Bahkan saat reka ulang adegan tersanga RE pun sampai geram, karena para tersangka lainnya dianggapnya melakukan adegan yang tidak sesuai dengan kejadian fakta yang sebenarnya.
Yang jelas sejauh ini tersangka RE yang kini menjadi justice collaborator atau saksi pelaku yang mau bekerja sama dengan penegak hukum, tetap pada keterangannya semula terkait kasus penembakan Brigadir Joshua.
Dalam hal ini pun pada akhirnya pihak Kepolisian juga menggunakan Lie Detector untuk mendeteksi kebohongan terkait kesaksian tersangka FS, RR, RE, KM, dan PC termasuk para saksi lainnya terkait kasus.
Namun tentunya yang paling menentukan itu tetaplah dipersidangan, karena metode lie detector pun belum tentu akurat seratus persen dan belum bisa menjamin seratus persen kejujuran yang dimintai keterangan.
Yang jelas terkait proses persidangan kedepan, maka sistem yuridis harus tetap terjaga marwahnya dari tangan-tangan kotor para oknum yang ingin menjatuhkan supremasi hukum.
Karena tidak menutup kemungkinan akan muncul oknum yang berupaya menyuap petugas pengadilan maupun aksi-aksi lainnya yang berpola kepentingan tertentu dan tindakkan inkonstitusionalitas lainnya, sehingga patut juga diwaspadai pola-pola inkonstitusionalitas ini.
Yang pasti, dalam kasus tindak pidana pembunuhan berencana Brigadir Joshua ini yang paling dijaga dan harus dibantu secara optimal itu adalah tersangka RE sebagai justice collaborator.
Jangan sampai tersangka RE sebagai justice collaborator ikut terpengaruh oleh tersangka FS, dan lainnya, atau berubah pendirian dari keterangan semula karena terbawa alibi tersangka FS, RR, KM, dan PC.
Karena pasti dipersidangan akan terjadi "perang alibi" karena masing-masing tersangka pasti akan berupaya lolos dan menyelamatkan diri dari jeratan hukum.
Atau dalam artian, tersangka RE bakal dikeroyok dalam "perang alibi" ini, apalagi dari awal kan tersangka FS ini otak skenario pembunuhan berencana Brigadir Joshua.