Lalu, yang masih jadi tanda tanya juga adalah, kenapa selain Dyah Ranawijaya masih ada raja Majapahit bernama Batara Vigiaya (Bhatara Wijaya), apakah kedua raja ini orang yang sama atau berbeda?
Ini karena ada catatan Tomi Pires dari Portugis, bahwa pada tahun 1513 masih ada kerajaan Majapahit dengan rajanya bernama Batara Vigiaya yang bertakhta di Dayo atau Daha.
Secara intinya kalau menurut yang tercatat sebagai bukti sejarah di antaranya seperti ini;
1. Pada tahun 1486, Dyah Ranawijaya mengeluarkan prasasti Jiyu dan Petak, pada Prasasti Petak berisikan tentang pengesahan anugerah kepada Sri Brahmaraja Ganggadhara berupa tanah Trailokyapuri dan menegaskan juga adanya catatan terkait jasa Sri Brahmaraja Ganggadhara membantu Sang Muggwing Jinggan saat menyerang Majapahit tahun 1478.
Pengesahan ini juga dilakukan bersamaan dengan upacara Sraddha untuk memperingati 12 tahun meninggalnya Bhatara Mokteng Dahanapura.
Sedangkan dalam Prasasti Jiyu menyebut gelar Dyah Ranawijaya adalah Sri Wilwatikta Jenggala Kediri, yang artinya penguasa Majapahit, Jenggala, dan Kediri sekaligus membuktikan bahwa pada tahun 1486 tersebut Dyah Ranawijaya Mengaku diri sebagai raja Majapahit.
2. Catatan Suma Oriental  tulisan Tome Pires dari Portugis, bahwa pada tahun 1513 ada seorang raja bernama Batara Vigiaya yang bertakhta di Dayo, tetapi pemerintahannya dikendalikan oleh Pate Amdura.
3. Catatan kronik Tiongkok kuil Sam Po Kong, perang antara Demak melawan Majapahit terjadi lebih dari satu kali, yaitu pada tahun 1517 Pa-bu-ta-la bekerja sama dengan bangsa asing di Moa-lok-sa sehingga mengundang kemarahanRaden patah ataupun Jin Bun, sehingga Jin Bun pun menyerang Majapahit, dalam hal ini Pa-bu-ta-la mengalami kekalahan namun tetap diampuni mengingat istrinya adalah adik Jin Bun.
Sepeninggal Raden Patah alias Jin Bun tahun 1518, Demak dipimpin oleh Sabrang Lor atau Pati Unus sampai tahun 1521. Selanjutnya yang naik takhta adalah Sultan Trenggana.
Pergantian takhta ini dimanfaatkan oleh Pa-bu-ta-la untuk kembali bekerja sama dengan Portugis, akhirnya perang antara Majapahit dan Demak meletus kembali pada tahun 1524.
Pasukan Demak dipimpin oleh Sunan Ngundung, anggota Wali Sanga yang juga menjadi imam Masjid Demak, dalam pertempuran ini Sunan Ngundung gugur di tangan Raden Kusen, adik tiri Raden Patah yang memihak Majapahit.