Di mana sebenarnya letak hati dan nuraninya kalau begini, hanya karena kepentingan yang belum urgen tapi mengalahkan kegentingan negara dalam kondisi pandemi corona, akhirnya rakyat yang jadi tumbal dan jadi korban.
Tapi apa hendak dikata, semua ini sudah jadi suatu ketelanjuran yang mengenaskan, UU Omnibus Law Cipta Kerja buah dari kengeyelan Presiden Jokowi telah berlaku, dan Pemerintah dan DPR RI secara faktanya telah membuat kegaduhan dan kericuhan khalayak publik.
Yang jelas sampai di sini, siapa yang bertanggung jawab dan menanggung dosa atas kematian rakyat karena paparan virus corona dan terus meningkatnya rakyat yang terkonfirmasi positif virus corona akibat klaster demonstrasi massal adalah Pemerintah dan DPR RI.
Kemudian, terkait masih adanya potensi kerumunan massa yang menyoal UU Omnibus Law Cipta Kerja, maka biar bagaimanapun juga, Pemerintah harus bisa mencegah ancaman cilaka dua belas pandemi corona ini.
Dalam hal ini kalau tidak ingin semakin menumpuk dosa-dosa dan distempel dan dikenang sebagai rezim yang bergelimang dosa, maka Presiden Jokowi dan orang-orang di pemerintahan termasuk di DPR RI harus bisa menenangkan hati rakyat agar tidak melakukan kerumunan massa dengan dengan demonstrasi massal lanjutan menyoal UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Yang jelas juga, bahwa ketelanjuran kegaduhan hingga kerusuhan yang sebelumnya adalah sudah jadi catatan dosa besar, dan terkait bagaimana selanjutnya kalau bisa cerdas akal budi dan pikiran, dengan menggunakan hati dan nurani, pasti ada solusi yang terbaik.
Semoga janganlah sampai yang dipilih adalah untuk berbuta hati dan nurani, tetap memilih menanggung dosa besar, tetap menjadikan rakyat sebagai tumbal korban cilaka dua belas pandemi corona ini.
Salam prihatin.
Sigit Eka Pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H