Mohon tunggu...
Sigit Budi
Sigit Budi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Content Creator

Pembuat konten video, host podcast , selebihnya pengangguran banyak acara

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Generasi "Zaman Now", Pahamilah Utang Negara dengan Data!

20 Maret 2018   00:16 Diperbarui: 20 Maret 2018   23:45 7855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa saat lalu Pangeran Cendana, Tommy Soehartomem-postingdi time line  Twitter soal hutang -- hutang pemerintahan Jokowi -JK, entah kenapa beberapa waktu kemudian cuitan itu dihapus. Saya tidak yakin Tommy sendiri yang mem-posting , tapi tim buzzer nya yang bertugas menaikkan citra sang bos. 

Jelasnya posting tersebut menurut sebuah blunder,di Kota Solo Tommy pun kembali mengungkit soal hutang Indonesia di bawah Jokowi. Seakan Tommy Soeharto lupa dengan sebuah foto almarhum Presiden Soeharto menandatangani sebuah nota perjanjian bantuan dana moneter  dengan IMF diwakili Michael Camdessus di rumahnya di Jalan Cendana pada 15 Januari 1998. 

Secara politis, Alm. mantan Presiden Soeharto menyerahkan kedaulatan ekonomi nasional kepada lembaga donor asing dengan alasan untuk memperbaiki ekonomi nasional. Faktanya "obat mujarab" yang ditawarkan IMF justru meracuni kesehatan ekonomi nasional, bisa dikatakan pembangunan Indonesia berhenti selama 10 tahun, investasi nasional sebelumnya di berbagai sektor dan sumber daya manusia (SDM) luluh lantak seketika. 

Pengangguran terjadi di mana -mana, angka putus sekolah dan kuliah tinggi,  inflasi tinggi, nilai kurs rupiah terhadap Dollar melambung, proyek - proyek infrastruktur berhenti total. Saya ingat sekali, banyak teman - teman saya tadinya kerja di Perbankan tiba - tiba di-PHK, juga yang bekerja di perusahaan konstruksi, lalu muncul tawaran - tawaran investasi bodong dengan modus bisnis ponzi(gali lubang tutup lubang seperti kasus First Travel)

Saya jadi  ingat cerita semasa masih kuliah pada saat pergerakan perlawanan  terhadap rezim Orba tahun 90-an, bahwa hasil minyak  sumber daya alam , minyak dari Duri, Riau yang dikelola Caltexmasa itu dan emas dari Freeport perhitungannya secara ekonomis, anak -anak Indonesia bisa sekolah gratis dari SD sampai SMA sejak tahun 1980-an. 

Faktanya, tak demikian, kesenjangan ekonomi semakin tajam sejalan dengan kebijakan ekonomi terpusat yang menguntungkan kroni dan keluarga Cendana. Lalu kemana devisa negara dari komoditas minyak bumi saat booming harga minyak era 70 atau yang dikenal dengan bonanza minyak  bumi? 

Berbagai apologi akan muncul tapi faktanya kesejahteraan rakyat era Orba hanya seperti balon yang mudah pecah, terbukti dengan krisis 1998 ekonomi kita luluh lantak, infrastruktur nasional tidak berkembang. Seharusnya kita bisa  menikmati jalan tol , commuter line, MRT, LRT dan kereta api double tracksejak akhir 80 -an. 

Narasi Hutang Indonesia

Soal hutang pemerintah Jokowi seperti gorengan renyah dengan banyak "micin", jadi rasanya gurih di mulut. Mencermati isu penggorengan  HutangNegara tak lepas  seiring dengan dekatnya pendaftaran Capres dan Cawapres. 

Tujuan dari narasi ini jelas untuk menjatuhkan citra dari pemerintahan Jokowi -- JK  di depan rakyat sebagai "rezim suka hutang". Sebenarnya tak hanya isu ini yang menonjol, isu Komunisme dan Jokowi musuh umat Islam juga menjadi narasi dominan dalam kampanye di time line media sosial, blog dan Whatsapp Grup(WAG)

Saya tak ingin mengulik dua  isu terakhir, secara logika kedua isu tersebut sangat rawan dan penuh fitnah, saya tertarik untuk mengulas isu Hutang Negara  , secara logika isu hutang negara rezim Jokowi  sangat mudah untuk dijelaskan lewat data. Kenapa mudah, saat ini tersedia data -- data melimpah dari situs -- situs independent dari dalam dan luar negeri sebagai pembanding data soal hutang negara. 

Pada masa lalu sebelum internet mewabah dan menyediakan berbagai informasi, sulit mengakses informasi -- informasi statistik dan keuangan dari lembaga pemerintah dan internasional. Di perpustakaan kampus -- kampus tak tersedia data -- data segar berkait dengan perkembangan keuangan dan tata kelolanya.

