Jadinya apa, speaker virtual jadi flat, monoton dan tidak ada variasi serta jadi terkesan terburu-buru dalam menyampaikan materi dan menyebabkan para peserta jenuh dan bosan.
Ini karena speaker virtual tidak mampu mengatur instrumen nada suaranya dengan baik, disinilah mengapa intonasi suara itu perlu diatur sedemikian rupa.
Jadi dalam hal ini, speaker virtual perlu mengatur bagaimana dalam berintonasi, kapan harus meninggikan suara, kapan harus merendahkan suara, dan kapan harus menjedanya.
Harus bisa variatif dalam berintonasi, sehingga speaker virtual pun harus mampu mengatur pernapasan, kapan harus satu napas mengucapkan kalimat ataupun berkata-kata.
Maksudnya disini, speaker virtual memahami kapan harus menekankan inti penting  materi dengan intonasi suaranya, dan kapan menurunkan nada suara dan menjedanya, setelah itu tinggal di back up lagi dengan teknik berikutnya dibawah ini.
3. Mengontrol pitch suara dalam menyampaikan materi.
Sejurus kelihatannya memang hampir sama dengan mengatur intonasi, tapi sebenarnya berbeda, karena soal pitch ini, adalah bagaimana speaker virtual mampu mengontrol emosinya dan adrenalinnya.
Seringkali didapati karena terlalu semangat, speaker virtual justru terlupa mengontrol pitchnya, sehingga jadi over power dan over confident.
Sehingga instrumen suara, yang meliputi, artikulasi, modulasi dan intonasi jadi tidak teratur, atau juga sering tidak tepat kapan pitch suara itu harus di soft dan di hard.
Jadi disini, pitch berfungsi sebagai gain utamanya atau volume utamanya, atau juga yang menjadi titik pengaturan equal nya.
Seperti halnya sound sistem, ketika seluruh instrumen suara sudah di atur sesuai kebutuhan equalizer, maka gain atau volume utama sudah harus di plot, dimana titik tepatnya.