Mohon tunggu...
Sigit Eka Pribadi
Sigit Eka Pribadi Mohon Tunggu... Administrasi - #Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#

#Juara Best In Specific Interest Kompasiana Award 2023#Nominee Best In Specific Interest Kompasiana Award 2022#Kompasianer Terpopuler 2020#Menulis sesuai suara hati#Kebebasan berpendapat dijamin Konstitusi#

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kades Cantik Tewas dengan Kepala Meledak, Diduga Gara-gara Susuk Pesugihan (Bagian Pertama)

5 Oktober 2020   19:50 Diperbarui: 5 Oktober 2020   19:54 3431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar hanya sebagai ilustrasi | Dokumen Foto Via Shutterstock.com


Kades Cantik Tewas Dengan Kepala Meledak, Diduga Gara-Gara Susuk Pesugihan.

Ya, begitulah kabar berita yang pernah saya dengar di desa Manggah, bahkan beritanya sempat sangat heboh ditahun 2015 yang silam.

Inilah juga yang membuat saya jadi penasaran, untuk menyelisiknya jauh lebih dalam, apalagi sebagai jurnalis media yang khusus mengulas tentang fenomena peristiwa-peristiwa gaib, maka hal ini bisa jadi referensi yang menarik untuk mengisi salah satu kolom cerita misteri di majalah Ghaib, tempat media saya bekerja.

Saya akhirnya memutuskan pergi ke desa Manggah, untuk mengorek keterangan dan informasi dari beberapa warga desa terkait peristiwa tersebut.

***

Perjalanan menuju ke desa Manggah ternyata tidaklah mudah, mesin sepeda motor saya harus bekerja ekstra keras, karena harus mendaki beberapa jalan menanjak yang cukup tinggi, ditambah lagi jalan yang saya tempuh bukannya jalan yang beraspal mulus, tapi jalan yang masih berupa tanah keras dan berbatu.

Pantas saja namanya desa Manggah, sebab medan jalan untuk menempuhnya memang berat dan membuat sepeda motor saya manggah dibuatnya dan bisa terjatuh ataupun tergelincir bila tidak hati-hati.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup berat tersebut, akhirnya terlihat juga tanda-tanda kalau saya sudah sampai ke desa Manggah, terlihat dari plang papan nama desa yang terletak tepat di depan sebuah jembatan desa, rupanya desa Manggah dipisahkan oleh sebuah sungai yang cukup lebar.

Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi, saya berangkat pukul lima pagi dari kantor, berarti sekitar lima jam saya menempuh perjalanan hingga akhirnya sampai ke desa Manggah.

"Selamat datang di desa Manggah, harap pelan-pelan melintasi jembatan dan ucapkan salam permisi dalam hati".

Begitu tulisan yang tertera pada plang papan nama desa tersebut, tapi ada yang membuat saya jadi menghentikan sejenak laju sepeda motor saya, karena ada yang sedikit membuat saya bertanya-tanya dalam hati.

"Ucapkan salam permisi dalam hati", waduh, kenapa nih harus seperti itu yah, tanya saya dalam hati, ada apa yah, tapi ya sudahlah, saya ikuti saja sesuai petunjuk yang tertera pada plang papan nama desa tersebut.

Ketika saya melintasi jembatan, entah karena sugesti saya setelah membaca plang papan nama desa, memang terasa ada aura yang aneh, entah kenapa tiba-tiba bulu kuduk saya berdiri dan saya jadi merinding.

Bahkan tiba-tiba, muncul kabut tipis disertai desir angin tipis yang menebarkan aroma bau yang aneh, entah bau apa juga, saya taktahu, karena seumur hidup saya takpernah mencium aroma tersebut, baru ini saya mencium aroma aneh tersebut.

Wah kenapa ini ya, ah sudahlah, saya berupaya tetap tenang saja, dan selepasnya melintasi jembatan saya memang jadi lebih tenang.

Tapi saya jadi agak keder, entah kenapa saya jadi takberani untuk menengok kebelakang, sehingga saya memilih mengikuti kata hati untuk jalan terus dan mengurungkan niat untuk menengok kebelakang.

***

Ya, ternyata memang tidaklah mudah bagi saya untuk memperoleh informasi peristiwa yang akan saya ulas ini, meski saya sudah memperkenalkan diri termasuk menjelaskan pekerjaan saya, warga sempat bungkam tak mau bicara.

Karena warga desa masih trauma dan terkesan paranoid untuk menuturkan peristiwa yang pernah terjadi pada lima tahun yang silam tersebut.

Namun, dengan menyampaikan niat dan bujukan, bahwa saya mengulasnya dalam rangka menyampaikan pesan edukasi, akhirnya warga berkenan juga untuk menceritakannya, mereka juga mengajak saya untuk singgah di rumah tetua desa Manggah, Mbah Renggo namanya.

Nah, dari penuturan beberapa warga, ternyata memang benar adanya, bahwa sekira tahun 2015, desa Manggah pernah dihebohkan dengan peristiwa mistis, tentang seorang wanita cantik yang tewas dengan kepala meledak di jembatan desa.

Wanita yang tewas mengenaskan tersebut bernama Puri Pramitasari, yang sebelum kematiannya ternyata Dia menjabat sebagai Kepala Desa Manggah.

Konon katanya, usai peristiwa yang menghebohkan tersebut, menurut kesaksian warga desa Manggah, Puri ternyata jadi arwah penasaran yang menggentayangi desa.

Bahkan, sering meneror rumah warga di kawasan desa Manggah dan seringkali muncul di jembatan desa, jembatan yang merupakan satu-satunya penghubung desa Manggah ke desa lainnya.

Lebih lanjut lagi, warga juga menceritakan, bahwa ternyata Hantu Puri, seringkali juga gentayangan mengetuk pintu-pintu rumah warga, terutama warga yang semasa hidupnya pernah punya hubungan dekat dengannya.

Seperti yang dituturkan juga oleh Mbah Renggo, dengan suara berat dan serak ia menuturkan, 

"penampakan Nyai Puri sangat mengerikan, dia sering muncul dengan tubuh yang bersimbah darah dari leher atas hingga kebawah dengan tanpa kepala", tutur Mbah Renggo, warga desa yang dianggap dituakan dan dan dianggap sebagai orang pintar (paranormal) di desa tersebut.

"Makanya kalau sudah jam dua belas malam, tidak ada seorang pun warga desa yang berani keluar rumah, karena mereka takut melihat ataupun bertemu dengan hantu Nyai Puri yang mengerikan, yang suka melambai-lambaikan tangannya dari kejauhan dengan kepalanya yang buntung".

"Karena hantu Nyai Puri kerap muncul di sekitar jembatan desa, akhirnya membuat namanya disematkan pada jembatan itu".

"Jembatan Puri, sebagai simbol untuk mengenang Puri Pramitasari, wanita yang dulunya pernah hidup sebagai Kades dan akhirnya mati secara tidak wajar dan menghantui jembatan itu", jelas Mbah Renggo.

Ya, begitulah cerita Mbah Renggo dengan suara berat, serak, disertai sedikit batuk karena menjelaskannya sambil menghisap sebatang rokok dengan tembakau padat yang tadi dilintingnya, dan sesekali meneguk kopi kentalnya, saya pun mencatat dengan seksama tentang semua hal yang dituturkan terkait peristiwa yang ingin saya ulas tersebut.

Cerita Mbah Renggo dan beberapa warga membuat saya jadi merinding, ketika saya baru menyadari sesuatu tentang jembatan desa, astaga, jembatan itu tadi namanya jembatan Puri rupanya, wanita itu matinya disitu juga rupanya.

Saya jadi agak bergidik juga jadinya, karena jadi ingat suasana aneh saat tadi saya melintasi jembatan desa. Pantas saja ada suasana yang aneh ketika tadi saya melintasinya, tapi ya sudahlah, saya sudah kadung di desa ini, artinya saya harus tetap menyelesaikan misi saya ini, kata saya membatin dalam hati.

Bersambung bagian kedua.

NB; Tempat dan nama hanyalah fiksi belaka.

Sigit Eka Pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun