Segenap upaya dilakukan keduanya, namun apakah menjamin dikedua belah pihak melibatkan segenap-genap hati mereka. Sastra yang terlanjur jatuh cinta pada Srikandi, hanya berharap dengan cemas dan tidak pasti. Ada hal yang membuatnya ragu dengan perasaan Srikandi terhadapnya, meski keduanya telah saling memberi dan menerima, mengisi dan melengkapi satu sama lain. Sastra ragu apakah Ia dapat membuat hati Srikandi yang teguh hingga luluh.
Segenap usaha, dan upaya, perjuangan dijalankan habis-habisan untuk memastikan perasaan Srikandi yang kian hari membuatnya bertanya-tanya, dan menerka-nerka. Apakah segala yang menjadi bagian dari saling berbagi rasa, berbagi cerita hanyalah semu belaka. Pasalnya belakangan Srikandi seperti pasang surut gelombang laut yang bisa berkunjung ke bibir pantai sekenanya, dan semaunya.
Memang, keduanya tidak memiliki ikatan apa-apa. Sastra dan Srikandi tak lebih dari teman yang dekat. Dan tidak ada hal yang lebih lanjut, atau lebih dalam dari itu, hanya "teman". Malangnya, Sastra telah jatuh dalam perasaan. Saat ia benar-benar tak ingin "jatuh cinta" malah ia berjumpa dengan Srikandi secara tidak sengaja di perunjukan kesenian, di suatu kabupaten di Jawa Timur. Kasihan, memang malang datang tanpa di undang, dan untung tak dapat diraih.
Suatu malam ketika, Srikandi sehabis menyanyi dari suatu tempat. Di suatu daerah di Jawa Tengah.
"Makan yuk! Ku rasa dirimu harus mencicipi warung makan penyetan kesukaan ku". Ajak Srikandi melalui sebuah pesan.
"Di mana?". Tanya Sastra.
"Engkau nanti akan tahu sendiri, sudahlah ayo saja'.
Sudah hal yang pasti bahwa Sastra tak akan bisa menolak dari ajakan Srikandi.
Ia membalas dengan singkat, dan padat. Ia menyembunyikan perasaan melalui sebuah pesan, meski saat itu ia tengah berbahagia, senang, dan girang di studio "Ruang Hidup" yang menjadi tempat produksi karya lukis dan tulis.
Waktu yang ditunggu tiba, Sastra dan Srikandi menuju tempat makan yang sudah direncanakan. Kendaraan membelah dingin malam, udara menjadi hangat diantara tawa kecil, dan cerita yang melaju. Jalan rusak yang dilalui tiada begitu terasa, sebab dilalui bersama. Di tengah dingin Sastra memberikan cerita yang menggantung pada Srikandi "Ada yang ingin ku ceritakan pada mu".
Setiba di warung makan, hidangan sudah siap disajikan. Sebab Srikandi mengenal baik pemilik warung itu, dan bila hendak ke sana Srikandi tinggal menghubungi, dan setiba di sana hidangan sudah bisa siap santap. "Betapa beruntungnya, aku seperti benar-benar ketiban ndaru". Batin Sastra kala itu, setiba di warung makan penyetan kesukaan Srikandi.