Seperti misal, hanya melihat latar belakang kandidat karyawan berdasar lulusan universitas ternama, atau eks pekerja dari kantor tenar.
Padahal, rekrutmen yang hanya melihat berdasar nama besar tanpa background checking yang mendetail dapat berisiko bagi ke depannya. Oleh karenanya HR harus betul-betul menerapkan background checking yang cermat dan teliti.
2. Favoritisme tingkat tinggi.
Favoritisme, ya inilah yang bikin suasana kantor kisruh. Ketika si A selalu dapat proyek bagus padahal kerjanya biasa saja. Ini tentunya menimbulkan suasana tidak nyaman dan ketidakadilan.
Semestinya HR harus subyektif dalam situasi ini. Harus berdasarkan kompetensi, mutu dan kualitas ketika mendelegasikan proyek, sehingga iklim kompetitif berlangsung sehat.
3. Mengabaikan peluang pengembangan kompetensi karyawan.
Pelatihan karyawan? Buat apa? Entar juga belajar sendiri di lapangan.
Ya, situasi di atas adalah pengabaian pengembangan karyawan.
Padahal, kurangnya investasi dalam pengembangan karyawan bikin mereka merasa mandek. Apalagi bila melihat teman kerja yang lain di luar sana berkembang lebih pesat karena kantornya bagus dalam pengembangan karyawan.
Oleh karenanya, mengembangkan kompetensi karyawan ini jangan diabaikan. HR harus cermat dalam hal pengembangan kompetensi ini, sehingga masa depan kantor secara umumnya dapat sehat.
4. Komunikasi publik yang buruk ketika terjadi rumor atau pemberitaan yang tidak jelas.