Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Raja Majapahit Terakhir, Dyah Ranawijaya atau Batara Vigiaya?

1 Februari 2021   07:27 Diperbarui: 1 Februari 2021   07:31 3304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen mas aji wirabhuana via blambangan.com

Periode masa akhir Kerajaan Majapahit memang masih diteliti oleh para sejarawan dan berbagai pakar ahli lainnya yang terkait dengan kesejarahan.

Memang, seiring perjalanan waktu, telah banyak ditemukan bukti-bukti sejarah soal Kerajaan Majapahit ini, seperti candi, prasasti, kitab-kitab kerajaan, bekas bangunan-bangunan kerajaan, dan lain sebagainya yang seiring waktu sedikit demi sedikit mulai menguak sejarah Kerajaan Majapahit.

Namun demikian seiring itu juga, ternyata turut berkembang berbagai analisa, asumsi, opini, hingga dongeng maupun cerita legenda terkait masa akhir Kerajaan Majapahit ini.

Bahkan terkait siapakah sebenarnya raja Majapahit terakhir pun masih dikatakan belum bisa dipastikan, seperti soal apakah Raja Majapahit terakhir adalah Dyah Ranawijaya ataukah Batara Vigiaya, apakah keduanya orang yang sama, atau orang yang berbeda, atau malah bukan keduanya, ini masih belum bisa dipastikan.

Hal ini karena, masih jadi perdebatan dan pertanyaan juga di antara para sejarawan dan para ahli lainnya, sebab memang masih belum ada cukup bukti sejarah yang berkelanjutan untuk menguatkannya dan saling mengaitkannya.

Penulis sendiri masih bertanya-tanya, seperti apakah sebenarnya masa akhir Kerajaan Majapahit ini dan siapa raja terakhirnya, karena referensi bacaan yang penulis dapat pun berbeda-beda ataupun ada berbagai versi, sehingga penulis juga jadi penasaran ingin menuliskannya, dan mencoba mengulasnya.

Yang jelas, penulis memanglah bukan pakarnya ataupun ahli sejarah, tapi tentu tidak ada salahnya kalau penulis ingin mencoba mengulasnya, tentunya juga dalam hal ini penulis berpegangan juga pada berbagai sumber.

Seperti ulasan dari penulis, yang coba penulis rangkum dari berbagai sumber soal masa akhir kerajaan majapahit dan raja Majapahit terakhir berikut ini.

Bahwa pasca pemberontakan para putra Dyah Wijayakumara Sang Sinagara, yaitu Sang Muggwing Jinggan yaitu Dyah Samarawijaya bersama ketiga adiknya, yang berhasil menghancurkan Kerajaan Majapahit dengan rajanya Dyah Suraprabhawa pada tahun 1478 Masehi, maka mereka akhirnya memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Majapahit ke Keling.

Sehingga kerajaan Majapahit tidak di Trowulan lagi, artinya juga di sini Kerajaan Majapahit sebenarnya belum runtuh, tapi masih dilanjutkan oleh para putra Sang Sinagara di daerah Keling.

Latar belakang Dyah Samarawijaya memberontak karena merasa berhak sebagai pewaris tahta Kerajaan Majapahit, ini karena dirinyalah yang seharusnya naik tahta menggantikan ayahnya, yaitu Dyah Wijayakumara Sang Sinaggara yang dijadikan sebagai putra mahkota oleh kakeknya Dyah Kertawijaya.

Namun realitanya berbeda, justru yang naik tahta adalah kedua pamannya secara bergiliran, yaitu Girisawardhana Dyah Suryawikrama dan Dyah Suraprabhawa.

Karena tidak terima dengan realita tersebut, maka pasca dua tahun pamannya yaitu Dyah Suraprabhawa jadi raja, akhirnya Dyah Samarawijaya bersama ketiga adiknya yaitu, Dyah Wijayakarana, Dyah Wijayakusuma dan Dyah Ranawijaya, pergi meninggalkan Kerajaan Majapahit ke Keling.

Di Keling ternyata mereka menyusun kekuatan, dan akhirnya setelah semuanya telah matang, mereka mengkudeta sang paman, dan berhasil dengan gemilang, bahkan Kerajaan Majapahit berhasil dihancurkan.

Namun sayangnya, Dyah Samarawijaya gugur dalam pemberontakan tersebut, sehingga yang menjadi raja majapahit di Keling, pasca Trowulan runtuh adalah adiknya yaitu Dyah Wijayakarana (1478-1486).

Setelah Dyah Wijayakarana mangkat, digantikan secara bergiliran oleh adik-adiknya yaitu Dyah Wijayakusuma (1486), kemudian Dyah Ranawijaya tahun (1486 sampai dengan tidak diketahui).

Dokumen mas aji wirabhuana via blambangan.com
Dokumen mas aji wirabhuana via blambangan.com

Secara umumnya, dari merangkum berbagai referensi yang penulis dapatkan, sampai di sinilah akhir Kerajaan Majapahit bersama raja terakhirnya.

Dari merangkum berbagai referensi ini pun, masih menyisakan tanda tanya, sebab ada juga penulis temukan berbagai catatan, bahwa Raden Patah bersama para pasukannya dari Kerajaan Demak yang pada tahun 1478 adalah yang  menghancurkan Kerajaan Majapahit.

Akan tetapi benarkah Kerajaan Demak yang menyerang Kerajaan Majapahit pada tahun 1478 tersebut, padahal pada tahun tersebut ada catatan bahwa yang menyerang Kerajaan Majapahit adalah Sang Mugwing Jinggan bersama ketiga adiknya dari Keling?

Bahkan ada juga catatan kronik tiongkok yang menjelaskan bahwa Kerajaan Majapahit baru diserang dan dapat dikuasai oleh Kerajaan Demak adalah pada tahun 1527, dan pada saat itu raja yang berkuasa di Kerajaan Demak adalah Sultan Trenggono.

Lalu, yang masih jadi tanda tanya juga adalah, kenapa selain Dyah Ranawijaya masih ada raja Majapahit bernama Batara Vigiaya (Bhatara Wijaya), apakah kedua raja ini orang yang sama atau berbeda?

Ini karena ada catatan Tomi Pires dari Portugis, bahwa pada tahun 1513 masih ada kerajaan Majapahit dengan rajanya bernama Batara Vigiaya yang bertakhta di Dayo atau Daha.

Secara intinya kalau menurut yang tercatat sebagai bukti sejarah di antaranya seperti ini;

1. Pada tahun 1486, Dyah Ranawijaya mengeluarkan prasasti Jiyu dan Petak, pada Prasasti Petak berisikan tentang pengesahan anugerah kepada Sri Brahmaraja Ganggadhara berupa tanah Trailokyapuri dan menegaskan juga adanya catatan terkait jasa Sri Brahmaraja Ganggadhara membantu Sang Muggwing Jinggan saat menyerang Majapahit tahun 1478.

Pengesahan ini juga dilakukan bersamaan dengan upacara Sraddha untuk memperingati 12 tahun meninggalnya Bhatara Mokteng Dahanapura.

Sedangkan dalam Prasasti Jiyu menyebut gelar Dyah Ranawijaya adalah Sri Wilwatikta Jenggala Kediri, yang artinya penguasa Majapahit, Jenggala, dan Kediri sekaligus membuktikan bahwa pada tahun 1486 tersebut Dyah Ranawijaya Mengaku diri sebagai raja Majapahit.

2. Catatan Suma Oriental  tulisan Tome Pires dari Portugis, bahwa pada tahun 1513 ada seorang raja bernama Batara Vigiaya yang bertakhta di Dayo, tetapi pemerintahannya dikendalikan oleh Pate Amdura.

3. Catatan kronik Tiongkok kuil Sam Po Kong, perang antara Demak melawan Majapahit terjadi lebih dari satu kali, yaitu pada tahun 1517 Pa-bu-ta-la bekerja sama dengan bangsa asing di Moa-lok-sa sehingga mengundang kemarahanRaden patah ataupun Jin Bun, sehingga Jin Bun pun menyerang Majapahit, dalam hal ini Pa-bu-ta-la mengalami kekalahan namun tetap diampuni mengingat istrinya adalah adik Jin Bun.

Sepeninggal Raden Patah alias Jin Bun tahun 1518, Demak dipimpin oleh Sabrang Lor atau Pati Unus sampai tahun 1521. Selanjutnya yang naik takhta adalah Sultan Trenggana.

Pergantian takhta ini dimanfaatkan oleh Pa-bu-ta-la untuk kembali bekerja sama dengan Portugis, akhirnya perang antara Majapahit dan Demak meletus kembali pada tahun 1524.

Pasukan Demak dipimpin oleh Sunan Ngundung, anggota Wali Sanga yang juga menjadi imam Masjid Demak, dalam pertempuran ini Sunan Ngundung gugur di tangan Raden Kusen, adik tiri Raden Patah yang memihak Majapahit.

Perang terakhir terjadi pada tahun 1527, pasukan Demak dipimpin oleh Sunan Kudus putra Sunan Ngundung, yang juga menggantikan kedudukan ayahnya dalam dewan Wali Sanga dan sebagai imam Masjid Demak.

Dalam perang ini Majapahit mengalami kekalahan, kemudian Raden Kusen adipati Terung ditawan secara terhormat, mengingat ia juga mertua Sunan Kudus.

Nah, dari catatan yang merupakan bukti sejarah ini dapat menjelaskan, bahwa yang menyerang Kerajaan Majapahit pada tahun 1478 adalah para putra Dyah Wijayakumara Sang Sinagara yaitu, Sang Muggwing Jinggan Dyah Samarawijaya, Dyah Wijayakarana, Dyah Wijayakusuma dan Dyah Ranawijaya.

Hal ini diperkuat juga dengan bukti sejarah pada prasasti Jiyu dan Petak yang dikeluarkan oleh Dyah Ranawijaya pada tahun 1486, sehingga adalah tidak benar kalau pada tahun 1478 tersebut yang menyerang Kerajaan Majapahit adalah Kerajaan Demak.

Pasca Dyah Ranawijaya mengeluarkan prasasti Petak dan Jiyu tahun 1486, tidak ada lagi bukti yang menjelaskan sampai tahun berapa Dyah Ranawijaya berkuasa dengan mengatasnamakan sebagai Raja Wilwatikta, Jenggala dan Kediri.

Namun demikian catatan suma oriental Tomi Pires dari Portugis, pada tahun 1513 mencatat adanya raja di Dayo bernama Batara Vigiaya, tapi saat itu pemerintahannya dikendalikan oleh Pate Amdura.

Kemudian dalam catatan kronik Tiongkok kuil Sam Po Kong menjelaskan, baru pada tahun 1527 Kerajaan Demak bisa berhasil mengalahkan Majapahit.

Jadi, kalau menurut analisa penulis, dari kurun waktu tahun 1486 sampai dengan tahun 1527 atau sekitar periode 41 tahun ini perlu bukti sejarah yang menguatkan dan saling terkait, apakah Dyah Ranawijaya dan Batara Vigiaya ini adalah orang yang sama, ataukah orang yang berbeda.

Perlu bukti sejarah yang sangat menguatkan dan saling terkait, siapakah sebenarnya Pate Amdura dan Pa Bu Ta La dalanm catatan suma oriental Tomi Pires dari Portugus dan Kronik Tiongkok.

Sehingga di sini menurut penulis, yang menjadi raja terakhir Majapahit bisa ada beberapa kemungkinan di antaranya seperti;

1. Bahwa yang menjadi raja Majapahit pada kurun waktu tahun 1486-1527 ada dua raja, yaitu Dyah Ranawijaya tahun 1486 sampai dengan tidak diketahui dan berikutnya adalah Batara Vigiaya entah mulai tahun berapa hingga tahun 1527 sampai diserang oleh Demak.

2. Bahwa yang menjadi raja Majapahit pada kurun waktu tahun 1486-1527 memang Dyah Ranawijaya, artinya juga Dyah Ranawijaya dan Batara Vigiaya adalah orang yang sama.

3. Bahwa yang menjadi raja Majapahit terakhir adalah Pate Amdura atau mungkin juga Pa-bu-ta-la, terkait juga apakah keduanya adalah orang yang sama atau berbeda masih perlu bukti sejarah yang menguatkan.

Kesimpulannya, menurut penulis masa akhir Kerajaan Majapahit dalam rentang waktu antara 1486-1527 masih ada kepingan puzzle yang belum ditemukan, sehingga masih sangatlah perlu mengumpulkan kepingan puzzle tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh untuk membenderangkan terkait siapakah sebenarnya raja terakhir Majapahit dan bagaimanakah akhir dari sejarah kerajaan Majapahit.

Harapannya, semoga saja ke depan dapat ditemukan lagi kepingan puzzle yang masih hilang direntang 41 tahun tersebut dan dapat menguak sejarah Majapahit secara utuh.

Demikianlah kiranya artikel ini, sekiranya apa yang sudah penulis ulas dalam artikel masih banyak kekurangannya dan kedangkalannya, mohon agar kiranya dapat dimaklumi dan dimaafkan.

Referensi, Wikipedia, Historia, Tirto, Blog Siwisang, Blog Blambangan aji wirabhumi.

Salam hormat.
Sigit Eka Pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun