Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ngapain Bayar Pajak Kalau Hanya Dibuat Foya-foya?

28 Februari 2023   12:41 Diperbarui: 28 Februari 2023   12:43 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar tentang pembayaran pajak | Sumber Foto Pixabay via Kompas.com

Jangan negatif thinking dulu dengan judul artikel ini. Jangan dulu menyatakan ini provokasi, mari kita baca dulu dengan runtun dan saksama kronologisnya kenapa artikel ini sampai berjudul "Ngapain Bayar Pajak Kalau Hanya Dibuat Foya-foya!"

Ya, semenjak kasus Mario Dandi yang secara simultan turut berdampak dengan menyeruaknya gaya hidup hedonis PNS Pajak, publik pun dibuat meradang. 

Betapa tidak, di tengah khalayak publik berjibaku untuk bertahan dalam kondisi tekanan ekonomi yang bahkan sedang terancam resesi, apalagi sebagian publik ada yang sedang didera kesulitan hidup mereka pamer gara hidup hedon.

Betapa sakit rasanya melihat kenyataan gaya hidup hedonis para pejabat-pejabat pajak yang dipamer-pamerkan tersebut. Bahkan, yang tak kalah ketinggalan adalah, keluarganya pun turut berperilaku hidup hedon.

Khalayak publik pun jadi curiga, bahwa setoran pajak selama ini diselewengkan untuk kantong pribadi, publik curiga dari mana asal kekayaan mereka yang membawa gaya hidup hedon itu didapatkan, khalayak publik pun jadi mutung dan kehilangan kepercayaan tentang pajak, bahkan ramai-ramai boikot untuk tidak bayar pajak pun bergema.

"Ngapain bayar pajak kalau duitnya hanya dibuat foya-foya oleh para oknum pejabat pajak setan itu, iya enggak bro".

"Betul itu, paling-paling duitnya diselewengkan masuk ke kantong mereka, iya kan".

"Ayo boikot aja, gak usah bayar pajak".

"Masih ingat gak tuh si Gayus bajingan, paling-paling sama aja mereka itu dengan Gayus".

"Jadi enggak cuman Rafael aja, yang lain pasti begitu juga, bener enggak".

"Mana itu KPK, kok mandul". 

Begitulah sepintas obrolan beberapa orang yang saya simak di kantin kantor saya. Jelas tergambar nyata bagaimana kedongkolan dan tersakitinya mereka ketika mendapati fakta atau kenyataan viralnya gaya hidup hedon para pejabat pajak. 

Saya pun tak berani menyela atau ikut beropini membenarkan ataupun mendebat mereka, kalau saya sih tetap berpikir positif saja, tetap berpatokan pada asas praduga tak bersalah, saya menyerahkan kepada pihak berwenang untuk memproses, mengusut dan membuktikan tudingan-tudingan tersebut. 

Ya, dari obrolan akar rumput di kantin kantor saya ini nampaknya kalau diamat-amati perkembangannya kekinian terlihat sudah menjadi sorotan publik secara umum. 

Artinya, sebagian besar publik berpendapat sama seperti apa yang jadi obrolan di kantin kantor saya tersebut, yang secara intinya hilang kepercayaan tentang pajak karena perilaku oknum pejabat pajak yang melanggar asas kepatutan dengan memamerkan gaya hidup hedon.

Sehingga hal ini tentu saja tidak bisa dibiarkan oleh pihak berwenang, dalam hal ini Menkeu RI Sri Mulyani harus tampil di muka publik untuk meluruskan persoalan dalam rangka mengembalikan kepercayaan publik.

Kepercayaan khalayak publik terhadap pajak dan secara lembaga harus dikembalikan, persepsi publik terhadap pajak dan lembaga haruslah kembali seperti semula.

Dengan cara yang bagaimana?

Ya, agar dapatnya apa yang menjadi keresahan ataupun kecurigaan publik tentang asal muasal harta kekayaan para pejabat pajak harus bisa dijelaskan secara transparan kepada publik. 

LHKPN-nya harus dipaparkan kepada publik, kemana dan dibuat apa pajak yang disetorkan atau dibayarkan oleh publik harus bisa dijelaskan, jika ada oknum pejabat yang terbukti menyelewengkan pajak maka harus ditindak secara hukum.

Termasuk apabila kekayaannya diperoleh secara tidak benar dengan menyalahgunakan jabatan dan wewenang, harus ditindak dengan tegas sesuai aturan dan hukum yang berlaku.

Begitulah kurang lebihnya beberapa hal yang bisa diterapkan kalau ingin kembali merebut hati publik atau kepercayaan publik.

Namun kesemuanya tinggal pihak berwenang saja, mau mengambil langkah bijak untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap pajak atau tidak, ya terserah saja. 

Yang jelas kalau tidak ada langkah bijak untuk mengatasi, maka jangan salahkan publik kalau publik akhirnya boikot pajak secara nasional dan akan selalu mencitrakan PNS Pajak ataupun Dirjen Pajak secara negatif. 

Ilustrasi gambar tentang pembayaran pajak : sumber Foto Pixabay via Kompas.com
Ilustrasi gambar tentang pembayaran pajak : sumber Foto Pixabay via Kompas.com

Yang jelas, pembayaran pajak adalah perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta wajib pajak (warganegara) untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak adalah bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional.

Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran manfaat pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan dibidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut.

Kalau warganegara sudah tak perduli lagi dengan pajak atau tidak lagi taat pajak, maka mau dibawa kemana negeri ini. Ya, semoga saja ada solusi bijak atas segala permasalahan yang terjadi seperti yang sudah penulis uraikan di atas.

Demikian Atikel ini, semoga bermanfaat.

Artikel ke-40, tahun 2023.

Sigit Eka Pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun