Inilah salah satu "Pasal Karet" yang dapat disangkakan kepada Anda bila konten yang Anda buat atau Anda sebarkan via Medsos, seperti Twitter, Facebook, WhatsApp dan lainnya yang sejenis, dinilai atau dianggap mencemarkan nama baik atau secara umumnya melanggar pasal 27 pada UU ITE.
Namun sebenarnya, tidaklah sembarang pihak ataupun perorangan dapat melaporkan anda, karena ada perbedaan mendasar antara delik aduan dan delik biasa.
Sebagai contoh pembelajaran kasus adalah seperti yang pernah dialami oleh salah satu kerabat penulis, yang harus berurusan dengan hukum akibat cuitannya di Medsos yang dikenakan pada Pasal 27 Ayat 3 dengan tuntutan pidana penjara paling lama empat tahun dan/atau denda paling banyak tujuh ratus lima puluh juta rupiah.
Posisi Pasal 27 UU ITE dalam kasus kerabat penulis ini adalah sebagai delik aduan, yang dipertegas oleh dua perkara, yaitu dari ketentuan penghinaan atau pencemaran nama baik yang termaktub dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP, utamanya pada Pasal 310 dan 311 bahwa penghinaan merupakan delik aduan dan berdasar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008 serta Revisi UU ITE yang terjadi pada 2016 pun mempertegas bahwa Pasal 27 adalah delik aduan.
Sehingga sebenarnya bila berdasar delik aduan, maka tidaklah sembarang pihak ataupun perorangan dapat melaporkan kerabat penulis, karena ada perbedaan yang mendasar antara delik aduan dan delik biasa.
Sebab tercemar atau tidaknya nama baik seseorang hanya dapat ditentukan oleh orang atau pihak yang bersangkutan, bukan oleh orang lain.
Delik aduan merupakan tindak pidana yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan. Sedangkan delik biasa adalah tindak pidana yang dapat dituntut tanpa diperlukan adanya suatu pengaduan (Referensi dari Hukumonline.com).
Jadi begini cuitannya dalam twitternya;
"Tolak Omnimbus Law Cipta Kerja, DPR Pengkhianat Rakyat."
Tweetnya tersebut ternyata dianggap menghina, karena ternyata ada pihak yang melaporkannya sebagai ujaran kebencian dan pencemaran nama baik, sehingga kerabat penulis harus berurusan dengan pihak kepolisian.
Mendapati kabar tersebut, yang namanya masih kerabat, maka penulis berupaya membantu seoptimalnya dan sekaligus mengontak beberapa rekan penulis yang aktif dalam YLBHI.