita masih saja berkutat dengan krisis dan persoalan pendidikan sejak masa lalu hingga kini, kapan kita memiliki waktu, tenaga, dan kesempatan untuk membangun orientasi dan mimpi pendidikan berkualitas di masa depan? Bukan menisbikan peran penting kebangkitan dari keterpurukan praksis dan output pendidikan yang selama ini terjadi, namun sekaligus memberikan ruang yang cukup untuk secara pararel melihat kebutuhan kompetensi yang muncul sebagai konsekuensi perubahan dan perkembangan jaman yang semakin disruptif ini. Ketika jaman berubah, orang-orang yang hidup di dalamnya juga pasti mengalami perubahan, pun demikian kebutuhan dan tuntutan kompetensi mengalami penyesuaian.

IKM yang memberikan perhatian pada kompetensi literasi dan numerasi, menjadi pintu masuk bagi kesadaran pentingnya penguasaan kompetensi Abad 21. Pendidikan pada era ini dituntut untuk mampu membentuk generasi muda yang teliti, kritis, adaptif, sekaligus etis; mampu mengenali masalah, menganalisis masalah, memberikan solusi, dan membuat keputusan secara tepat. Output yang diharapkan tampak dalam diri peserta didik adalah mampu menghasilkan gagasan baru sesuai dengan data, fakta, dan konteksnya, pun juga mampu berkomunikasi, berkolaborasi, dan bekerjasama dengan baik. Semua keterampilan itu mesti diperkuat dan diperkokoh dengan unsur iman, takwa, dan karakter yang unggul. Demikianlah pendidikan tidak hanya sekedar tentang intelektual, tetapi sekaligus juga sosial, emosional, dan juga spiritual, yang teridentifikasi dalam profil peserta didik yang kritis dalam intelektual, kreatif dalam pemikiran, etis dalam pergaulan, dan berkarakter dalam kehidupan.

Pendidikan Multiliterasi: Sebuah Kebutuhan

Output proses pembelajaran yang tampak dalam generasi muda yang handal, unggul, tangguh, dan berbudi pekerti luhur merupakan cita-cita dari seluruh civitas pendidikan. Perubahan jaman dan perkembangan berbagai aspek kehidupan memberikan tuntutan logis akan pentingnya penguasaan kompetensi baik dari sisi kognitif, psikomotorik, maupun afektif peserta didik, bukan hanya sekedar membekali mereka untuk hidup di masa sekarang, tetapi sekaligus memberi bekal yang dibutuhkan untuk berjuang dan berhasil di masa yang akan datang.

Yunus Abidin (2015) menyebutkan bahwa pendidikan Abad 21 menitikberatkan pada upaya menghasilkan generasi muda dengan empat kompetensi utama, yaitu: kompetensi berpikir (memecahkan masalah, berpikir metakognisi, dan berpikir kreatif), kompetensi bekerja (kompetensi berkomunikasi, berkolaborasi, dan bekerjasama secara kooperatif), kompetensi berkehidupan (memiliki jiwa kewarganegaraan yang kuat, karakter religius yang matang, dan karakter sosial yang mumpuni), dan kompetensi menguasai alat untuk bekerja (kemampuan menguasai teknologi informasi dan komunikasi).

Dibutuhkanlah perubahan paradigma baru terkait pendidikan dan seluruh dinamika proses pembelajarannya, yang kemudian dikenal dengan istilah "pendidikan multiliterasi". Konsep dasar multiliterasi tentu berawal dari literasi yang diartikan sebagai kemampuan dalam hal kebahasaan yang tampak dalam aktivitas membaca dan menulis dengan capaian melekaksara, melekwacana, dan melekpengetahuan. 

Kapasitas literasi menjadi lebih bermakna manakala bersinggungan dengan konteks, budaya, dan media komunikasi, yang karenanya lahirlah kemudian istilah multiliterasi ini.