Millenialis sesungguhnya sangat beruntung, disaat menduduki bangku kuliah lebih mudah mengakses literatur -- literatur penting,  di era 80 -- 90 an sangat sulit mendapatkannya. 

Terkadang saya heran, mengapa hoax soal hutang negara ditelan mentah -- mentah tanpa analisa kritis dengan membanding data primer dan sekunder di internet dari situs -- situs resmi. Padahal bila ingin mengetahui kebenarannya sangat mudah, kita dapat melihat history hutang negara, perkembangan inflasi dari tahun ke tahun, perubahan kurs mata uang, Pendapatan Domestik Brutto (PDB), belanja pemerintah dari APBN atau APBD dan lain - lain. 

Hutang pemerintahan Jokowi memasuki tahun ke-4 berkuasa secara value saat ini sudah mencapai 4.636 Triliun berdasarkan data rilisan Bank Indonesia pada awal tahun 2018. Sengaja saya kutipkan dari dari Kompas.com (16/01/2018) untuk memperkuat paparan ini.

Bank Indonesia (BI) melaporkan, utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir November 2017 tercatat sebesar 347,3 miliar dollar AS atau sekitar Rp 4.636,455 triliun dengan kurs Rp 13.350 per dollar AS.

Bisa jadi siapapun akan tercengang - cengang dengan jumlah hutang bernilai fantastistersebut, apalagi bila dibandingkan dengan nilai hutang negara dari pemerintahan - pemerintahan sebelumnya. Tanggapan masyarakat menjadi sinis terhadap pemerintah, bahkan teman saya seorang manager di sebuah perusahaan jasa transportasi udara pun termakan dengan sentimen negatif dari isu hutang tersebut. 

Padahal secara literasi seharusnya dia bisa melakukan analisa dengan baik, mengingat jabatannya adalah Corporate Communications Manager. Entah mengapa sebagian orang lebih suka menerima saja semua informasi yang beredar di media massa dan media sosial tanpa berusaha memahami dan langsung menyikapinya dengan komentar. 

Padahal saat ini tersedia media untuk mencari data pembanding lewat internet, tapi inilah fakta era  post truth dimana orang lebih suka mencari, membaca, mendengar informasi dan membuat kesimpulan dan tafsir sesuai keinginannya.  

Pada akhirnya tidak ada ruang lagi untuk membandingkan informasi yang tidak sesuai keinginannya, hilangnya daya kritis terhadap suatu masalah.  Seperti halnya dalam membacainfografis soal hutang negara era Jokowi yang kini banyak berseliweran di media sosial dan blog, orang lupa untuk mengartikan angka - angka itu perlu data lain, yakni PDB sehingga nilai hutang tersebut dapat dimaknai dengan tepat. 

Data tentang PDB Indonesia terkini sudah melejit jauh, menurut catatan ekonomi awal tahun ini dari ekonom CIMB Niaga, Adrian Panggabean  masuk kategori 15 negara dengan PDB 1 USD 1 trilyun 

Kepala Ekonom CIMB Niaga, Adrian Panggabean memaparkan bahwa Indonesia memasuki tahun 2018 dengan status baru, yakni sebagai negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) nominal sebesar US$ 1 triliun. Dalam kajiannya, Adrian menyebutkan hanya ada 16 dari 180 negara di dunia yang memiliki output di atas US$ 1 triliun. Produk domestik bruto adalah nilai keseluruhan barang dan jasa yang diproduksi di wilayah Indonesia dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun),  sumber bisnis.tempo.co (19/03/2018).

Menurut peraturan berlaku, rasio hutang negara tidak boleh melebih 30 persen dari PDB, maka bila dihitung dengan teliti hutang RI masih dalam batas aman, apalagi penuangan hutang tersebut untuk hal produktif. 

Berbeda bila hutang tersebut dipakai untuk konsumsi, seperti subsidi BBM pada satu sisi meningkatkan daya beli masyarakat dalam jangka pendek tapi  membebani anggaran nasional dalam jangka menengah. Negara menjadi tidak leluasa berinvestasi untuk hal - hal produktif untuk investasi untuk masa depan seperti infrastruktur transportasi, energi, pertanian, telekomunikasi.

Bila dicermati ada 2 pihak  secara kontinyu membangun narasi ini di media sosial, pertama adalah bagian kroni penguasa Orde Baru, dan kroni kelompok rezim  berkuasa dua periode lalu. 

Kelompok pertama mengumbar nostalgia tentang kejayaan masa orba dan menyembunyikan kebusukan bahwa Indonesia luluh luntak karena kebijakan ekonomi Orba yang memperkaya kroni dan keluarga penguasa. Kelompok kedua berusaha menutupi kebobrokan kroni dari banyaknya proyek mangkrak dan korupsi dengan mengumbar tingginya daya beli masyarakat yang rapuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun