Namun tentunya saya sedikit memberi catatan, dalam hal ini saya sangat menegaskan bahwa syarat utama si trouble maker yang sudah memenuhi sesuai kriteria yang dijabarkan dalam tulisan ini dalam lingkup kerja adalah sudah sampai taraf yang sangat mengganggu keutuhan teamwork.
Sehingga karenanya memang amatlah perlu diatasi, dan perusahaan dalam hal ini unsur atasan perlu tahu mengenai apa yang menjadi perilaku si trouble maker yang sebenarnya.
Langkahnya adalah;
Pertama, perhatikan sudah berapa kali misalnya, Anda bermasalah dengan si trouble maker ini, lalu perhatikan juga rekan kerja sejawat anda di kantor yang pernah bermasalah dengannya, tentunya mereka semua memiliki kesan dan perasaan yang sama dengan Anda akibat dari ulah si trouble maker.
Nah, perlu dicamkan! Si trouble maker ini pastinya sangat sedikit sekali orang yang mau berteman dengannya, bahkan bisa jadi hampir tidak memiliki teman di kantor akibat efek dari ulahnya yang menyusahkan dan toxic tersebut.
Oleh karena itu buatlah semacam pertemuan dan diskusi bersama rekan kerja yang lain yang juga senasib sepenanggungan terdampak ulah si trouble maker, untuk berkomitmen bersama dan membuat kesepakatan, bahwa tindakan si trouble maker sudah tidak dapat ditolerir karena sudah merusak keutuhan teamwork.
Kesepakatan ini tentu bukan karena didasari kongkalikong, tapi bertujuan demi keutuhan teamwork dan secara umum kondisi kondusif suasana kerja dalam perusahaan dan kepentingan yang lebih utama yaitu demi eksistensinya kantor.
Kedua, Setelah membuat kesepakatan bersama, maka tibalah waktunya untuk memberi pelajaran si trouble maker, dengan cara membuat catatan bukti saat dia mulai beraksi dengan segala ulahnya, maka rekamlah secara kompak seluruh momen gerak-geriknya mulai ucapan hingga tingkah lakunya yang dinilai merusak teamwork.
Setelah bukti dirasa cukup maka segeralah menindak lanjutinya dengan menginformasikannya kepada unsur atasan, tentunya bila berdasarkan bukti, fakta, dan kesaksian banyak anggota staf yang lainnya, maka unsur atasan pasti akan menilai dan mempertimbangkannya.
Bahwa memang benar fakta adanya karyawan yang berperilaku trouble maker di kantor. Biasanya atasan akan memanggilnya tersendiri dan akan memberikan teguran dan peringatan padanya.
Nah, tentu saja dalam kondisi ini si trouble maker sudah menyadari bahwa dirinya telah dipecundangi, jadi terlapor atas tindakkannya, serta hal ini adalah semacam pernyataan perang kepadanya.