Singkatnya lagi, semenjak momentum berkesan tahun 1998 inilah saya mulai perduli dan kepingin tau bagaimana sepak terjang mama jadi politisi yang jujur saja sebelumnya saya nggak pernah mau tau banget daj apatis tentang bagaimana sepak terjang mama di kancah politik.
Apalagi pada tahun 1999 saya jadi salah satu kandidat calon Kasenat di kampus, yang artinya saya harus membangun bagaimana citra saya agar dapat jadi Kasenat terpilih.
Akhirnya, saya jadi mengusik mama deh, karena jadi "kepo" alias mau tau banget bagaimana ilmunya menerapkan politik dan kepemimpinan ala kampus terkait pencalonan saya sebagai Kasenat kampus.
Memang sih pada akhirnya saya gagal terpilih jadi Kasenat di kampus, tapi satu hal yang pasti, saya dapat banyak pembelajaran dari mama tentang politik dan kepemimipinan.
Sampai saat sekarang ini pun saat saya sudah bekerja sebagai PNS dan di salah satu instansi negara dan entrepreneur bisnis (boleh lihat profil saya di facebook), bekal ilmu kepemimpinan dari mama tetap menjadi bagian dari acuan dan pedoman bagi saya dalam melaksanakan tugas pokok sebagai abdi negara dan entrepreneur.
Tentunya dalam hal ini, saya tidak menutup diri untuk membagikannya melalui artikel ini, dan jujur berikut dibawah inilah gaya kepemimpinan yang lebih doninan saya pergunakan.
Pemimpin itu harus otokrat demokrat dan partisipatif.
Memimpin secara otokratis artinya menjadi pemimpin yang tegas dan berwibawa dengan metode pendekatan kekuasaan oleh karena memiliki otoritas dan wewenang jabatan.
Sehingga otoritas dan wewenang jabatan tersebut dapat diberdayakan dalam rangka menata situasi kerja dan mendaya gunakan para bawahan ataupun pengikut.
Namun demikian, tetap harus partisipatif dan demokratis, menjunjung tinggi konsideran (keakraban yang welas asih) tapi dengan batasan.
Pemimpin yang berupaya tetap mau mendengar, meminta dan mempergunakan saran-saran dari para bawahannya atau pengikutnya.