Ya, dari pengalaman penulis soal jabatan start up ini, memang tidak sedikit penulis menemukan surat lamaran kerja dari para pelamar kerja yang merupakan alumni karyawan start up ini.
Seabreg gelar mentereng beserta sertifikatnya, hingga pernyataan experience pada bidangnya masing-masing terdapat dalam satu paket surat lamaran kerja mereka.
Sehingga kalau tidak cermat dan selektif dalam meng-interview dan meneliti mereka, maka HR bisa-bisa kena "prank", ternyata jabatan mentereng di bidang start up tersebut hanya bluffing-an belaka.
Setelah diterima jadi karyawan, ternyata baru beberapa bulan bekerja, kinerjanya tidak bagus ataupun tidak sebanding dengan apa yang telah disisipkannya dalam paket surat lamaran kerja, akhirnya daripada rugi bayar orang, perusahaan harus mem-PHK karyawan tersebut.
Inilah juga yang jadi latar belakang alasan penulis, kenapa kiranya seorang Human Resource (HR) harus benar-benar selektif dan teliti bila ternyata ada para pelamar kerja yang mengikutsertakan jabatan start up dalam paket surat lamaran kerja mereka.
Tentunya hal ini dilakukan agar dapat mencegah kesalahan HR dalam merekomendasikan kandidat karyawan untuk diajukan dalam rapat manajemen.
Lantas, apakah yang harus dilakukan agar HR tidak kena bluffing jabatan start up tersebut?
1. HR wajib mengecek kelengkapan surat lamaran kerja
Cek kelengkapan empat dokumen utama yang wajib disertakan seperti dalam surat lamaran kerja yaitu, cover latter, curriculum vitae, resume, dan fotokopi ijazah terakhir.
Kalau dari keempat dokumen utama tersebut salah satunya ada yang kurang seperti, tidak menyertakan cover latter misalnya, maka tidak perlu dilanjutkan ke proses berikutnya.
Boleh juga baca Jangan Sepelekan cover latter dalam melamar kerja
Kalau keempat dokumen tersebut sudah lengkap, selanjutnya adalah mengecek berbagai sertifikat pendukung lainnya dan relevansinya dengan posisi yang dibutuhkan perusahan.
Jika sekiranya tidak relevan dengan posisi yang dibutuhkan perusahaan, maka tidak perlu dilanjutkan, sebaliknya kalau masih relevan dengan posisi yang dibutuhkan perusahaan, maka bisa dilanjutkan dengan proses berikutnya di bawah ini.
2. Sebelum proses interview, HR harus meneliti dahulu rekam jejak pelamar kerja
Ya, sebelum proses interview dilakukan, maka dalam hal ini, HR wajib meng-crosscheck dahulu kebenarannya ke start up terkait, di antaranya seperti:
- Apakah benar pelamar kerja memang pernah bekerja dan menjabat pada posisi jabatan di start up tersebut.
- Meneliti sebab kenapanya tidak lagi bekerja di start up tersebut, apakah karena resign atas alasan dan kemauan sendiri atau kah karena di PHK.
- Dan kalau pun di-PHK apakah sebabnya, apakah karena kontrak kerjanya habis, apakah karena kinerjanya buruk, dan sebagainya.
- Termasuk juga meneliti kinerja start up-start up terkait, dalam rangka memastikan apakah start up tersebut masih eksis ataukah sudah tutup/bangkrut.
Kalau dalam proses meneliti rekam jejak ini, HR menemukan rekayasa ataupun kebohongan atas jabatan start up seperti yang penulis jabarkan di atas, maka jelas tak perlu lagi diteruskan hingga proses interview.
Namun kalau memang benar secara fakta, tidak ada rekayasa dan kebohongan, maka boleh dilanjutkan hingga proses interview.
3. Uji dengan pertanyaan terkait kompetensi jabatan start up-nya saat proses interview
Di sini HR harus mampu menguji kompetensi pelamar kerja terkait dengan pengalamannya sesuai kompetensi jabatan start up-nya.
Sehingga selain pertanyaan-pertanyaan yang umumnya di terapkan HR, maka HR juga harus mengajukan pertanyaan terkait kompetensinya dengan jabatan start up-nya.
Setidaknya di sini HR harus sudah ada sedikit gambaran terkait bagaimana soft dan hard skill-nya seperti, atittude-nya, etikanya, komunikasinya, kemampuan menguasai teknologi dan sebagainya yang sejenis.
Nah setelah ketiga proses ini dapat dilalui atau setidaknya sudah memenuhi syarat yang ditentukan, dan HR sudah yakin dengan segala sesuatunya, maka barulah bisa direkomendasikan kepada manajemen untuk selanjutnya dirapatkan hingga ditentukan diterima atau tidaknya pelamar kerja jadi karyawan perusahaan.
Termasuk halnya kalau ke depan diterima bekerja, apakah status diterimanya masih dengan embel-embel status uji kinerja dahulu ataukah langsung dipercaya jadi karyawan secara permanen, tergantung bagaimana keputusan rapat manajemen.
Yang jelas juga, untuk mem-back up kemampuan HR sendiri, maka HR juga harus selalu meng-upgrade diri dan mengaktualisasi diri dengan perkembangan dunia usaha, termasuk perkembangan start up, sehingga HR jadi selalu mawas dalam meneliti para pelamar kerja ataupun kandidat karyawan.
Demikianlah kiranya artikel singkat ini, semoga dapat bermanfaat.
Salam hangat.
Sigit Eka Pribadi
NB:Penulis merupakan Founder PT. Radio Produksi Swaranam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H