Keterampilan multiliterasi hendak menunjukkan kepada kita jika aktivitas membaca bukan hanya sekedar memaknai lambang bahasa, tetapi membangun keutuhan makna berdasarkan pemahaman teks dan konteks yang mendalam. Karenanya, membaca sangat bertali erat dengan kemampuan berpikir kritis dan kreatif, mengoptimalkan energi kognitif dan membuka imajinasi logis yang melampaui batasan teks. 

Keterampilan berbahasa yang di dalamnya termuat keterampilan membaca, menulis, berbicara, dan menyimak, dalam multiliterasi harus dikaitkan dengan konteks, budaya, dan media untuk sampai pada penyesuaian makna yang paling relevan dan kontekstual.

Semakin berkembangnya media informasi dan komunikasi, semakin berlimpah-ruah referensi yang dapat dibaca. Hal tersebut menghadirkan konsekuensi bagi semakin dibutuhkannya kemampuan berpikir kritis sehingga aktivitas kebahasaan tidak hanya sekedar membaca teks dan menyandikan bahasa, tetapi juga menguji, meresepsi dan mereproduksi berbagai wawasan keilmuan yang terkoneksi dalam wacana (Martello, 2002). Persepsi dan produk pemikiran itulah yang kemudian dituangkan dalam gagasan/ide berbentuk tulisan (kegiatan menulis) atau lisan (kegiatan berbicara/presentasi).

Multiliterasi: Bagaimana Dirancang?

Tujuan dari praktik pembelajaran multiliterasi adalah terbangunnya keterampilan peserta didik menggunakan beragam cara dalam memahami informasi dan menemukan ide dengan menggunakan berbagai bentuk teks, media, dan sistem simboliknya. 

Diharapkan peserta didik mampu mengembangkan keterampilan literasi kritis, literasi visual, literasi media, literasi teknologi, literasi lintas mata pelajaran/interdisipliner, dan literasi kebahasaan global sehingga dari proses belajar tersebut peserta didik mampu merepresentasikan gagasan mereka sesuai dengan kondisi faktual (Eisner dalam Kist, 2005).

Pengembangan konsep multiliterasi harus mengacu pada kebutuhan kompetensi peserta didik yang multikonteks, multibudaya, dan multimedia, sehingga perancangan strategi pembelajarannya pun harus mengedepankan strategi multiintelegensi, multigaya belajar, dan multimodal (menggunakan beragam alat/media/sarana pendukung pembelajaran) untuk capaian multikompetensi yang berorientasi pada pemahaman tingkat tinggi, berpikir kritis, berkolaborasi dan berkomunikasi, serta berpikir kreatif (Marocco, et al., 2008 dan Concannon-Gibney dan McCarty, 2012).

Sejalan dengan siklus belajar multiliterasi (Marocco, 2008) yang melingkupi lima tahapan: Engage (melibatkan), Respond (merespon), Elaborate (mengelaborasi), Revisit (meninjau ulang), dan Represent (mempresentasikan), diperlukanlah strategi praksis pembelajaran yang mewadahi kompetensi dasar literasi, yaitu:

Pertama: Perbanyak dan perkuat kegiatan "membaca kritis" yang dimulai dari terampil memilih bacaan yang tepat dan sesuai dengan isi materi pelajaran, memahami organisasi teks (struktur dan jenis wacana), mengkritisi teks (menguji kebenaran, akurasi sumber, dan kelengkapan data), dan membangun makna kata (memahami etimologi, arti, dan maknanya sesuai mata pelajaran tertentu).

Kedua: Menuliskan ide/gagasan sesuai dengan materi yang dipelajari, dibaca, diteliti, diobservasi, dan diparafrase dalam berbagai bentuk laporan penelitian, catatan lapangan, intisari bacaan, sinopsis, teks visual (tabel, grafik, gambar, dll), resensi, tanggapan kritis, dan berbagai jenis tulisan yang lain. Tulisan yang dihasilkan juga harus sesuai dengan jenis/genre, tujuan/maksud, dan untuk siapa sasaran tulisan tersebut dibuat.

Ketiga: Berbicara/Presentasi sesuai dengan kaidah tujuan berbicara, ragam kegiatan berbicara (diskusi, debat, paparan, dll), sarana/media yang digunakan sesuai dengan substansi teks/materi yang dipelajari, memberi ruang komunikasi efektif, dan juga memenuhi kriteria etis dalam berbicara.

Ruang Terbuka: Peluang dan Tantangan

IKM yang memberikan "kebebasan" setiap satuan pendidikan untuk merancang dan mendesain pembelajaran berdiferensiasi sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan peserta didik menghadirkan oase dan kesempatan untuk melakukan eksplorasi pembelajaran baik model, metode, media, maupun strateginya. Hal tersebut sekaligus memberikan kesempatan kepada sekolah-sekolah untuk menemukan bentuk terbaiknya dalam memfasilitasi belajar peserta didiknya. 

Implementasi model pembelajaran berbasis proyek (PjBL), berbasis masalah (PBL), dan berbasis riset (RBL) menjadi contoh bagaimana sekolah melalui para guru memberi ruang eksplorasi dan sekaligus interaksi belajar antara guru dengan peserta didik yang berorientasi pada pengembangan kompetensi Abad-21.

Tantangan terbesar dari merancang dan memfasilitasi pembelajaran yang berorientasi pada "pembebasan" peserta didik tidak lain terletak pada mengubah mindset dan membangun kapasitas dan kapabilitas pengajaran guru sesuai dengan karakteristik perkembangan jaman dan kebutuhan peserta didik. 

Meski demikian, tantangan tersebut sekaligus dapat ditempatkan sebagai peluang bagi upaya berkelanjutan pengembangan kompetensi para guru agar dimampukan memfasilitasi pembelajaran yang berorientasi pada:

Pertama, menghubungkan materi yang dipelajari dengan apa yang peserta didik ketahui (pentingnya tes diagnostik dan pre-knowledge).

Kedua, menghubungkan materi bahasan dengan kehidupan nyata dan isu-isu kontemporer.

Ketiga, menggunakan pendekatan demonstratif untuk memfasilitasi keterlibatan aktif peserta didik sebagai subyek belajar yang mengalami dan menemukan sendiri pengetahuan mereka.

Keempat, menggunakan peta konsep agar pembelajaran terstruktur dan terukur.

Kelima, mendorong keaktifan peserta didik dalam mengajukan pertanyaan, menganalisis, dan membuat kesimpulan.

Keenam, mengoptimalkan komunikasi dan kolaborasi dalam mengkonstruksi makna berdasarkan sudut pandang tertentu.

Ketujuh, memberi ruang pengembangan rasa percaya diri, keberanian mengambil resiko, dan berani menerima kegagalan sehingga tidak menyerah untuk terus mencoba (resilience).

Kedelapan, memberikan penilaian baik sepanjang proses pembelajaran maupun hasil akhir berupa produk, performa, atau portofolio (dokumentasi kinerja).

Kesembilan, mengajak peserta didik untuk membuat kesimpulan dalam bentuk understanding (agar pemahaman yang diperoleh dapat tersimpan di memori jangka panjang).

Bahan Bacaan

Abidin, Dr. Yunus. Pembelajaran Multiliterasi Sebuah Jawaban atas Tantangan Pendidikan Abad Ke-21 dalam Konteks Keindonesiaan. Bandung: PT. Refika Aditama. 2015.

Martello, J. Many Roads Through Many Modes: Becoming Literate in Early Childhood. In L. Makin and C.J. Diaz (eds), Literacies in Early Childhood: Changing Views, Chaning Practice. Sydney: MacLennan & Petty. 2002.

Kist, W. New Literacies in Action: Teaching and Learning in Multiple Media. New York: Teachers College, Columbia University. 2005.

Morocco, C.C., et al. Supported Literacy for Adolescents: Transforming Teaching and Content Learning for The Twenty-First Century. San Fransisco: Jossey-Bass A Wiley Imprint. 2008.

Concannon-Gibney, T. & McCarthy, M.J. The Explicit Teaching of Reading Comprehension in Science Class: a Pilot Professional Development Program. Improving Schools. 15 (1). 73-88. 2012.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun