Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Hipersensitif terhadap Orang Lain? Hati-hati Bisa Jadi Anda Mengalami "Avoidant Personality Disorder"

21 Maret 2021   10:40 Diperbarui: 21 Maret 2021   20:02 1858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Avoidant Personality Disorder, apa sih itu?

Ya, avoidant personality disorder itu ternyata adalah sejenis gangguan kepribadian, di mana yang sedang mengalaminya akan menghindari atau menutup diri dari interaksi sosial dan lingkungan sosial karena merasa diri selalu kurang dibandingkan dengan orang lain. Adapun gejala-gejala avoidant personality disorder, antara lain sebagai berikut:

  1. Sering mengisolasi diri dengan tidak mau berinteraksi dengan orang lain
  2. Sering menarik diri dari lingkungan sosial karena takut dikritik oleh orang lain
  3. Selalu merasa ragu dan berprasangka buruk dalam beraktivitas
  4. Terlalu takut dengan bayang-bayang risiko, takut terjebak dalam situasi konflik, sering minder dan tidak percaya pada diri sendiri

Jadi, jelas banget kan kalau avoidant personality disorder ini jika tidak diatasi, maka kesehatan mental dan psikologis Anda akan semakin tertekan dan terganggu.

Bahkan bisa semakin merembet pada gangguan-gangguan lainnya yang semakin memperburuk dimensi sikap, perilaku dan kepribadian Anda seperti, membawa Anda jadi overthinking, catastrophizing, dan sejenisnya.

Sehingga Anda justru jadi terbiasa sering kepikiran yang enggak-enggak, mau apa-apa jadi takut dan ragu karena selalu dibayangi prasangka pikiran yang buruk.

Mau ngapa-ngapain nanti takut inilah, nanti takut itulah, nanti jadinya beginilah, nanti jadinya begitulah, padahal apa yang jadi prasangka buruk ataupun prasangka yang enggak-enggak dalam pikiran itu belum tentu benar adanya seperti yang disangkakan.

avoidant personality disorder (Sumber: shutterstock.com)
avoidant personality disorder (Sumber: shutterstock.com)
Dan jujur saja, kalau diingat-ingat, sepertinya sih penulis sendiri dulu juga pernah mengalami avoidant personality disorder ini, tapi untunglah saat itu seiring waktu berproses, penulis dapat mengatasinya.

Memang sih penulis juga baru tahu sekarang ini setelah membaca-baca dari berbagai referensi literasi tentang avoidant personality disorder ini, dan hanya bisa membatin saja dalam hati.

"Oh, berarti ternyata dulu itu saya juga pernah mengalami avoidant personality disorder ini toh"

Nah, di sinilah penulis ingin berbagi pengalaman soal kayak apa sih waktu itu penulis bisa bangkit dari keterpurukan karena avoidant personality disorder ini.

Termasuk juga mengombinasikannya dari berbagai cara yang disarankan dari referensi literasi yang penulis baca tentang cara mengatasi avoidant personality disorder ini.

Jadi, seingat penulis, waktu itu penulis bisa bangkit dari keterpurukan karena avoidant personality disorder ini dengan cara berikut ini"

1. Terapi hening
Terapi hening ini penulis lakukan dalam rangka mengelola perspektif berpikir dan merekonsiliasi mindset dengan meresapinya dalam-dalam untuk selalu berpikir rasional ataupun realistis.

Ya, inilah prinsip penulis waktu itu, perspektif berpikir yang harus diperbaiki, sehingga penulis selalu berusaha menerima apa adanya diri ini.

Di sini penulis melakukan semacam terapi hening dengan memejamkan mata sekejap, memfokuskan pikiran pada hal-hal yang positif.

Seperti mengingat kembali keberhasilan-keberhasilan yang pernah diraih misalnya, mengingat bagaimana jatuh bangunnya perjuangan meraih keberhasilan tersebut misalnya, dan sebagainya.

Ternyata, cara terapi hening ini mampu membawa penulis realistis dan rasional, bahwa apapun pikiran yang enggak-enggak itu hanyalah bayang semu karena takut gagal saja, takut dicibir, takut dikritik, dan sejenisnya.

Padahal semuanya dalam aktivitas itu butuh fight ataupun butuh proses dan ada konsekwensinya masing-masing dalam melakioninya.

2. Berpikir logis terkait dengan pembawaan diri
Ya, yang namanya beraktivitas itu tentu membutuhkan lingkungan sosial dan butuh interaksi sosial yang di dalamnya pasti ada macam-macam perlakuan, ada macam-macam kritik, dan sebagainya.

Dan itu adalah realita, sehingga tinggal bagaimana berpikir logis saja untuk membawa diri ke dalam lingkungan sosial dan interaksi sosial tersebut.

Dengan begini, ternyata penulis sadar bahwa setiap orang itu bergaul harus tahu diri terkait bagaimana menempatkan diri dan bagaimana harus beradaptasi dalam membawa diri di setiap lingkungan sosial.

Jadi, pada akhirnya penulis menyadari bahwa tak perlu ragu dan takut dengan berbagai bayang semu pemikiran negatif selama pembawaan diri itu masih bisa diterima dalam pergaulan maupun lingkungan sosial.

3. Mengelola feedback yang diterima
Sebenarnya inilah yang terpenting, bagaimana bisa mengelola feedback yang didapat ataupun diterima dari lingkungan pergaulan.

Memang terkadang feedback yang diterima ini sering sekali sangat menyakitkan, menjadikan diri tidak terima dengan kenyataan dan bahkan justru lari dari kenyataan.

Akan tetapi justru di sinilah ternyata yang bisa membuat penulis sadar, bahwa feedback ini akan selalu ada dalam lingkungan pergaulan, baik itu yang menyakitkan ataupun yang menyenangkan.

Keberterimaan akan feedback yang menyakitkan memang harus ditanamkan, sebab feedback yang menyakitkan ini adalah tantangan yang selalu ada, tidak bisa dihindarkan dalam lingkungan pergaulan.

Di sinilah penulis menyatakan diri bahwa apapun feedback yang diterima adalah berdampak dari pembawaan diri yang dilakoni, jadi ya konsekuensi logisnya adalah menguatkan prinsip keberterimaaan diri atas bermacam feedback tersebut sekaligus memperbaiki pembawaan diri bila feedback yang diterima itu menyakitkan bagi diri.

Karena artinya, bila ada feedback yang diterima ternyata menyakitkan bagi diri, tentu saja ada yang salah tentang kebertahuan diri, ada yang salah terkait pembawaan diri dalam lingkungan pergaulan sehari-hari, sehingga diri sendirilah yang harus wawas menginstrospeksinya.

*****

Nah, inilah sedikit pengalaman yang bisa penulis bagikan kepada Anda, terkait bagaimana langkah antisipasi dalam rangka mengatasi avoidant personality disorder ini.

Yang jelas sebagai catatan penting bagi Anda, bermacan pikiran yang enggak-enggak adalah berasal dari bermacam prasangka buruk tentang diri dan ketidakpercayaan atas eksistensi pembawaan diri.

Senegatif apapun prasangka pikiran Anda tentang diri, Anda tetap punya kendali atas pikiran yang enggak-enggak tersebut, dan hanya diri sendirilah yang bisa mengusahakan untuk perubahannya.

Jadi, kalau sekiranya Anda sedang jatuh terpuruk karena avoidant personality disorder ini ya tinggal pilih saja, mau ikut bangkit seperti yang penulis lakukan atau mau jatuh semakin terpuruk.

Kalau mau bangkit, ya ayo, kita bangkit bersama, kalahkan avoidant personality disorder itu. Cari solusinya, setidaknya seperti apa yang sudah penulis bagikan dalam artikel ini.

Demikian kiranya artikel singkat ini, semoga dapat bermanfaat.

Referensi dari membaca alodoc.com dan doktersehat.com serta dari pengalaman pribadi penulis.

Salam hangat dan salam sehat.
Sigit Eka Pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun